Ancaman KSPSI Akan Mogok Kerja Jika UMP Sulsel Naik Rp 49 Ribu Tidak Direvisi

Ancaman KSPSI Akan Mogok Kerja Jika UMP Sulsel Naik Rp 49 Ribu Tidak Direvisi

Ahmad Nurfajri Syahidallah - detikSulsel
Kamis, 23 Nov 2023 07:30 WIB
Ilustrasi Hari Buruh
Foto: Ilustrasi buruh mogok kerja. (Kiagoos Auliansyah)
Makassar -

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulawesi Selatan (KSPSI) menolak upah minimum provinsi (UMP) Sulsel tahun 2024 hanya naik Rp 49 ribu menjadi Rp 3,4 juta. Mereka mengancam mogok kerja jika nilai upah tersebut tidak direvisi menjadi lebih tinggi.

Diketahui, UMP Sulsel tahun 2024 ditetapkan Rp 3.434.298 berdasarkan SK Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin bernomor: 1671/12/2023/21.11.2023 per tangga 21 November 2023. UMP naik 1,45% dibandingkan UMP tahun 2023 senilai Rp 3.385.145.

"Kita masih beri kesempatan. Sesuai regulasi, ada peluang boleh direvisi meskipun sudah ditetapkan. Kalau 1 Januari, tetap kondisi seperti ini, tentu kami akan mempersiapkan mogok kerja," ucap Ketua KSPSI Sulsel Basri Abbas kepada detikSulsel, Rabu (22/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Basri mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan konsolidasi. KSPSI Sulsel akan melakukan aksi demonstrasi agar kebijakan itu diubah dan mengakomodir usulan buruh.

"Kita sekarang konsolidasi. Kalau bukan Jumat, Senin, kita tetap menyuarakan aksi damai. Sebelum jatuh tempo 1 Januari," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia menegaskan menolak formulasi perhitungan UMP mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 51 Nomor 2023 tentang Pengupahan. Seharusnya kata dia, penetapan upah minimum berdasarkan PP 78 tahun 2015.

"Kami tegaskan menyatakan menolak. Karena apa yang ditetapkan oleh Pj Gubernur berdasarkan PP 51 menjadi narasi pertimbangan untuk menetapkan UMP," ucapnya.

Bahtiar menilai rekomendasi serikat buruh yang diajukan ke Dewan Pengupahan Sulsel. Menurutnya permintaan agar diterapkan skema upah sundulan tidak dimasukkan dalam SK penetapan UMP.

"Diabaikannya surat rekomendasi serikat pekerja melalui aksi maupun Dewan Pengupahan. Yang menginginkan bahwa UMP memakai PP 78, ditambah dengan upah sundulan dan seterusnya. Itu yang kami minta agar dimasukkan di diktum," tambah Basri.

Pihaknya mendesak Pj Gubernur Sulsel Bahtiar mengevaluasi kebijakannya. Menurutnya, kenaikan UMP sebesar 1,45% tergolong kecil jika dibandingkan provinsi lain di Indonesia.

"Karena di seluruh Sulsel, kita terkecil memang. Kasihan Sulsel. Daerah lain bisa mencapai 5%. Bahkan Jawa Timur ada 6,8%. Padahal kan sama sebenarnya," ungkapnya.

Basri mengemukakan kenaikan 1,45% melukai perasaan buruh. Padahal UMP bisa lebih tinggi dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi Sulsel.

"Kenaikan 1,45% sangat melukai perasaan. Karena pertumbuhan ekonomi Sulsel sudah 4%. Sudah lewat pandemi. Ini rasanya kita pandemi kembali, seperti dulu," tutur Basri.

Basri lantas menuding Bahtiar berpihak kepada pengusaha dan oligarki. Dia menganggap Pj Gubernur Sulsel mengabaikan kepentingan rakyat, dalam hal ini buruh atau pekerja.

"Inilah menandakan bahwa Pj Gubernur ini, dia menjalankan apa perintah Jakarta saja. Tidak menggunakan hak diskresinya sebagai Pj Gubernur, (yang) merupakan wakil rakyat khususnya rakyat pekerja untuk menerima aspirasi," sebutnya.

"Inilah kondisi yang saya kira Pj Gubernur ini datang sebagai tukang stempel. Apa keinginan oligarki pemerintah pusat. Itu juga yang dia jalankan. Dia tidak mengevaluasi," tambah Bahtiar.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Saksikan Video 'Daftar UMP 2024 Se-Indonesia, Jakarta Tertinggi':

[Gambas:Video 20detik]



Sorotan Ekonom Unhas Terkait UMP

Pengamat ekonomi asal Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Marsuki DEA menilai kenaikan UMP Sulsel 2024 belum dianggap wajar. Dia beranggapan nilai upah yang ditetapkan hanya cukup untuk 2 kali makan sehari.

"Jadi kewajarannya, tentu belum. Karena hanya bisa menutupi belanja makan 2 kali dalam sehari saja. Belum ada pemenuhan kebutuhan lain. Jadi sewajarnya dan itupun paling minimal Rp 75 ribu," kata Marsuki kepada wartawan, Rabu (22/11).

Marsuki menilai kenaikan upah sebesar Rp 49 ribu dibanding UMP tahun 2023 belum bisa mendongkrak daya beli secara maksimal. Pasalnya nominalnya tergolong kecil.

"Memperhatikan besarnya, memang relatif masih terbatas. Sehingga mungkin dampaknya ke peningkatan daya beli belum memadai," tuturnya.

Menurutnya, nilai UMP bisa tembus di angka 8% jika menggunakan indikator inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kenaikannya pun bisa lebih tinggi selama pengusaha mau korban.

"Tapi tentu perlu pula memperhitungkan dari sisi kepentingan dunia usaha. Terutama risiko keadaan bisnisnya sekitar 2-3 persen sebagai pengurang revenue mereka. Jadi saat ini, sewajarnya kenaikan UMP tersebut rata-rata 7-8 persen," jelas Marsuki.

Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin mengatakan penetapan UMP Sulsel 2024 menindaklanjuti rekomendasi Dewan Pengupahan Sulsel. Pihaknya berdalih sudah mengambil opsi nilai tertinggi dari usulan antara pengusaha dan pekerja atau buruh.

"Keputusan ini kami ambil berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Sulsel dengan beberapa opsi. Dan kami mengambil opsi yang tertinggi. Mentok sudah," tutur Bahtiar di Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (21/11).

Bahtiar menegaskan penerapan UMP 2024 juga mengacu pada skema struktur dan skala upah (susu). Konsep ini diterapkan dengan mengakomodir usulan dari serikat pekerja atau buruh.

"Saya kira ini norma baru. Norma yang spesifik kita adopsi dari peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan aspirasi dari buruh," terang Bahtiar.

Dia menjelaskan penetapan upah ke depan mempertimbangkan masa kerja. Pihak perusahaan diwajibkan untuk menerapkan struktur dan skala upah tersebut.

"Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun dan seterusnya, pengusaha wajib menerapkan struktur dan skala upah. Itu yang spesifik pengaturannya kita angkat di 2024," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(sar/hsr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads