Sebanyak 1.300 tenaga Tugas Pembantuan Operasi dan Pemeliharaan (TPOP) terancam gagal mengikuti seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2024 lingkup Pemprov Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka meminta pemerintah memperjuangkan nasibnya bisa diakomodir dalam rekrutmen ASN setelah lama mengabdi sebagai pegawai non-ASN.
Curahan hati tenaga TPOP itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa di kantor Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang (SDA CKTR) Sulsel di Jalan AP Pettarani, Makassar, Senin (14/10/2024). Mereka menuntut pertanggungjawaban pemerintah memperhatikan kesejahteraannya.
"Kami butuh kepastian untuk mengikuti seleksi PPPK," ungkap salah satu perwakilan TPOP, Gideon kepada wartawan di lokasi demonstrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gideon mengatakan mereka sulit mendaftar seleksi PPPK karena terkendala persoalan administrasi. Hal ini karena adanya ketidaksesuaian antara SK dan database kepegawaian.
SK pengangkatan TPOP dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Peumahan Rakyat (PUPR), sementara database TPOP disebut tercatat di Pemprov Sulsel. Perbedaan itu membuat tenaga TPOP tidak bisa mendaftar pada formasi PPPK lingkup Pemprov Sulsel.
"Kami kurang lebih 1.300 di Sulsel yang tidak diikutkan seleksi pada Oktober ini," tuturnya.
Dia berharap Pemprov Sulsel bisa mengubah database yang dimaksud sehingga tenaga TPOP bisa mendaftar seleksi PPPK lingkup Pemprov Sulsel. Gideon berharap pengalaman kerja juga menjadi pertimbangan.
Pasalnya ada banyak di antara mereka telah mengabdi sebagai tenaga TPOP selama 15 tahun. Mereka juga khawatir dengan adanya informasi yang beredar jika tenaga TPOP akan dihapuskan pada 2025 mendatang.
"Pemindahan database itu harus dilakukan sehingga dibuka formasinya," ucap Gideon.
Kepala Dinas SDA CKTR Sulsel, Andi Darmawan Bintang mengaku hanya bisa memfasilitasi pegawai non-ASN lingkup Pemprov Sulsel ikut seleksi PPPK. Sementara TPOP merupakan pegawai non-ASN dari satuan kerja di bawah naungan Kementerian PUPR.
"Khususnya untuk penerimaan PPPK di Sulsel adalah pegawai yang dipekerjakan oleh Pemprov Sulsel. Otomatis yang dibiayai oleh APBD. Sementara, rekan-rekan dari TPOP, yang mempekerjakan mereka adalah Kementerian PUPR," papar Darmawan Bintang.
Dia menyebut tenaga TPOP yang ada di Sulsel sebelumnya sebanyak 1.600 orang. Namun 600 orang di antaranya sudah diambil alih atau surat keputusan (SK) pengangkatannya sebagai pegawai non-ASN yang dikeluarkan Kementerian PUPR.
"Jadi, (yang 600 orang) sudah melekat di kementerian. Sementara, yang 1.300 orang tetap melekat di satuan kerja di bawah Dinas SDA, Cipta Karya, dan Tata Ruang Sulsel," tuturnya.
"Mereka (tenaga TPOP) bekerja di bawah kewenangan pemerintah pusat. Semua yang berkaitan dengan kepegawaian mereka, itu tetap menjadi kebijakan pemerintah pusat," tambah Darmawan Bintang.
Atas kondisi itu, Darmawan Bintang mengaku sulit mengakomodir tenaga TPOP untuk ikut seleksi PPPK pada formasi Dinas SDA CKTR Sulsel. Pasalnya database tenaga TPOP yang tercatat di Badan Kepegawaian Negara (BKN) bukan sebagai pegawai Pemprov Sulsel.
"Pengalihan database itu adalah kewenangan pemerintah pusat. Sebab, database mereka waktunya di daftar, kan, ada di BKN. Makanya, saya bilang, saya tidak mempunyai kekuatan untuk memindahkan kecuali ada kebijakan nasional," jelasnya.
Namun pihaknya telah mengkonsultasikan hal ini ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Pemprov Sulsel tetap berupaya agar tenaga TPOP tetap bisa mengikuti seleksi PPPK dengan syarat tertentu.
"Kita sudah mengirimkan, terutama database-nya teman-teman TPOP, apakah mereka bisa mendaftar PPPK sampai 19 Oktober ini atau ada hal lain yang menjadi kebijakan," pungkas Darmawan Bintang.
(sar/hsr)