Sebagaimana diketahui, Islam memiliki sistem penanggalan sendiri yang disebut Kalender Hijriah. Namun dalam kehidupan sehari-hari, mayoritas masyarakat dunia termasuk di Indonesia lebih akrab dengan sistem penanggalan menggunakan Kalender Gregorian atau kalender Masehi.
Lantas timbul pertanyaan, apakah umat Islam boleh menggunakan kalender Masehi? Pertanyaan ini muncul tatkala umat muslim diperhadapkan cara menyikapi pergantian tahun baru.
Kalender merupakan daftar hari dan bulan dalam setahun. Kalender Hijriah dan Masehi memiliki karakteristik yang berbeda baik dari penamaan bulan maupun jumlah hari dalam setahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, bagaimana hukumnya ketika umat muslim menggunakan kalender Masehi dalam kesehariannya? Berikut ini penjelasannya yang dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber.
Disimak ya!
Hukum Menggunakan Kalender Masehi dalam Islam
Terkait hukum menggunakan Kalender Masehi dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian menghukuminya haram, sementara sebagian lainnya membolehkan.
Mengutip dari situs muslim.or.id, pengajar Ma'had Al Ilmi Yogyakarta Ustaz Sa'id Abu Ukkasyah menyebut Hukum asal penggunaan kalender Masehi adalah haram. Alasannya karena hal itu dinilai bentuk tasyabbuh atau menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka yang membedakan mereka dengan kaum mukminin atau orang-orang beriman.(1)
Selain itu kalender Masehi adalah simbol dan syiar agama Nashara (Nasrani). Hal ini ditandai dari sebagian besar nama-nama bulan di dalam kalender Masehi adalah nama berhala atau nama-nama kaisar/pembesar orang-orang kafir alias Romawi.
Dengan demikian, Ustaz Said yang juga Pengajar Islamic Center Baitul Muhsinin (ICBM) Medari Yogyakarta ini menyimpulkan menggunakan kalender Masehi dianggap ikut mensyiarkan simbol dan syiar tersebut.
Hukum menggunakan kalender Masehi juga diatur dalam Fatawa Al-Lajnah Al-Da'imah Arab Saudi yang dikepalai oleh Syekh Abdul-Aziz bin Baz. Berikut penjelasan terkait fatwa itu:
Pertanyaan: "Apa hukum berinteraksi dengan kalender Masehi dengan orang-orang yang tidak mengetahui kalender Hijriah, seperti kaum muslimin non-Arab atau orang-orang kafir mitra kerja?"
Jawab: Tidak boleh bagi kaum muslimin menggunakan kalender Masehi karena sesungguhnya hal tersebut merupakan bentuk tasyabbuh orang-orang nashara dan termasuk syi'ar agama mereka. Sebenarnya kaum Muslimin, walhamdulillah, telah memiliki kalender yang telah mencukupi diri mereka yang mengaitkan mereka dengan Nabi mereka Muhammad SAW, sekaligus ini merupakan kemuliaan yang besar. Namun apabila ada suatu kebutuhan yang sangat mendesak maka boleh menggabung kedua kalender tersebut.
Namun ada beberapa kaidah hukum darurat yang membolehkan kalender Masehi bisa digunakan. Sebagai contoh, jika seseorang tinggal di negara di negara yang peraturannya wajib menggunakan kalender Masehi dan dilarang menggunakan kalender Hijriah.
Dengan begitu, dia berkewajiban mengingkari semampunya dengan mempertimbangkan maslahat (kebaikan) dan mudharat (bahaya) dengan bimbingan ulama. Namun jika tidak ada larangan, tetap mengutamakan kalender hijriah.
Sementara Pengurus Cabang (PC) Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Malang Rosidin menilai kalender Masehi atau Kalender hijriah tidak bisa diklaim 'milik pribadi' suatu agama. Keduanya disebut 'kalender bersama' karena digunakan sebagai standar penanggalan di seluruh dunia, seperti penanggalan Tionghoa dan Saka.(2)
Secara implisit, kalender Masehi yang sistemnya mengacu pada matahari dan kalender yang merujuk pada revolusi bulan, diakui dalam Al-Quran. Hal tersebut tertuang dalam Surah Yunus Ayat 5, yakni:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ ٥
Artinya: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui."
Adapun ayat lain yang mendukung tertuang dalam Surah Al-Kahfi Ayat 25:
وَلَبِثُوْا فِيْ كَهْفِهِمْ ثَلٰثَ مِائَةٍ سِنِيْنَ وَازْدَادُوْا تِسْعًا ٢٥
Artinya: "Mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun."
Ayat tersebut tentang kisah Ashabul Kahfi yang tertidur selama 300 tahun menurut kalender Masehi, atau 309 tahun menurut kalender Hijiriah. Karena selisih antara kalender Masehi dengan kalender Hijriah adalah 9 tahun untuk setiap 300 tahun. Wallahu a'lam.
Sejarah Kalender Hijriah dan Masehi
Sejarah Kalender Hijriah
Asal muasal atau sejarah kalender Hijriah ini dijelaskan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul-Baari. Sejarah kalender Islam diawali ketika Gubernur Abu Musa Al-Asyari mengirimkan surat kepada Khalifah Umar Bin Khattab pada tahun 17 Hijriyah yang mengungkapkan kebingungannya perihal surat yang tidak memiliki tahun.(3)
Pada masa itu, umat muslim masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam dalam menggunakan penanggalan yaitu menuliskan sebatas bulan dan tanggal tanpa tahun di dalamnya. Situasi itu menyulitkan sang gubernur saat melakukan pengarsipan dokumen.
Atas keresahan itu, muncullah gagasan awal untuk menetapkan kalender Islam. Kebingungan Abu Musa al-Asy'ari lantas ditindaklanjuti Khalifah Umar dengan membentuk tim penyusun kalender Islam yang terdiri dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf RA, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam RA, Sa'ad bin Waqqas, serta Thalhah bin Ubaidillah.
Penentuan tahun pertama saat itu berjalan alot lantaran sebagian ada yang mengusulkan dimulai di Tahun Gajah, yaitu waktu kelahiran Nabi. Sementara yang lain mengusulkan di tahun wafatnya Nabi, adapula menyarankan di tahun pengangkatan menjadi Rasul, hingga opsi di tahun hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah.
Usulan peristiwa hijrah Rasulullah SAW yang diusulkan Ali bin Abi Thalib pun yang disepakati. Pendapat itu dianggap sebagai peristiwa besar bagi Islam yang mana hijrah merupakan simbol perpindahan masa jahiliyah ke masyarakat madani.
Setelah awal tahun disepakati, selanjutnya dibahas bulan pertama yang mengawali tahun Islam. Usulan bulan Rabi' al-Awwal diajukan sebagai awal bulan untuk memulai tahun dengan alasan Rasulullah SAW hijrah pada bulan tersebut, namun usulan ini ditolak.
Khalifah Umar lantas mengusulkan bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam susunan tahun Hijriyah. Pendapat itu didukung oleh Utsman bin Affan. Alasan lain pemilihan bulan Muharram karena momen itu merupakan permulaan hijrah dimulai.
Khalifah Umar menyebutkan wacana hijrah dimulai setelah beberapa sahabat membaiat Nabi yang dilaksanakan pada penghujung bulan Dzulhijjah. Adapun bulan yang muncul setelah Dzulhijjah yaitu bulan Muharram. Atas hal itu, Muharram dipilih serta disepakati menjadi bulan pembuka dalam tahun hijriyah.
Sejarah Kalender Masehi
Kalender masehi yang juga dikenal dengan Gregorian Calendar pertama kali dikenalkan pada tahun 1582 di benua Eropa. Merujuk Encyclopedia Britannica, sistem kalender Masehi menggunakan hitungan waktu perputaran Bumi terhadap Matahari.(4)
Sebelum kalender Masehi, beberapa bangsa lebih dulu menggunakan kalender Julian (Julian Calendar). Dilansir dari Live Science, astronom Romawi menghitung waktu yang dibutuhkan Bumi untuk berputar mengelilingi Matahari hingga didapatkan angka 365,25 hari.
Perhitungan ini berpengaruh pada musim yang datang lebih lambat. Julius Caesar lalu menambahkan satu hari di bulan Februari setiap 4 tahun sekali. Penanggalan ini kemudian dinamai dengan Julian Calendar.
Selang beberapa lama digunakan, ada kesalahan perhitungan dalam Julian Calendar. Pada tahun 1570-an, didapatkan fakta Julian Calendar melenceng dari tanggal matahari sebanyak 10 hari setelah ada ketidaksinkronan dengan musim dalam setahun.
Penanggalan Julian Calendar dikhawatirkan akan membuat hari Paskah terus menjauh dari tanggal seharusnya. Kekhawatiran itu membuat Paus Gregorius XIII menetapkan sistem penanggalan yang baru yang dikenal sebagai Gregorian Calendar atau kalender Masehi.
Melansir dari Vox.com, Paus Gregorius XIII bersama dengan ahli fisika Aloysius Lilius, dan ahli astronomi Christopher Clavius mengembangkan kalender ini selama 5 tahun. Dalam Gregorian Calendar, penambahan hari setiap 4 tahun sekali dihapuskan dan sistem kabisat berlaku empat tahun sekali kecuali tahun yang tidak habis dibagi 400.
Jadi, tahun kabisat jatuh pada tahun 2000, tapi tidak di 1900, 1800, atau 1700. Paus Gregorius XIII juga memindahkan tahun baru yang semula 25 Maret menjadi 1 Januari.
Meski sempat ditolak, penanggalan ini akhirnya diterima di negara-negara penganut Kristen Katolik. Setelah diperkenalkan, Italia, Spanyol, dan Portugal akhirnya juga menggunakan kalender Masehi ini.
Dilansir dari situs History.com, Inggris dan Amerika baru menggunakan kalender Masehi pada 1752. Hingga kini, Gregorian Calendar atau kalender Masehi masih menjadi sistem penanggalan yang digunakan di banyak negara.
Perbedaan Kalender Masehi dan Hijriah
Secara umum, kalender Masehi mendasarkan penghitungan pada peredaran Bumi mengitari Matahari. Sementara kalender Hijriah penetapannya mengacu pada peredaran Bulan mengitari Bumi. (5)
Ahli Ilmu Falak NU KH Shofiyulloh menjelaskan kalender Masehi menyatakan panjang satu tahunnya berdasarkan siklus tropis matahari, yaitu 365,2222 hari. Dalam satu tahun dibagi menjadi 12 bulan.
Jumlah hari tiap bulan juga berbeda, yakni 31 hari, Februari 28/29 hari, Maret 31 hari, April 30 hari, Mei 31 hari, Juni 30, Juli 31 hari, Agustus 31 hari, September 30 hari, Oktober 31 hari, November 30 hari, dan Desember 31 hari. Jumlah hari dalam sebulan merupakan aturan baku.
"Khusus Februari kalau saat tahun basithah umur bulan 28, saat tahun kabisat 29 hari. Dalam tahun masehi gregori setiap 4 tahun sekali ada tahun kabisat. Penting, tahun abad (ratusan atau ribuan) baru dianggap tahun kabisat jika habis dibagi 400 tahun," sebut KH Shofiyullah.
Ketua Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur ini melanjutkan, kalender Hijriah adalah kalender yang dalam menentukan panjang satu tahunnya berdasarkan 12 kali siklus sinodis bulan. Siklus sinodis bulan bervariasi, rata-ratanya 29,53 hari.
Siklus itu membuat umur bulan dalam satu bulan hijriah terkadang 29 hari, terkadang 30 hari, tergantung apakah saat tanggal 29 hilal terlihat atau tidak.
"Kalau terlihat, bulan sebelumnya berumur 29 hari. Kalau tanggal 29 hilal tidak terlihat maka harus istikmal sehingga bulan sebelumnya tersebut berumur 30 hari. Dalam setahun umur harinya terkadang 354 hari, terkadang 355 hari," jelas KH Syohifulloh.
Adapun nama-nama bulan dalam kalender Hijiriah, yakni Muharram, Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqaidah, dan Dzulhijjah.
Nah, demikianlah penjelasan terkait hukum menggunakan kalender Masehi bagi umat Islam. Semoga menjawab rasa penasaran kalian ya, detikers!
Sumber:
- Situs muslim.or.id: Benarkah Penggunaan Kalender Masehi Dalam Keadaan Tertentu Dibolehkan?
- Situs NU Online: Menjernihkan Fatwa Hukum Tahun Baru
- Situs MUI Online: Sejarah Penanggalan Hijriyah serta Kemuliaan Muharram Sebagai Awal Tahun Islam
- Situs Guru Dikdas Kemdikbud: Tahun Baru Semangat Baru
- Situs NU Online: Perbedaan Kalender Hijriah dan Masehi
(sar/urw)