Pemecatan delapan Panitia Pemungutan Suara (PPS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar gegara menemui bakal calon legislatif berbuntut panjang. Keputusan KPU Makassar itu dilawan mantan Ketua PPS Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate Israq Muhammad dengan melayangkan nota keberatan.
Nota keberatan itu dilayangkan kepada KPU Kota Makassar. Israq keberatan karena pemberian sanksi pemberhentian terhadap dirinya dan tujuh anggota PPS lainnya tidak sesuai prosedural.
"Kami diberhentikan menurut kami itu tidak sesuai dengan prosedur berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 337. Di situ kan diatur pedoman teknis penyelenggara pemilu tingkat PPK dan PPS, sampai KPPS, apabila terjadi pelanggaran," ungkap Israq saat dikonfirmasi detikSulsel, Senin (17/7/2023).
Menurutnya, berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 337 proses penindakan pelanggaran harus melalui sejumlah tahapan. Sementara saat dirinya diberhentikan tahapan itu tidak dilakukan oleh KPU Makassar, salah satunya sidang kode etik.
"Makanya menurut kami karena kami tidak pernah merasa disidang oleh KPU Kota Makassar, makanya dalam hal ini kami angkat dan kami menggugat prosedural itu," terangnya.
Israq lantas mengungkapkan saat dirinya dan tujuh anggota PPS lainnya diduga melanggar kode etik, mereka hanya diundang untuk melakukan klarifikasi. Tanpa melalui sidang kode etik, mereka kemudian diputuskan mendapat sanksi pemberhentian.
"Seharusnya kalau merujuk ke aturan harusnya diadakan prosedural yang sesuai. Mungkin diadakan klarifikasi, setelah klarifikasi kita mungkin dipanggil kembali untuk mengumpulkan bukti-bukti kami melanggar kode etik," ujarnya.
"Setelah itu ada prosedural kami diberhentikan sementara dulu. Gunanya itu menurut hasil kajian saya untuk diadakan sidang kode etik. Nah di situlah setelah sidang kode etik barulah KPU Kota Makassar bisa memberikan sanksi ke kita," imbuhnya.
Selain itu, Israq juga mengeluhkan proses klarifikasi yang dilakukan KPU Makassar hanya melalui daring. Berbeda saat mereka diperiksa Bawaslu Makassar dilakukan secara tatap muka langsung.
"Kami merasa hanya satu kali dipanggil klarifikasi, itu pun klarifikasi kami di KPU Kota Makassar itu berupa Zoom dan kami tidak ditanya seperti pertanyaan yang di Bawaslu. Kalau Bawaslu kami langsung tatap muka. Kami waktu di Zoom (klarifikasi KPU) disuruh gambarkan secara garis besar saja," katanya.
Jawaban KPU Makassar di halaman selanjutnya.
(asm/hsr)