Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengungkap banjir dan longsor yang terjadi di 2 kecamatan diakibatkan aktivitas pembukaan lahan secara masif. Kondisi itu membuat kondisi lingkungan menjadi labil.
"Pendapat saya ada perubahan alam dan lingkungan. Lahan di dataran tinggi (banyak) yang ditanami tanaman-tanaman produktif sehingga membuat daya ikat tanah menjadi menurun," kata Kepala Pelaksana BPBD Pinrang Rhommy RM Manule kepada detikSulsel, Sabtu (11/5/2024).
Dia mengungkap daerah atau lahan di dataran pegunungan di Pinrang, terutama yang berbatasan dengan Enrekang dan Mamasa dalam kondisi yang labil. Akibatnya, mudah terjadi longsor yang sulit diprediksi saat terjadi hujan deras atau cuaca buruk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi pada umumnya, dataran tinggi antara batas Pinrang-Enrekang, Pinrang-Mamasa jenis tanahnya itu tanah labil memang. Jadi mudah terjadi longsor, ditambah tadi ada aktivitas menanam tanaman di dataran tinggi," imbuhnya.
Ke depan kata dia, harus ada upaya dan tindakan tegas yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah kondisi ini terus terjadi. Utamanya dengan melakukan gerakan penghijauan dan memperketat izin untuk pembukaan lahan.
"Jagung yang membuat, bukan lagi gundul tapi botak karena serapan tanah, tingkat kesuburan sudah menurun. Ke depan menurut saya dalam rangka mempertahankan ekosistem lingkungan, harus dikembalikan harus dilakukan gerakan penghijauan dan membatasi pembukaan lahan secara masif lagi," tegasnya.
Diketahui, berdasarkan data terbaru yang dirilis BPBD Pinrang, hujan deras yang terjadi pada Rabu (8/5) lalu mengakibatkan dua desa yakni Desa Ulusaddang, Kecamatan Lembang dan Desa Kaseralau, Kecamatan Batulappa terdampak. Sekitar 60-an rumah terendam banjir dan terdampak longsor dan dua rumah di antaranya rusak berat.
"Untuk saat ini kondisi sudah pulih dan aktivitas sudah normal. Kami juga menyalurkan sebagian bantuan ke warga yang terdampak," jelasnya.
(asm/hsr)