Nelayan bagan di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, mengeluhkan kondisi air laut yang diduga tercemar oli dari aktivitas tambang. Situasi ini mengakibatkan nelayan kesulitan menjaring ikan.
"Iya, (laut tercemar) oli. Kalau menurut orang dari Desa Buli Asal yang mangael (memancing) itu (pencemaran) so dari Sabtu kemarin tu oli," ujar nelayan bagan yang mendiami Pulau Belemsi, Feliks Sampel (41) kepada detikcom, Senin (20/11/2023).
Peristiwa itu terjadi di antara Pulau Belemsi dan Tanjung Buli atau 5 mil dari Desa Maba Pura, Halmahera Timur sejak Jumat (17/11) sekitar pukul 20.00 WIT. Feliks baru menyadari jika perairan sekitar tercemar saat kapal bagannya berlabuh di area tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Kejadian) pas torang (kami) berlabuh di selat pulau dan tanah besar (daratan) di depan Desa Maba Pura, karena posisi arus kan dari Maba Pura itu, nah malam itu baru (oli) lewat (mengalir) di torang pe bagan," tuturnya.
Feliks memperkirakan limbah tersebut berasal dari sekitar Mata Air Dokter. Namun dia belum memastikan sumber oli yang mencemari perairan itu.
"Orang bilang (sumber pencemaran) di sekitar Air Dokter itu. Itulah, torang (kami) berpikir apa dari perusahaan K, kapal K, (karena kejadian ini) sudah beberapa kali, kurang lebih 3-4 kali k apa kejadian ini nih," tuturnya.
Dia mengaku perairan yang tercemar oli kerap dilewati kapal perusahaan seperti tongkang dan tugboat. Kapal tersebut kerap berlalu-lalang mengangkut ore nikel di kawasan pesisir Tanjung Buli atau oleh masyarakat setempat disebut Epa, tepatnya di depan Desa Maba Pura.
"Iya, di situ memang kapal bamuat (mengangkut ore nikel) toh, di Epa (kawasan pesisir Tanjung Buli tepat di depan Desa Maba Pura), di Yudistira (perusahaan sub kontraktor PT Antam). Memang ada kapal-kapal tongkang, tugboat, kapal ekspor," jelas Feliks.
Feliks pun terpaksa memindahkan bagannya. Padahal lokasi awal kapal bagannya berlabuh adalah tempat ikan-ikan teri dan kembung berkumpul.
"Bagan itu kan kemarin baru berlabuh di situ. Tapi karena ada oli, jadi so bapindah. Iyo (di lokasi kapal berlabuh adalah tempat ikan) ngafi (teri), kombong (kembung), ada semua di situ," ujar Feliks.
Sementara warga Desa Maba Pura, Liong Korang (29) menduga pencemaran tersebut sudah berlangsung lama. Kemungkinan limbah yang diduga oli itu terendam air sehingga terjadi perubahan pada warna.
"Ternyata ini barang (oli) so banyak, mungkin oli so terendam lama jadi so berubah warna, yang tadinya warna hitam sekarang agak oranye, nanti torang (kami) pegang ramas baru dia punya warna hitam di dalam (keluar)," ujar Liong.
Liong mengaku akibat dari peristiwa itu para nelayan bagan mengalami kerugian. Pasalnya tangkapan ikan teri mereka menjadi berkurang.
"Iyo, (jaring) so tara (tidak) bisa pakai, karena nanti ikan juga ikut kena. Padahal malam itu sebenarnya ikan ngafi (teri) naik (ke permukaan) tebal (banyak), cuma dia tara (tidak) bisa putar (menggulung jaring). Karena kalau dia putar, ngafi (teri) juga ikut tercampur oli, kan nanti mubasir toh, buang-buang begitu," ucapnya.
Saat ini kata Liong, masih mencoba menyelidiki sumber limbah tersebut. Sejumlah rekannya yang bekerja di perusahaan tambang mengakui bahwa ada kebocoran.
"Cuma belum bisa dipastikan, karena harus turun investigasi dulu toh. Tapi memang di situ kawasan lingkar tambang, jadi barang itu (limbah) ya dari aktivitas perusahaan yang ada di situ," ujar Liong.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Halmahera Timur Harjon Gafur mengatakan dugaan pencemaran itu bukan persoalan banyaknya perusahaan yang beroperasi di kawasan Tanjung Buli. Namun pihaknya mengaitkan titik pencemaran itu dengan keberadaan beberapa perusahaan tambang di kawasan sekitar.
"Kalau di dekat Pulau Pakal itu berarti PT Antam, kalau di Tanjung Buli itu berarti PT SDA, terus kemudian PT MHA atau PT MJL yang di Pulau Mabuli. Jadi dia pe sumber muntahan ini (diduga) dari 4 perusahaan itu kalau (memang pencemaran) di antara situ, jadi kalau bukan PT MJL, PT SDA, atau dari Antam," kata Harjon saat dihubungi terpisah.
"Kalau dorang (nelayan) bilang arusnya dari dara (daratan) bawa kalao (ke laut) ya dua saja, kalau bukan dari PT SDA, (berarti) PT MJL. Cuma kan torang (kami) harus tahu dia punya (sumber) muntahannya toh," tambah Harjon.
Harjon mengaku masih akan membicarakan persoalan ini secara internal, meskipun pencemaran sudah terjadi beberapa waktu lalu. Sebab, pihaknya ingin tahu sumber pencemarannya berasal dari mana.
"Kita juga ingin tahu itu sumber (pencemaran) dari mana, tumpahan dari mana, dari aktivitas kegiatan tambang yang mana, apakah PT MHA di Tanjung Buli atau di PT MJL," katanya.
Lanjut Harjon, situasi bisa saja diduga terjadi karena ada yang membuang oli dari atas perahu di tengah laut, atau bahkan dari daratan. Sehingga mengalir hingga ke laut dan terbawa arus.
"Saya mau telusuri dulu ini sumber muntahan dari mana, kita mau tahu dulu. Setelah itu baru kita panggil dorang (mereka) terkait tata kelolanya bagaimana," imbuh Harjon.
(sar/ata)