Surat Al-Isra Ayat 1: Arab, Latin, Terjemahan, Tafsir dan Kandungannya

Surat Al-Isra Ayat 1: Arab, Latin, Terjemahan, Tafsir dan Kandungannya

Niken Dwi Sitoningrum - detikSulsel
Kamis, 08 Feb 2024 11:00 WIB
al quran
Foto: iStock
Makassar -

Peristiwa Isra Miraj diterangkan salah satunya dalam AL-Quran Surat Al-Isra ayat 1. Lantas, bagaimana bunyi, tafsir dan kandungan ayat tersebut?

Isra Miraj adalah momentum bersejarah penting bagi umat Muslim. Sebab, pada peristiwa itu Nabi Muhammad SAW melalui perjalanan luar biasa menuju Sidratul Muntaha dan mendapatkan perintah untuk beribadah shalat lima waktu.

Perintah ini pun kini dijalankan oleh seluruh umat Muslim di berbagai belahan dunia. Oleh karenanya, detikers sebagai umat Muslim juga perlu mengetahui makna yang terkandung dalam Surat Al-Isra ayat 1 yang dikaitkan pada peristiwa Isra Miraj tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini detikSulsel telah merangkum penjelasan tentang Surat Al-Isra ayat 1, mulai dari bahasa Arab hingga tafsir dan kandungan dalam ayat tersebut. Simak yuk!

Surat Al-Isra Ayat 1: Arab Latin, dan Artinya

Berikut ini Surat Al-Isra ayat 1 dalam Arab dan latinnya, yakni:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Arab Latin: sub-ḫânalladzî asrâ bi'abdihî lailam minal-masjidil-ḫarâmi ilal-masjidil-aqshalladzî bâraknâ ḫaulahû linuriyahû min âyâtinâ, innahû huwas-samî'ul-bashîr

"Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Tafsir dan Kandungan Surat Al-Isra Ayat 1

Mengutip laman resmi Nahdlatul Ulama, berikut ini tafsir Surat Al-Isra ayat 1 dan kandungan di dalamnya.

Tafsir Wajiz

Pada akhir Surah an-Nahl mengandung pesan kepada Nabi Muhammad agar bersabar dan tidak bersedih hati disebabkan tipu daya dan penolakan orang-orang yang menentang dakwahnya. Di saat beliau mengalami kesulitan menghadapi orang-orang kafir yang menolak dakwahnya, ayat pertama dari surah ini menyatakan bahwa beliau mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah, di mana Allah memperjalankannya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsha dan memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan dan kebesaranNya.

Ayat pertama ini menyatakan, Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya, yakni Nabi Muhammad, pada malam hari dari Masjidilharam, yang berada di Mekah ke Masjidil Aqsa, yang berada di Palestina, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, dengan tanahnya yang subur yang menghasilkan aneka tanaman dan buah-buahan serta menjadi tempat turunnya para nabi, agar kami perlihatkan kepadanya dengan mata kepala atau mata hati sebagian dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia, yaitu Allah adalah Maha Mendengar perkataan hamba-Nya, Maha Mengetahui tingkah laku dan perbuatannya.

Tafsir Tahlili

Allah swt menyatakan kemahasucian-Nya dengan firman "subhana", agar manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat keagungan-Nya yang tiada tara. Ungkapan itu juga sebagai pernyataan tentang sifat kebesaran-Nya yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam, dengan perjalanan yang sangat cepat.

Allah swt memulai firman-Nya dengan "subhana" dalam ayat ini, dan di beberapa ayat yang lain, sebagai pertanda bahwa ayat itu mengandung peristiwa luar biasa yang hanya dapat terlaksana karena iradah dan kekuasaan-Nya.

Dari kata asra' dapat dipahami bahwa Isra' Nabi Muhammad saw terjadi di waktu malam hari, karena kata asra dalam bahasa Arab berarti perjalanan di malam hari. Penyebutan lailan, dengan bentuk isim nakirah, yang berarti "malam hari", adalah untuk menggambarkan bahwa kejadian Isra' itu mengambil waktu malam yang singkat dan juga untuk menguatkan pengertian bahwa peristiwa Isra' itu memang benar-benar terjadi di malam hari.

Allah swt meng-isra'-kan hamba-Nya di malam hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan waktu yang paling baik untuk beribadah kepada-Nya. Perkataan 'abdihi (hamba-Nya) dalam ayat ini maksudnya ialah Nabi Muhammad saw yang telah terpilih sebagai nabi yang terakhir. Beliau telah mendapat perintah untuk melakukan perjalanan malam, sebagai penghormatan kepadanya.

Dalam ayat ini tidak diterangkan waktunya secara pasti, baik waktu keberangkatan maupun kepulangan Nabi Muhammad saw kembali ke tempat tinggalnya di Mekah. Hanya saja yang diterangkan bahwa Isra' Nabi Muhammad saw dimulai dari Masjidilharam, yaitu masjid yang terkenal karena Kabah (Baitullah) terletak di dalamnya, menuju Masjidil Aqsa yang berada di Baitul Makdis. Masjid itu disebut Masjidil Aqsa yang berarti "terjauh", karena letaknya jauh dari kota Mekah.

Selanjutnya Allah swt menjelaskan bahwa Masjidil Aqsa dan daerah-daerah sekitarnya mendapat berkah Allah karena menjadi tempat turun wahyu kepada para nabi. Tanahnya disuburkan, sehingga menjadi daerah yang makmur.

Di samping itu, masjid tersebut termasuk di antara masjid yang menjadi tempat peribadatan para nabi dan tempat tinggal mereka. Sesudah itu, Allah menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad saw diperjalankan pada malam hari, yaitu untuk memperlihatkan kepada Nabi tanda-tanda kebesaran-Nya.

Tanda-tanda itu disaksikan oleh Muhammad saw dalam perjalanannya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga, ketabahan hati dalam menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa luasnya jagat raya serta alangkah Agungnya Allah Maha Pencipta. Pengalaman-pengalaman baru yang disaksikan Nabi Muhammad sangat berguna untuk memantapkan hati beliau menghadapi berbagai macam rintangan dari kaumnya, dan meyakini kebenaran wahyu Allah, baik yang telah diterima maupun yang akan diterimanya.

Di akhir ayat ini, Allah swt menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar bisikan batin para hamba-Nya dan Maha Melihat semua perbuatan mereka. Tak ada detak jantung, ataupun gerakan tubuh dari seluruh makhluk yang ada di antara langit dan bumi ini yang lepas dari pengamatan-Nya.

Ayat ini menyebutkan terjadinya peristiwa Isra', yaitu perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa di waktu malam. Sedangkan peristiwa Mi'raj, yaitu naiknya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha (Mustawa) tidak diisyaratkan oleh ayat ini, tetapi diisyaratkan dalam Surah an-Najm.

Hampir seluruh ahli tafsir berpendapat bahwa peristiwa Isra' terjadi setelah Nabi Muhammad diutus menjadi rasul. Peristiwanya terjadi satu tahun sebelum hijrah. Demikian menurut Imam az-Zuhri, Ibnu Sa'ad, dan lain-lainnya.

Imam Nawawi pun memastikan demikian. Bahkan menurut Ibnu hazm, peristiwa Isra' itu terjadi di bulan Rajab tahun kedua belas setelah pengangkatan Muhammad menjadi nabi. Sedangkan al-hafidh 'Abdul Gani al-Maqdisi memilih pendapat yang mengatakan bahwa Isra' dan Mi'raj tersebut terjadi pada 27 Rajab, dengan alasan pada waktu itulah masyarakat melaksanakannya.

Adapun hadis-hadis yang menjelaskan terjadinya Isra' itu sebagai berikut:

Pertama: Anas bin Malik menuturkan bahwa pada malam diperjalankannya Rasulullah saw dari Masjidilharam, datanglah kepadanya tiga orang pada saat sebelum turunnya wahyu, sedangkan Rasul pada waktu itu sedang tidur di Masjidilharam. Kemudian berkatalah orang yang pertama, "Siapakah dia ini?" Kemudian orang kedua menjawab, "Dia adalah orang yang terbaik di antara mereka (kaumnya)." Setelah itu berkatalah orang ketiga, "Ambillah orang yang terbaik itu." Pada malam itu Nabi tidak mengetahui siapa mereka, sehingga mereka datang kepada Nabi di malam yang lain dalam keadaan matanya tidur sedangkan hatinya tidak tidur. Demikianlah para nabi, meskipun mata mereka terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur.

Sesudah itu rombongan tadi tidak berbicara sedikit pun kepada Nabi hingga mereka membawa Nabi dan meletakkannya di sekitar sumur Zamzam. Di antara mereka ada Jibril yang menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah bagian tubuh, antara leher sampai ke hatinya, sehingga kosonglah dadanya.

Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi dengan air Zamzam dengan menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau. Kemudian Jibril membawa bejana dari emas yang berisi iman dan hikmah. Kemudian dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada beliau dan urat-urat tenggorokannya lalu ditutupnya kembali. (Riwayat al-Bukhari)

Kedua: Bahwa Nabi saw bersabda, "Tiba-tiba datang kepadaku seseorang (Jibril). Kemudian ia membedah dan mengeluarkan hatiku. Setelah itu dibawalah kepadaku bejana yang terbuat dari emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku. Setelah itu menuangkan isi bejana itu kepadaku. Kemudian hatiku dikembalikannya seperti sediakala". (Riwayat al-Bukhari dari Sa'sha'ah)

Ketiga: Bahwa Rasulullah saw bersabda, "Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih besar dari himar, dan lebih kecil dari bigal. Ia melangkahkan kakinya sejauh pandangan mata. Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku sehingga sampai ke Baitul Makdis. Kemudian saya mengikatnya pada tempat para nabi mengikatkan kendaraannya. Kemudian saya salat dua rakaat di dalamnya, lalu saya keluar. Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah bejana yang berisi minuman keras (khamar) dan sebuah lagi berisi susu; lalu saya pilih yang berisi susu, lantas Jibril berkata, "Engkau telah memilih fitrah sebagai pilihan yang benar." (Riwayat Ahmad dari Anas bin Malik)

Dari hadis-hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad diperjalankan pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa atas izin Allah di bawah bimbingan malaikat Jibril. Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan pada malam itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-Nya. Perjalanan itu dilakukan dengan mengendarai Buraq yang mempunyai kecepatan luar biasa sehingga Isra' dan Mi'raj hanya memerlu-kan waktu kurang dari satu malam.

Dalam ayat ini tidak dijelaskan secara terperinci, apakah Nabi saw Isra' dengan roh dan jasadnya, ataukah rohnya saja. Itulah sebabnya para mufasir berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Mayoritas mereka berpendapat bahwa Isra' dilakukan dengan roh dan jasad dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan tidur.

Mereka itu mengajukan beberapa alasan untuk menguatkan pendapatnya di antaranya:

  1. Kata subhana menunjukkan adanya peristiwa yang hebat. Jika Nabi di-isra'-kan dalam keadaan tidur, tidak perlu diungkapkan dengan meng-gunakan ayat yang didahului dengan tasbih.
  2. Andaikata Isra' itu dilakukan dalam keadaan tidur, tentulah orang Quraisy tidak dengan serta merta mendustakannya. Banyaknya orang muslim yang murtad kembali karena peristiwa Isra' menunjukkan bahwa peristiwa itu bukanlah hal yang biasa. Kata-kata Ummu Hani yang melarang Nabi menceritakan kepada siapapun pengalaman-pengalaman yang dialami ketika Isra' agar mereka tidak menganggap Nabi saw berdusta, juga menguatkan bahwa Isra' itu dilakukan Nabi dengan roh dan jasadnya. Peristiwa ini yang menyebabkan Abu Bakar diberi gelar as-shiddiq karena dia membenarkan Nabi, dengan cepat dan tanpa ragu, ber-Isra' dengan roh dan jasadnya, sedangkan orang-orang lain berat menerimanya.
  3. Firman Allah yang menggunakan bi'abdihi menunjukkan bahwa Nabi Isra' dengan roh dan jasad karena kata seorang hamba mengacu pada kesatuan jasad dan roh. Perkataan Ibnu 'Abbas bahwa orang-orang Arab menggunakan kata ru'ya dalam arti penglihatan mata, maka kata ru'ya yang tersebut dalam firman Allah berikut ini mesti dipahami sebagai penglihatan dengan mata. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (al-Isra'/17: 60)
  4. Yang diperlihatkan kepada Nabi waktu Isra' dan Mi'raj adalah penglihatan mata yang mungkin terjadi karena kecepatan yang serupa telah dibuktikan oleh manusia dengan teknologi modern. Beberapa mufassir yang lain berpendapat bahwa Isra' dilakukan Nabi dengan rohnya saja. Mereka ini menguatkan pendapatnya dengan perkataan Mu'awiyah bin Abi Sufyan ketika ditanya tentang Isra' Nabi Muhammad saw, beliau menjawab: Isra Nabi itu adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah. Pendapat yang mengatakan bahwa Isra' hanya dilakukan dengan roh saja lemah, karena sanad hadis yang dijadikan hujjah atau pegangan tidak jelas.

Tafsir Ibnu Katsir dan al-Maraghi

Selain tafsir-tafsir di atas, berikut ini tafsir yang dikutip dari laman Majelis Ulama Indonesia mengenai Surat Al-Isra ayat 1 yaitu:

Pertama, pengakuan atas keagungan dan kuasa Allah ta'ala, Tuhan semesta alam. Dalam Tafsir Alquran al-'Azhim, Ibnu Katsir menjelaskan pada permulaan ayat 1 surat Al Isra, Allah Ta'ala memuji diri-Nya sendiri, mengagungkan kedudukan-Nya, sebab kekuasaan-Nya atas apa yang tidak dikuasai siapa pun selain Dia.

Oleh karena itu, tidak ada Tuhan selain diri-Nya yang mampu memperjalankan hamba-Nya (Rasulullah) dalam suatu malam dari Masjidil Haram yang berada di Makkah ke Masjid Al Aqsa yang berada di Baitul Maqdis.

Senada dengan pendapat Ibnu Katsir, al-Maraghi dalam kitab Tafsirnya berpendapat peristiwa Isra Miraj menjadi sanggahan terhadap kesucian Allah SWT yang di sangka oleh orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa Allah SWT memiliki sekutu di antara makhluk-Nya, serta mempunyai istri dan anak.

Kedua, hiburan bagi Rasulullah SAW setelah melewati Tahun Kesedihan ('Amul Huzni). Dalam sejarah kehidupan Rasulullah (Sirah Nabawiyah) SAW, sebelum terjadinya peristiwa Isra Miraj, Rasulullah SAW mengalami keadaan duka cita yang amat mendalam.

Beliau ditinggal sang istri, Khadijah yang sepanjang hayatnya setia menemani perjuangan lika-liku dakwah Rasulullah SAW.
Khadijah juga merupakan orang pertama yang mengimani kenabian Rasulullah SAW.

Tak berhenti sampai di situ, perjuangan nyata Khadijah dibuktikannya dengan membela dan menghibur Rasulullah SAW dari orang-orang yang mencemoohnya.

Selain sang istri, dalam tahun ini pula Rasulullah SAW ditinggal pamannya sendiri, Abu Thalib yang sangat melindungi perjuangan dakwahnya. Kematian dua orang paling penting bagi Rasulullah inilah disebut dengan tahun kesedihan ('Amul Huzni).

Dalam keadaan duka cita dan semakin banyaknya intimidasi orang-orang kafir Quraisy yang diterima Rasulullah SAW tersebut, Allah SWT "menghibur" Rasulullah SAW dengan memperjalankan beliau, sampai kepada langit ketujuh dan menemui-Nya. Pada peristiwa ini pula diperintahkannya shalat lima waktu bagi umat Muslim.

Ketiga, peristiwa untuk meneguhkan keimanan umat Muslim. Peristiwa Isra Miraj yang hingga kini seringkali diperingati oleh sebagian besar kaum Muslimin, pada dasarnya sebagai memotivasi dan penyemangat untuk meneguhkan keimanan. Peristiwa besar dan ajaib atas kuasa Allah SWT tersebut harus diyakini sebagai mukjizat bagi Rasulullah SAW.

Dalam peristiwa ini pula Allah SWT mengajarkan bahwasanya setiap kesulitan yang dihadapi manusia, apabila dilalui dengan kesabaran, kepasrahan, serta berupaya untuk melaluinya niscaya akan diberikan jalan keluar.

Penghiburan yang Allah SWT berikan kepada Rasulullah SWT merupakan bukti tersirat setiap kesulitan akan ada kemudahan dan hikmah bagi mereka yang sanggup melaluinya dengan baik. Bersabar bukan berarti tidak mengerahkan daya dan upaya.

Bersabar dalam ujian dan cobaan justru yang lebih mendekatkan seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Sebagaimana perjalanan Rasulullah bertemu dengan Allah menuju langit ketujuh dalam peristiwa Isra Miraj.

Nah, itulah penjelasan tentang Surat Al-Isra ayat 1, mulai dari bahasa Arab hingga tafsir dan kandungan dalam ayat tersebut. Semoga bermanfaat ya, detikers!




(edr/urw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads