Larangan-larangan di Bulan Suro, Mitos Atau Fakta?

Larangan-larangan di Bulan Suro, Mitos Atau Fakta?

Abadi Tamrin - detikSulsel
Rabu, 19 Jul 2023 12:34 WIB
Tradisi malam satu Suro bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram. Malam satu Suro menandakan awal bulan pertama kalender Jawa. Apa itu malam satu Suro?
Foto: Getty Images/pictafolio
Makassar -

Menurut kebudayaan masyarakat Jawa, Suro adalah bulan sakral yang memiliki pantangan atau larangan. Lantas, apa saja larangan-larangan di Bulan Suro ini?

Suro merupakan bulan pertama dalam kalender Jawa. Bulan ini dipercaya dipenuhi oleh nasib buruk dan kesialan, sehingga masyarakat disarankan untuk bersikap hati-hati dan mawas diri supaya tidak tertimpa sial.

Lantas apakah larangan di bulan Suro itu mitos atau fakta? Berikut penjelasannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Larangan di Bulan Suro

Bulan Suro dalam penanggalan Jawa bertepatan dengan Muharram pada penanggalan Hijriyah. Istilah Suro sendiri diambil dari bahasa Arab, 'asyaro atau 'asyroh' yang berarti "hari kesepuluh".

Bagi kalangan sebagian umat muslim di Jawa muncul anggapan bahwa bulan Suro atau Muharram itu sebagai bulan sakral, angker, apes dan sebutan lain yang semakin membuat bulu kuduk merinding. (1)

ADVERTISEMENT

Larangan-larangan di Bulan Suro tersebut antara lain;

Dilarang Menggelar Pesta Pernikahan

Tidak diperkenankan menikah saat bulan Muharram atau Suro karena dipercaya mendatangkan malapetaka. Menurut catatan Serat Chentini, jika menikah di bulan Muharram maka setelah berumah tangga akan membuat pasangan memiliki banyak utang. Karenanya tak jarang orang menjauhi hajatan pernikahan di bulan tersebut.

Ada yang mengatakan bahwa bulan Muharram terkenal dengan bulannya priyayi. Dulu, hanya bangsa keraton yang dapat melangsungkan hajatan di bulan Muharram.

Bahkan yang paling tidak masuk akal, penguasa laut Selatan, Nyi Roro Kidul, konon sedang melaksanakan pernikahan. Keyakinan tersebut secara turun-temurun membuat masyarakat enggan melaksanakan pernikahan.

Makanya, masyarakat Jawa biasanya melaksanakan hajatan pernikahan pada bulan Dzulhijjah (besar). Bulan tersebut dipercaya sebagai bulan keselamatan. (2)

Dilarang Berbicara Kotor

Dalam Jurnal Universitas Islam Negeri Ar-Raniry yang berjudul 'Ritual Menyambut Bulan Suro pada Masyarakat Jawa', dijelaskan bahkan masyarakat Jawa beranggapan bahwa bulan Suro sebagai bulan yang baik tetapi sekaligus sebagai bulan yang penuh bahaya.

Yang dimaksud dengan bahaya di sini yaitu karena di bulan ini banyak pantangan atau larangan sehingga berbagai pantangan dan ritual mereka lakukan pada bulan Suro tersebut.

Selama bulan Suro harus mengontrol ucapan dari mulut kita agar mengucapkan hal-hal yang baik saja. Sebab dalam bulan Suro yang penuh terikat, doa-doa lebih mudah terwujud, dan harus lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dilarang Membuat dan Pindah Rumah

Masyarakat Jawa sangat mempercayai waktu baik dan waktu buruk, termasuk memulai pekerjaan besar seperti membangun rumah. Tidak hanya membangun rumah, pindahan rumah pun dari rumah lama ke rumah yang baru, harus dipilih waktu yang tepat.

Salah satu waktu yang dilarang untuk membangun rumah adalah bulan Suro. Hal ini untuk menjaga keselamatan penghuni rumah itu sendiri dari kesialan yang berkepanjangan.

Terkait dengan hal tersebut Prof KH Yahya Zainul Ma'arif Lc MA PhD dalam sebuah videonya di kanal Youtube Al Bahjah TV menjelaskan bahwa dalam Islam tidak ada aturan khusus mengenai waktu yang baik untuk membangun rumah.

"Semua bulan baik. Enggak usah Muharram, Rajab atau Puasa, yang penting yang bangun ikut puasa Ramadhan. Tidak ada yang begitu begitu," terang Buya Yahya

Buya Yahya menegaskan bahwa ketentuan tentang hari baik dan buruk semacam itu hanyalah mitos atau kepercayaan yang telah ada secara turun temurun. Menurutnya tidak ada ketakutan khusus pada hari-hari tertentu yang dapat mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan kita.

"Semua hari bagus kalau digunakan kebaikan. Kapan hari jelek? hari Anda bermaksiat, selesai," demikian Buya Yahya.

Dilarang Bepergian Jauh

Terlepas dari kesakralan dan kesucian bulan ini, masih ada umat Islam yang masih melestarikan kepercayaan tertentu yang diwarisi nenek moyang. Misalnya tidak boleh bepergian jauh karena termasuk bulan yang nahas.

Dalam Islam sikap tersebut tidaklah keluar dari dua hal yaitu mencela waktu dan beranggapan sial dengan waktu tertentu. Karena mengatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu.

Perlu kita ketahui bersama bahwa mencela waktu adalah kebiasaan orang-orang musyrik. Mereka menyatakan bahwa yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu. Allah pun mencela perbuatan mereka ini. Allah Ta'ala berfirman,

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

"Dan mereka berkata: 'Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)', dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS. Al Jatsiyah 45) (3)

Jadi, mencela waktu adalah sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah. Itulah kebiasaan orang musyrik dan hal ini berarti kebiasaan yang jelek.

Perlu diketahui bahwa bulan Muharram atau Suro adalah bulan yang mulia di sisi Allah SWT. Maka segala niat baik yang ingin dilaksanakan seperti menikah, menggelar acara, atau keluar rumah untuk beraktivitas tidak ada larangan untuk dilakukan.

Nah itulah penjelasan terkait larangan di bulan Suro. Semoga bermanfaat ya, detikers!

Sumber:

(1) Kemenag: 'Muharram, Bulan Sakral?'
(2) NU Online: 'Menikah di bulan Muharram Sumber Malapetaka?'
(3) Muslim.or.id: 'Bulan Suro dalam Persepsi Islam dan Masyarakat'




(ata/edr)

Hide Ads