Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengkritik rencana PT Vale Indonesia Tbk melakukan penambangan nikel di kawasan Pegunungan Lumereo atau Blok Tanamalia. Walhi menilai upaya tersebut mengancam sekitar 4.800 hektare lahan perkebunan merica di wilayah tersebut.
"Pada prinsipnya petani menolak keras rencana perluasan wilayah tambang itu," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Muhammad Al Amin kepada detikSulsel, Rabu (7/6/2023).
Al Amin mengatakan pihaknya sudah menerima keluhan petani sejak 2022 lalu terkait rencana perluasan tambang nikel PT Vale di Blok Tanamalia. Dia menilai penolakan itu kian masif sehingga pihaknya mulai memberikan atensi sejak tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan sejak tahun 2023 kita mulai melakukan pendampingan agar supaya kebun-kebun masyarakat tidak dirusak dan dihancurkan dan hutan-hutan sebagai penyangga kehidupan masyarakat dan ekosistem Danau Towuti itu tidak ditambang. Tambah lagi banyaknya flora dan fauna endemik Sulawesi yang menjadikan Pegunungan Lumereo sebagai habitatnya," kata Al Amin.
Al Amin mengatakan 4.800 hektare lahan perkebunan merica milik petani itu berada pada enam desa di Kecamatan Towuti, Luwu Timur. Enam desa ini yakni Desa Loeha, Ranteangin, Masiku, Bantilang, Tikalimbo dan Mahalona Raya.
Al Amin menyebut petani bisa menghasilkan tak kurang dari 20 ribu ton merica setiap tahunnya. Nilai ekonomi dari merica tidak kurang dari Rp 1 triliun per tahunnya.
"Itu belum termasuk (manfaat yang diterima) pelaku ekonomi lainnya, termasuk yang mendapat benefit dari merica masyarakat. Contohnya distributor pupuk, racun, pengepul bahkan eksportir," kata Al Amin
"Termasuk juga tenaga kerja harian, buruh-buruh harian yang setiap musim itu digaji oleh petani sebesar Rp 100-150 ribu. Artinya rata-rata buruh petani mendapat sekitar Rp 3 juta per bulan," katanya.
![]() |
PT Vale Diminta Lepaskan Blok Tanamalia
Al Amin mengatakan Pegunungan Lumereo dan perkebunan merica milik warga total memiliki luas 18.000 hektare. Dia pun meminta PT Vale menghapuskan wilayah konsesi tersebut.
"Jadi maksud kami Walhi dan Asosiasi Petani Loeha itu realistis permintaannya. Kalaupun meminta konsensi tambang di Pegunungan Lumerio dihapus-dihilangkan, saya kira Vale masih punya 100 ribu hektare konsesi yang menurut saya tidak akan membuat PT Vale akan rugi," kata Al Amin.
"Jadi ini bicara keadilan atas penghidupan, kalau perusahaan bisa mengakses 100 ribu-an hektare lahan, kenapa kebun-kebun merica petani ini tidak diakui atau diberi legalisasi atau dilindungi oleh negara. Karena kalau saya, menghapus 18.000 hektare konsesi PT Vale tidak akan merugikan perusahaan, mereka masih bisa beroperasi," lanjutnya.
Al Amin lantas menyinggung PT Vale yang menurutnya belum menemui masyarakat secara resmi. Dia juga mengkritik gaya komunikasi pihak perusahaan ke petani.
"Sejauh ini komunikasinya informal, bahkan sifatnya menghasut, menghasut dalam tanda kutip ya, mengajak masyarakat agar menyetujui atau merelakan kebun mericanya ke perusahaan," kata Al Amin.
"Yang saya lihat laporan dari masyarakat terkait komunikasi perusahaan seperti itu. Padahal yang kita minta adalah CEO PT Vale, ibu Febriani Edy itu membuka forum pertemuan atau konsultasi publik petani atau perempuan untuk mendengar langsung permintaan petani," katanya.
Al Amin mengatakan pihaknya dan petani tidak anti tambang. Dia mengatakan para petani hanya meminta keadilan.
"Penolakannya tidak didasarkan anti perusahaan atau anti tambang. Cuma lebih ke bagaimana masyarakat itu akan terancam hilang, kebun-kebun merica petani yang menjadi sumber kehidupan akan hilang dengan keberadaan tambang," katanya.
Klarifikasi PT Vale
Sementara itu, Head of Communications PT Vale Indonesia Tbk Bayu Aji mengatakan pihaknya akan selalu mengedepankan dialog dengan masyarakat, pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten dan pihak terkait lainnya mengenai konsesi di Blok Tanamalia. Dia juga menegaskan pihaknya akan memperhatikan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
"Perlu diketahui bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Wilayah PPKH yang merupakan kawasan hutan telah digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan penanaman lada," kata Bayu dalam keterangannya, Rabu (8/7).
Namun dia juga berjanji pihaknya terus melakukan sosialisasi agar mendapatkan akses di kebun warga pada titik kegiatan eksplorasi.
"Perseroan tidak melakukan kegiatan eksplorasi bila tidak mendapatkan akses dari penggarap lahan. Perseroan sangat menyayangkan adanya kegiatan perambahan hutan yang cukup massif yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan," katanya.
Selain itu, dia juga memastikan segala operasi perusahaan akan menerapkan good mining practices dengan memastikan segala persyaratan terpenuhi dalam rangka pengelolaan lingkungan dan sosial. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan kajian soal kerentanan masyarakat melalui social economic baseline dan rencana pengelolaan pemangku kepentingan proyek.
"Agar segala keputusan dalam menjalankan aktivitas terkomunikasikan dengan baik dengan para pemangku kepentingan terkait," katanya.
(hmw/nvl)