Mengenal Ragam Tarian Suku Bugis, untuk Penyambutan-Ritual Upacara Adat

Mengenal Ragam Tarian Suku Bugis, untuk Penyambutan-Ritual Upacara Adat

Nur Riona - detikSulsel
Jumat, 10 Mei 2024 22:30 WIB
Tarian Bugis di Hari Jadi Bone ke-692.
Ilustrasi tarian Suku Bugis (Foto: Agung Pramono/detikSulsel)
Makassar -

Suku Bugis merupakan salah satu etnis terbesar di Sulawesi Selatan. Ada banyak keberagaman budaya dan adat istiadat dalam suku Bugis, salah satunya adalah tarian yang dimiliki.

Suku Bugis sendiri pernah tercatat memiliki 98 jenis tarian tradisional. Sayangnya sebagian besar diantaranya sudah punah dan tidak pernah lagi ditampilkan.

Tari dalam Bahasa Bugis disebut sere, jaga, joge, katia dan sajo. Masing-masing sebutan ini digunakan berdasarkan jenis tariannya. Misalnya, kata sere digunakan untuk menyebut tarian sakral, jaga untuk tarian istana, atau jogek untuk tarian yang sifatnya menghibur.(1)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah untuk mengetahui lebih lanjut, berikut ulasan lengkap tentang tarian suku Bugis dalam berbagai acara mulai dari penyambutan hingga ritual upacara adat.

Yuk disimak!

ADVERTISEMENT

Tari Paddupa

Tari PaddupaTari Paddupa (Foto: Pariwisata Kepulauan Selayar)

Tari Paduppa merupakan jenis tarian selamat datang yang digunakan untuk menyambut tamu dalam suatu acara penting. Penarinya terdiri dari perempuan yang memakai baju bodo, hiasan rambut atau bando, anting, dan piringan lengan.

Penari pada awalnya membawa properti berupa dupa. Namun seiring perkembangan zaman, dupa diganti dengan bosara yang diisi beras atau kembang.

Tarian Paduppa memberikan gambaran bahwa orang Bugis selalu menyuguhkan makanan menggunakan bosara ketika kedatangan tamu kehormatan. Bosara sendiri merupakan sebuah piring khas suku Bugis-Makassar. Piring ini digunakan untuk menyajikan kue-kue tradisional untuk tamu.(2)

Tari Pakkuru Sumange'

Pakkuru dalam bahasa Bugis berarti pemanggil, sedangkan sumange' berarti sukma. Sehingga tari Pakkuru Sumange' dapat diartikan sebagai tarian yang memanggil sukma.

Tarian ini umumnya ditampilkan dalam penyambutan tamu, kekeluargaan, dan tuan rumah. Selain itu, tari tradisional ini juga menjadi simbol meminta doa restu ketika akan menyelenggarakan suatu acara seperti pernikahan atau festival budaya.

Penarinya terdiri dari 6 orang perempuan yang mengenakan baju bodo, sarung sutera, dan aksesori seperti bando bunga, anting, kalung dan gelang. Properti tarinya menggunakan beras yang menyimbolkan sumber kehidupan masyarakat, kapas dan kemiri yang menyimbolkan hasil bumi, serta lilin yang memiliki makna menata masa depan yang cemerlang.(3)

Tari Pattenung

Tari PattennungTari Pattennung (Foto: Instagram Disbudpar Prov Sulsel)

Tari Pattennung adalah tari kreasi yang terinspirasi dari kegiatan menenun masyarakat Bugis. Gerakannya menggambarkan proses menenun dari benang hingga menjadi sarung sutera.

Karena menggambarkan proses menenun, maka tarian ini memiliki tujuh gerakan dasar yang terdiri dari:

  1. Monu, yaitu kegiatan memasak kapas dan ditarik-tarik sehingga menjadi benang.
  2. Mapali, yaitu proses memintal dan merapikan kapas yang telah dimasak menjadi benang.
  3. Macello, merupakan kegiatan mencelupkan benang ke dalam pewarna.
  4. Riassoi, proses menjemur benang yang telah diwarnai.
  5. Masau, di mana benang yang sudah dijemur akan digulung sebelum digunakan untuk ditenun.
  6. Apparisi, adalah proses memasukkan satu per satu benang ke dalam sisir tenun untuk selanjutnya akan dilakukan penenunan.
  7. Mattennung, proses memintal benang menjadi kain khas.

Tarian ini dibawakan oleh enam orang penari. Busananya menggunakan baju bodo dan juga aksesoris seperti bunga warna-warni, bangkarak (anting), geno (kalung berantai), sima (gelang pangkal lengan), ponto (hiasan pergelangan tangan).(4)

Tari Bissu atau Tari Maggiri

Tari Bissu MaggiriTari Bissu Maggiri (Foto: PKBI Sulawesi Selatan)

Tari Bissu merupakan tarian yang dibawakan oleh sekelompok calabai. Calabai dalam Suku Bugis adalah wanita-pria (waria) atau wanita-adam (wadam) yang telah melalui seleksi ketat dan upacara khusus.

Mereka melakukan tarian ini ketika musim menanam padi, upacara kematian raja, upacara pelantikan raja, perkawinan raja dan ketika wabah penyakit melanda negeri. Pelaksanaan acaranya dapat berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.

Tari Bissu dimulai dengan gerak khusus yang disebut ma'dewata. Gerakan ini diiringi mantra dan alat musik tradisional. Semakin lama, gerakan tariannya akan semakin tidak menentu.

Ketika tiba di puncak tarian, para penari menusukkan diri menggunakan keris. Beberapa penari yang dikatakan mencapai puncak fana al fana, bahkan akan mencabut kerisnya dan menusukkannya di bagian tubuh lain seperti leher, dada, perut dan pelipis.

Penari umumnya mengenakan pakaian Bissu yang terdiri dari jas tertutup, celana panjang, sarung antalasa, selendang, cinde, tali bannang, passapu dengan sekuntum kembang dan keris yang diselipkan di dalamnya.

Tari Salonreng

Tari SalonrengTari Salonreng (Foto: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Banyak dikenal berasal dari Makassar, tari passalonreng atau salonreng ditemukan di desa Ara, kabupaten Bulukumba. Daerah ini merupakan tempat peralihan bahasa Bugis dan bahasa Makassar.

Dalam versi desa Ara, Tarian Salonreng dibawakan oleh lima orang perempuan dan satu orang laki-laki. Tariannya dipentaskan dalam upacara pernikahan untuk masyarakat yang mampu.

Makna dari tarian ini melukiskan budi dan perangai yang baik, ketenangan, ketabahan, persatuan, serta kepatuhan dalam norma hukum. Tarian ini juga sebagai bentuk perwujudan harapan mendapatkan keturunan yang baik dan saleh.

Tari Passere atau Sere

Sere dapat diartikan mondar-mandir tidak tentu arah. Gerakan tersebut kemudian dikorelasikan ke dalam bentuk tarian.

Tarian Passere merupakan peninggalan dari kerajaan Bulo-Bulo dan Todong, yang saat ini menjadi Kabupaten Sinjai. Penarinya dapat terdiri dari beberapa pria dan wanita, yang dipimpin seorang dukun (sanro) atau Bissu.

Penari akan menggunakan baju bodo, sarung bercorak garis hitam-merah, serta perhiasan. Mereka menggunakan perlengkapan kipas bundar yang disebut simpa, keris, dan selendang. Sedangkan sanro menggunakan baju labbu dan sarung.

Tari Passere termasuk ke dalam tarian pemujaan kepada Tuhan YME. Tari ini dibagi ke dalam beberapa jenis yang dibedakan berdasarkan pelaksanaannya. Misalnya, ada tari Passere yang dilakukan ketika suatu daerah dilanda penyakit, atau Passere ketika musim panen tiba.

Tari Pajaga

Penampilan Tari Pajaga Makkunrai di Istana NegaraPenampilan Tari Pajaga Makkunrai di Istana Negara (Foto: Pemerintah Kota Tegal)

Pajaga dalam Bahasa Bugis berarti penjaga atau pengawal. Tari Pajaga termasuk ritual yang menghubungkan manusia dengan para dewa. Selain itu, tarian ini juga ditampilkan sebagai bentuk pemujaan kepada raja.

Tarian ini ditemukan di kerajaan Luwu dan beberapa kerajaan Bugis lainnya. Penarinya terdiri dari 6 atau 12 orang. Namun ada juga yang melakukannya hanya 2 orang atau bahkan 40 orang.

Tarian ini memiliki banyak versi dan gerakan berdasarkan wilayah dan penarinya. Di antaranya ada Tari Pajaga Boneballa Anakdara (tarian putri istana), Pajaga Lelangbata Tulolo (tarian putra istana), Pajaga Lili dan Pajaga lainnya.(1)

Tari Pajoge

Tari Pajoge Makkunrai BoneTari Pajoge Makkunrai Bone Foto: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pajoge berasal dari kata joge yang berarti menari. Tarian pajoge banyak dikenal di daerah Watampone dan daerah lainnya yang berdekatan dengan pusat Kerajaan Bone.

Tarian ini termasuk ke dalam tarian rakyat yang dibawakan oleh gadis kalangan biasa. Kelompok penari umumnya dibentuk oleh tokoh masyarakat dari kalangan bangsawan.

Dalam satu kelompok, penari biasanya terdiri 12 orang pajoge. Mereka akan mengenakan baju bodo atau pakambang, jungge di kepala, anting, kalung hingga gelang.

Pertunjukan ini dulunya menjadi hiburan untuk keluarga raja atau ditampilkan di kediaman ningrat lainnya. Para penari akan menari sambil membawa kapur sirih untuk penonton yang dipilihnya. Kemudian penonton yang terpilih akan maju ke depan dan menari bersama gadis tersebut.

Tari Pajoge terbagi menjadi dua jenis berdasarkan penarinya. Pajoge Makkunrai jika penarinya adalah sekelompok gadis. Sedangkan Pajoge Angkong untuk penari yang berasal dari kaum wadam.(1)(5)

Sumber:

  1. Buku Tari Daerah Bugis oleh Halilintar Lathief dan Niniek Sumiani HL.
  2. Jurnal Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Tari Paduppa Khas Masyarakat Suku Bugis Makassar dalam Penyambutan Tamu.
  3. Jurnal UIN Raden Fatah Palembang, Perkembangan Tari Pakkuru Sumange' Pada Masyarakat Suku Bugis Di Desa Sungsang II Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin.
  4. Jurnal Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan, Tari Pattennung di Sulawesi Selatan
  5. Laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pajoge Makkunrai Bone



(edr/edr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads