Apa Itu Tahun Kabisat? Begini Arti, Sejarah, hingga Cara Menghitungnya

Apa Itu Tahun Kabisat? Begini Arti, Sejarah, hingga Cara Menghitungnya

Edward Ridwan - detikSulsel
Kamis, 29 Feb 2024 13:38 WIB
Tahun kabisat 2024
Foto: Getty Images/Gam1983
Makassar -

Tahukah detikers, tahun 2024 ini merupakan tahun kabisat? Lantas apa itu tahun kabisat, seperti apa contohnya, dan bagaimana cara menghitungnya?

Bulan Februari tahun ini memiliki jumlah hari sebanyak 29 hari. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana bulan Februari hanya berjumlah 28 hari.

Karena itulah tahun 2024 ini disebut sebagai tahun kabisat. Tapi mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa tahun kabisat terjadi di bulan Februari?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dan bagaimana nasib orang-orang yang lahir di tanggal 29 Februari? Apakah ulang tahunnya hanya 4 tahun sekali?

Yuk kita bahas penjelasan lengkap tentang keunikan tahun kabisat berikut ini!

ADVERTISEMENT

Apa Arti Tahun Kabisat?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tahun kabisat adalah tahun yang lamanya 366 hari, karena bulan Februari di tahun tersebut terdiri dari 29 hari. Fenomena tahun kabisat ini terjadi setiap 4 tahun sekali.

Pada tahun-tahun biasanya, jika kita menghitung jumlah hari dari bulan Januari hingga bulan Desember, maka kita akan mendapati sebanyak 365 hari. Namun, setiap 4 tahun sekali terjadi penambahan 1 hari pada akhir bulan Februari sehingga jumlahnya menjadi 366 hari.

Contoh tahun kabisat adalah tahun 2012, 2016, 2020, 2024, 2028, 2032 dan seterusnya.

Mengapa Tahun Kabisat Terjadi 4 Tahun Sekali?

Sebagian orang mungkin bertanya, kenapa harus ada tahun kabisat? Apa penyebab terjadinya tahun kabisat dan mengapa tahun kabisat terjadi setiap 4 tahun sekali?

Ternyata, hal ini sesuai dengan perhitungan waktu Bumi mengelilingi Matahari.

Dikutip dari laman resmi NASA, perhitungan 1 tahun dalam kalender adalah waktu yang dibutuhkan Bumi mengelilingi Matahari. Sementara 1 hari adalah waktu yang dibutuhkan Bumi berputar dalam porosnya.

Perputaran Bumi Mengelilingi Matahari dan porosnyaPerputaran Bumi Mengelilingi Matahari dan porosnya Foto: Nasa

Selama ini kita tahu Bumi membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 365 hari untuk mengelilingi Matahari. Namun waktu 365 hari ini ternyata adalah waktu yang dibulatkan.

Sebenarnya, waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi Matahari adalah 365 hari ditambah 6 jam (1/4 hari). Lebih detail lagi, National Air and Space Museum menyebutkan waktunya adalah 365 hari 5 jam 48 menit 56 detik.

Karena itu, kelebihan waktu 6 jam ini diakumulasi setiap 4 tahun menjadi 1 hari tambahan. Dengan demikian, setiap 4 tahun terjadilah penambahan 1 hari pada bulan Februari menjadi 29 hari.

Kalender Kabisat FebruariKalender Kabisat Februari Foto: Nasa

Mengapa Tahun Kabisat itu Penting?

Dari sini maka jelaslah bahwa tahun kabisat sebenarnya merupakan akumulasi 1/4 hari (6 jam) dalam 4 tahun sehingga menjadi 1 hari (24 jam). Perhitungannya, 6 jam dikali 4 tahun sama dengan 24 jam (1 hari).

Namun, kenapa kelebihan 6 jam itu harus tetap dihitung? Kenapa tidak dibulatkan saja semuanya menjadi 365 hari?

Dikutip dari laman National Geographic Society, tahun kabisat penting agar kalender kita tetap sesuai dengan waktu perputaran Bumi. Ini khususnya terkait dengan perhitungan musim setiap tahunnya.

Meskipun 6 jam dalam setahun itu terdengar tidak begitu banyak, namun jika terus-terusan diabaikan maka akan ada tahun di mana kita kesulitan memprediksi musim.

Misalnya, para petani akan mulai bercocok tanam pada bulan November karena bulan itu diprediksi akan terjadi musim hujan.

Namun, jika tidak ada tahun kabisat, maka kita akan kehilangan 1/4 hari setiap tahunnya. Sehingga akan ada tahun di mana musim hujan tidak terjadi di November melainkan bergeser di bulan April atau bulan lainnya.

Dengan adanya tahun kabisat, perhitungan kita mengenai musim akan tetap sejalan dengan waktu dan kondisi alam yang terjadi.

Sejarah Tahun Kabisat

Dikutip dari laman Live Science, gagasan tentang tahun kabisat dimulai pada tahun 45 Sebelum Masehi. Kala itu, Kaisar Romawi Julius Caesar menetapkan kalender Julian yang terdiri dari 365 hari dalam 12 bulan.

Kalender ini dibuat untuk menyempurnakan sistem penanggalan masyarakat yang sebelumnya masih berantakan dan tidak teratur. Kalender Julian ini sudah mencakup tahun kabisat setiap 4 tahun sekali.

Selama bertahun-tahun kalender Julian ini berjalan dengan baik. Namun pada pertengahan abad ke-16, para astronom memperhatikan bahwa terjadi pergeseran hari 10 hari lebih awal dari biasanya.

Misalnya hari Paskah yang biasanya terjadi pada hari minggu pertama setelah bulan purnama, kini tidak lagi dibarengi dengan ekuinoks musim semi.

Untuk mengatasi hal ini, Paus Gregorius XIII pun memperkenalkan kalender Gregorian pada tahun 1582. Kalender ini hampir sama dengan kalender Julian namun dengan beberapa pengecualian tahun kabisat untuk sebagian besar tahun keseratus (awal abad).

Awalnya kalender ini hanya digunakan oleh negara-negara Katolik. Namun seiring waktu banyaknya sistem penanggalan yang menyimpang di berbagai negara, akhirnya kalender inipun diadopsi di banyak negara seperti Inggris Raya pada tahun 1752.

Hingga saat inilah kalender Gregorian ini digunakan di seluruh dunia sebagai kalender Masehi. Namun di masa depan, kalender ini mungkin saja perlu dilakukan evaluasi ulang lantaran belum sepenuhnya sinkron dengan tahun Matahari.

Mengapa Hari Kabisat Terjadi pada 29 Februari?

Pada abad ke-8 SM, kalender Romawi hanya terdiri dari 10 bulan. Mulai dari bulan Maret dan berakhir pada bulan Desember.

Musim dingin pun diabaikan dan tidak ada bulan yang menandainya. Hal ini membuat jumlah hari dalam setahun hanya berjumlah 304 hari, dan itu tidak sesuai dengan waktu perputaran Bumi pada Matahari.

Kalender Romawi kala itu terlihat seperti ini:

  • Martius (31 hari) - untuk menghormati Mars
  • Aprilis (30 hari) - untuk menghormati Fortuna (kemudian Venus atau Aphros Yunani)
  • Maius (31 hari) - untuk menghormati Maia
  • Iunius (30 hari) - untuk menghormati Juno
  • Quintilis (31 hari) - bulan kelima
  • Sextilis (30 hari) - bulan keenam
  • September (30 hari) - bulan ketujuh
  • Oktober (31 hari) - bulan kedelapan
  • November (30 hari) - bulan kesembilan
  • Desember (30 hari) - bulan ke 10

Pada tahun 713 SM, Raja Roma kedua Numa Pompilius merevolusi sistem kalender dan menambahkan dua bulan baru, yakni Ianuarius untuk menghormati Janus dan Februarius untuk festival penyucian bulan Februari.

Kala itu, bulan Februari menjadi bulan terakhir dalam kalender 1 tahun dan memiliki jumlah hari yang paling sedikit.

Ketika Paus Gregorian XIII menambahkan hari kabisat ke dalam kalender Gregorian pada tahun 1582, ia pun memilih bulan Februari karena merupakan bulan terpendek.

Cara Menghitung Tahun Kabisat

Meskipun umumnya tahun kabisat terjadi setiap 4 tahun sekali, namun hal ini tidak selamanya benar. Mengutip dari laman Departemen Matematika IPB, tahun kabisat tidak dihitung pada tahun pergantian abad misalnya, tahun 1700, 1800, dan 1900, 2100.

Sebagian orang keliru menghitung tahun kabisat. Kebanyakan orang hanya mengira tahun kabisat hanya dibagi 4 saja. Padahal ini adalah pemahaman keliru pada era sistem kalender Julian.

Pada sistem kalender Julian, masih terdapat kelebihan 11 menit dari perhitungan astronomi yang sesungguhnya. Sehingga setiap 128 tahun akan berlebih lagi sebanyak 1 hari. Atau setiap 400 tahun akan terdapat kelebihan 3 hari.

Inilah yang disempurnakan pada sistem kalender Gregorian. Setiap 400 tahun, jumlah tahun kabisat harus dikurangi sebanyak 3 hari menjadi 97 kali tahun kabisat.

Dengan demikian rumusan tahun kabisat yang benar adalah "tahun yang habis dibagi 4, kecuali untuk tahun awal abad baru seperti 1900, 2000, 2100, 2200, dan seterusnya".

Dikutip dari laman resmi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), berikut algoritma cara perhitungan tahun kabisat yang lebih mudah dipahami:

  • Jika tahun tersebut habis dibagi dengan angka 400, maka tahun itu adalah tahun kabisat
  • Jika tahun itu tidak habis dibagi dengan angka 400, namun malah habis dibagi angka 100, maka tahun tersebut bukanlah tahun kabisat
  • Jika tahun tersebut tidak habis dibagi 400 ataupun 100, namun habis dibagi dengan angka 4 maka tahun itu adalah tahun kabisat
  • Jika tahun tersebut tidak habis dibagi 400, 100, maupun 4, maka dipastikan tahun itu bukanlah tahun kabisat.

Contoh Perhitungan Tahun Kabisat

Biar lebih mudah, mari kita bahas contoh perhitungan tahun kabisat berikut ini:

  1. Kita ambil contoh tahun 2024
  2. Untuk menentukan apakah tahun tersebut adalah tahun kabisat atau bukan, maka kita coba bagi tahun tersebut dengan angka 400. Hasilnya adalah 5,06.
  3. Selanjutnya kita cek apakah tahun tersebut habis dibagi 100. 2024 dibagi 100 hasilnya adalah 20,24.
  4. Lanjut, kita coba bagi dengan angka 4. Hasilnya adalah 506.

Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa tahun 2024 tidak habis dibagi 400 karena tersisa 0,06 di belakang angka 5. Tahun 2024 juga tidak habis dibagi 100 karena ada kelebihan 0,24.

Akan tetapi tahun 2024 habis dibagi angka 4 yakni 506 tanpa koma. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tahun 2024 adalah tahun kabisat.

Berbeda dengan contoh tahun 2100. Tahun tersebut dibagi 400 adalah 5,25. Jika dibagi dengan 100 hasilnya 21 tanpa koma. Sehingga tahun 2100 bukanlah merupakan tahun kabisat.

Bagaimana dengan Orang yang Lahir 29 Februari?

Salah satu pertanyaan yang banyak ditanyakan adalah bagaimana dengan orang yang tanggal lahirnya bertepatan dengan tahun Kabisat (29 Februari)?

Apakah mereka hanya bisa merayakan ulang tahun setiap 4 tahun sekali? Apakah itu berarti usianya jauh lebih muda dari teman-teman seangkatannya?

Jika detikers kebetulan lahir pada hari kabisat 29 Februari, bukan berarti Anda hanya bisa merayakan ulang tahun setiap 4 tahun sekali. detikers bisa merayakan ulang tahun setiap tahunnya pada tanggal 1 Maret dan tetap bertambah tua seperti kita semua.

Nah, demikianlah penjelasan lengkap tentang tahun kabisat. Jadi lebih paham kan, detikers?




(edr/urw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads