Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan tidak ingin ikut campur terkait Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mengusut dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman. Mahfud juga tidak mau berspekulasi soal kemungkinan MKMK membatalkan putusan batas usia capres-cawapres.
Mahfud menyampaikan hal tersebut saat menghadiri acara National Leadership Camp dalam rangka Silatnas Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) di Aula Fakultas Kedokteran Unhas, Kamis (2/11). Mahfud menegaskan keputusan MKMK terkait putusan batas usia capres-cawapres di tangan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.
"Ya itu terserah pak Jimly. Kan dia berwenang memutus itu sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh hukum. Jadi kalau pak Jimly memutuskan itu, ya silakan boleh saja. Saya tidak akan ikut campur," kata Mahfud kepada wartawan, Kamis (2/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan itu, Mahfud justru mengungkit bahwa dirinya pernah memecat ketua MK Akil Mochtar kala menjadi ketua MKMK. Dia menyebut pemecatan Akil Mochtar dilakukan bersama Sekretaris MKMK Hikmahanto Juwana dan anggota lainnya Bagir Manan.
"Kalau saya sih dulu jadi MKMK saya pernah memecat orang Ketua MK Akil Mochtar. Itu dipecat oleh dewan etik," katanya.
"Saya waktu itu bersama Pak Bagir Manan lalu Hikmahanto Juwana itu menyatakan pidananya biar jalan, kasus hukum administrasi pidana jalan, tetapi etiknya sudah pasti bersalah," lanjut Mahfud.
Cawapres pasangan Ganjar Pranowo ini menyebut Ali Mochtar bahkan diberhentikan sebagai ketua MK sebelum proses pidana dijalankan. Karena memang sudah dipastikan Akil bersalah.
"Kita berhentikan sebelum proses hukum pidananya berjalan. Meskipun sudah ditahan, tetapi orang mengatakan loh, itukan pidana sudah pasti dihukum, masa cuma dihukum. Hukuman etik itu dijatuhkan sendiri, pidana juga dijatuhkan sendiri. Contohnya Pak Akil Mochtar dan Patrialis Akbar. Sudah pernah dilakukan," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengaku belum yakin pihaknya dapat membatalkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat capres dan cawapres. Dia menjelaskan ranah kewenangan MKMK hanya terkait kode etik hakim konstitusi.
"Kalau Anda tanya apakah saya sudah yakin, saya belum yakin. Kita ini ditugasi menegakkan kode etik perilaku hakim. Kok kita disuruh menilai putusan MK, itu bagaimana?" kata Jimly kepada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, dilansir dari detikNews, Kamis (2/11). Jimly menjawab pertanyaan apakah sidang yang digelar MKMK bisa membatalkan putusan atas gugatan batas usia capres dan cawapres beberapa waktu lalu.
Jimly meminta para pelapor dugaan pelanggaran etik meyakinkan MKMK saat sidang dengan argumen-argumen yang didasari logika hukum.
"Intinya, pertama, bagaimana Anda meyakinkan lembaga penegak kode etik, mengurusi perilaku para hakim, lalu membatalkan putusan," imbuh dia.
Soal pembatalan keputusan hakim MK tentang batas usia capres-cawapres, Jimly menuturkan pembatalan tak bisa dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat atau sekadar emosi.
"Saya sih mau saja, tapi kalau ngawur-ngawur, sekadar emosi, sekadar ini, kan nggak bisa. Harus dipertanggungjawabkan secara benar, secara hukum," lanjutnya.
(hsr/sar)