Polisi mengamankan 20 warga yang melakukan aksi menuntut plasma sawit ke PT Hamparan Mawasit Bangun Persada (HMBP) di Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng). Mereka ditangkap lantaran melawan dan menyerang petugas saat diminta menghentikan panen massal.
"Mereka mau melaksanakan panen massal, kita halau dan diimbau tidak lakukan panen massal, namun mereka melakukan perlawanan dengan membawa ketapel, melempar ketapel, batu dan sebagainya. Dari masyarakat tersebut ada yang sudah kita amankan sekitar 20 orang," ujar Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Erlan Munaji kepada detikcom, Sabtu malam (7/10/2023).
Erlan menyebut, dari 20 orang yang diamankan, 5 orang terindikasi sebagai pengguna narkoba. Selain itu pihaknya turut menyita sejumlah barang bukti yang digunakan untuk melakukan penyerangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Barang bukti diamankan) di situ ada senjata, bom molotov, dodos, egrek. Nah ini, setelah dilakukan pengecekan urine dari 20 orang tersebut ternyata 5 orang terindikasi positif narkoba," terangnya.
Erlan mengatakan, warga yang melakukan demo diduga merupakan masyarakat yang belum menerima kesepakatan pemberian lahan seluas 443 hektare. Sebab beberapa waktu sebelumnya, antara pihak perusahaan dan warga telah melakukan pertemuan.
"Sebenarnya sudah ada kesepakatan dari perusahaan dan masyarakat, ini yang jadi masalah masyarakat yang tidak setuju. Maka masyarakat yang tidak setuju inilah yang mencoba untuk mengganggu situasi kamtibmas dengan cara mau melaksanakan panen massal," terangnya.
Pertemuan itu pun disebut dihadiri oleh semua pihak, termasuk warga yang awalnya melakukan demo pada September 2023 lalu. Kemudian persetujuannya juga dilakukan menggunakan voting.
"Semuanya masyarakat itu kan dikumpulkan semua, dan ada voting. Dengan voting tersebut yang menyetujui lebih banyak daripada yang tidak menyetujui. Harusnya mereka yang tidak menyetujui harusnya legowo, menerima seyoganya, nah itulah yang menjadi permasalahannya," tuturnya.
"(Warga setuju) Iya 443 hektare dari 1.175 hektare, itu tadinya kan perusahaan maunya 240 hektare tapi masyarkat menuntut 443 dan sudah disepakati," tambahnya.
Pihaknya pun mengaku bingung dengan langkah sebagian warga yang masih berdemo. Harusnya, kata dia, masyarakat juga melakukan penyelesaian di internalnya.
"Sebenarnya mereka ini satu kelompok, cuma gak tau yah apakah ada kesepakatan atau tidak di antara mereka sehingga ada sebagian (demo) dan ini juga yang menjadi polemik bagi mereka sendiri, harusnya diselesaikan di antara mereka tapi di sini mereka melawan kita. Justru kami mau membantu juga dalam hal percepatan penyelesaiannya," jelasnya.
Saat ini pihak kepolisian masih melakukan penjagaan di sekitar wilayah Desa Bangkal pasca kericuhan terjadi. Sebanyak 500 personel dikerahkan untuk melakukan pengawasan.
"Sekitar 500 kurang lebih antara Polres Seruyan, Polda dan TNI, tentukan kita selalu waspada dan stand by di lokasi supaya masyarkat aman," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, demo warga di kebun sawit Seruyan berakhir ricuh. Tiga warga dilaporkan terkena tembakan, dengan satu orang tewas dan satu kritis.
Demo warga berlangsung di area perusahaan PT HMBP 1 di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya pada, Sabtu (7/10) sekitar pukul 12.00 WIB. Demo tersebut terkait permintaan plasma sawit dari PT HMBP.
"Korbannya ada 3. Dari 3 itu satu meninggal dunia, satunya sedang kritis, sedangkan satu lagi kita belum ketahui secara pasti. (Korban kritis) Sudah dirujuk dari Seruyan ke Palangka Raya," ujar Ketua Pelaksana Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng Ferdi Kurnianto kepada detikcom, Sabtu malam (7/10).
(asm/ata)