Badan Bank Tanah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mengimbau warga untuk tidak beraktivitas di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di sekitar areal Ibu Kota Nusantara (IKN). Imbauan itu untuk mengantisipasi indikasi tindakan penguasaan lahan yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Project Team Leader Badan Bank Tanah PPU Moh Syafran Zamzami mengatakan sudah ada indikasi penguasaan lahan di areal tersebut. Hal itu dilihat dari munculnya pondok-pondok nonpermanen di sekitar areal IKN.
"Lokasi pondok-pondok nonpermanen tersebut tersebar di beberapa area pengembangan HPL Badan Bank Tanah," kata Syafran kepada detikcom, Sabtu (23/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pondok-pondok yang dimaksud, kata dia, berdiri secara tak beraturan di atas HPL Bank Tanah PPU. Pondok itu diduga sengaja dibangun oknum mafia tanah untuk menguasai tanah negara tanpa iktikad baik. Selain itu, juga banyak bermunculan tanda-tanda berupa patok yang baru dipasang di sekitar areal tersebut.
"Indikasi penguasaan tidak dengan iktikad baik oleh oknum-oknum tersebut, dapat diidentifikasi dengan adanya kegiatan seperti penebangan pohon sawit, dan diganti dengan tanaman baru, adanya pondok-pondok yang dibangun untuk menandakan penguasaan terhadap lahan tertentu. Serta, adanya patok batas yang dipasang untuk mengklaim penguasaan tersebut," paparnya.
Syafran menambahkan, lokasi-lokasi HPL yang dikelola Bank Tanah PPU memang merupakan areal strategis yang dapat memunculkan dinamika di tengah masyarakat. Sehingga, kata dia, areal tersebut dikhawatirkan telah memancing oknum-oknum tertentu untuk memanfaatkannya.
"Kami memahami bahwa saat ini lokasi HPL Badan Bank Tanah merupakan lokasi yang sangat strategis, sehingga terdapat dinamika kompleks di masyarakat yang dapat mengarah pada upaya-upaya penguasaan tanah dan tindakan sewenang-wenang dari oknum. Namun, kami tegaskan bahwa segala kegiatan Badan Bank Tanah dilakukan dengan pendekatan yang humanis dan melibatkan semua pihak terkait," ungkapnya.
Imbauan yang dikeluarkan Badan Bank Tanah ini juga sekaligus menanggapi surat yang beredar di grup WhatsApp dan menyebutkan ada pihak-pihak yang terintimidasi. Pesan yang tersebar itu juga menjelaskan status lahan yang dimiliki warga merupakan tanah perwatasan yang dimanfaatkan sejak tahun 1979.
"Sebanyak 30 orang petani yang memiliki kebun di wilayah Maridan mendapati surat dari Bank Tanah yang menghimbau kepada para petani untuk mengosongkan lahan yang masuk HPL Bank Tanah. Padahal tanah yang dikuasai oleh warga dan digunakan untuk bercocok tanam adalah tanah yang memiliki bukti kepemilikan tanah perwatasan sejak tahun 1979," tulis pesan tersebut.
Menanggapi hal itu, Bank Tanah menjelaskan imbauan tersebut dikeluarkan sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 64 tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah. Tujuannya yaitu melakukan penataan kawasan dengan pengelolaan tanah negara dalam program reformasi agraria.
"Dari 4.162 hektare lahan yang telah menjadi HPL Badan Bank Tanah, seluas 1.873 hektare telah kami siapkan untuk program Reforma Agraria. Lahan tersebut akan diberikan untuk masyarakat dengan penentuan subjeknya diverifikasi oleh GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria) yang diketuai oleh Bupati. Sehingga, pemenuhan hak-hak masyarakat telah kita akomodasi," tutur Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/3).
Melalui foto surat imbauan bernomor S-107/Ddn-BTI/PPU/III/2024 itu, Bank Tanah memberikan dua poin imbauan penting. Salah satunya yakni untuk tak melakukan aktivitas di kawasan HPL yang dikelola pihaknya.
"Mengimbau untuk tidak melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di atas HPL Badan Bank Tanah, apabila tidak mengindahkan himbauan ini, maka kami menganggap Bapak/Ibu telah menggunakan tanah HPL Badan Bank Tanah tanpa izin yang sah yang dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku," tulis poin imbauan pertama dalam surat yang tersebar tersebut.
"Bahwa dalam rangka penataan Kawasan Badan Bank Tanah akan segera dilakukan penertiban terhadap bangunan/pondok atau segala sesuatu yang ditanam di atas lahan HPL Badan Bank Tanah," bunyi poin kedua dalam surat imbauan.
(asm/ata)