Kasus tewasnya mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (Unhas), Virendy Marjefy (19) saat mengikuti pendidikan dasar (Diksar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) memasuki babak baru. Usai 4 bulan berlalu, polisi kini menetapkan 2 orang tersangka.
"Tersangka itu dua orang yakni MIF dan FT," ujar Kanit Pidana Umum (Pidum) Polres Maros Ipda Wawan Hartawan kepada detikSulsel, Jumat (12/5/2023).
Wawan mengatakan tersangka MIF merupakan Ketua Mapala 09 Fakultas Teknik Unhas sedangkan FT adalah ketua panitia Diksar. Keduanya dianggap bertanggung jawab atas meninggalnya Virendy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan gelar perkara di Polres Maros pada Senin (8/5). Gelar perkara dipimpin Kasat reskrim Polres Maros.
"Di Polres Maros (gelar perkara penetapan tersangka), yang pimpin itu pak Kasat, kemudian dihadiri para Kanit dan pengawas internalnya kami," terang Wawan.
Wawan menambahkan kedua tersangka dinilai lalai dalam kasus ini. Mereka dijerat pasal 359 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun.
"Iya benar (keduanya dikenakan pasal 359 KUHP)," ujarnya.
Kedua Tersangka Diperiksa Pekan Depan
Wawan mengatakan pihaknya akan memanggil kedua tersangka untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemanggilan dijadwalkan pekan depan.
"Kalau pemanggilan tersangka paling lambat pekan depan saya layangkan panggilan," ujar Wawan.
Kedua tersangka saat ini masih aktif mengikuti perkuliahan. Wawan menyebut perkuliahan keduanya berjalan normal lantaran pihak kampus telah menutup kasus kematian Virendy.
"Saat ini perkuliahan (kedua tersangka) masih aktif, karena itu kan kebijakan kampus kalau masalah itu," ucapnya.
Keluarga Virendy Soroti Penetapan Tersangka
Keluarga Virendy Marjefy menyoroti penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polres Maros. Kakak korban, Viranda Novia Wehantouw mengaku kecewa lantaran tak dilibatkan dalam gelar perkara.
"Sebelumnya saya sudah beberapa kali dan terakhir pekan lalu mempertanyakan perkembangan penyidikan. Selalu dijawab penyidik bahwa pihak Reskrim Polres Maros telah bersurat ke Polda Sulsel untuk pelaksanaan gelar perkara penetapan tersangka," kata Viranda, Jumat (12/5).
Viranda mengaku dijanji pihak kepolisian untuk diikutkan gelar perkara, namun ia menerima konfirmasi pada Selasa (9/5) bahwa gelar perkara telah selesai pada Senin (8/5). Ia pun menyoroti kinerja penyidik dalam mengusut kasus kematian Virendy.
"Sebelumnya kami pihak keluarga mendapat informasi yang menyebutkan bahwa rekomendasi Polda Sulsel ada sekitar 10 orang tersangka dengan dugaan tindak pidana karena kelalaian menyebabkan orang mati dan tindak pidana penganiayaan mengakibatkan orang meninggal dunia. Namun dengan penetapan hanya 2 tersangka, itu berarti penyidik cuma membuktikan dugaan tindak pidana karena kelalaian menyebabkan orang mati," paparnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya...
Ayah Virendy Ingin Tersangka Dijerat Pasal Penganiayaan
Sementara itu, ayah Virendy, James Wehantouw mengaku keberatan lantaran kedua tersangka hanya dikenakan pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian. Dia meminta agar pasal penganiayaan juga dimasukkan.
"Suatu tindakan tidak berdasar hukum jika penyidik Polres Maros mengesampingkan unsur penganiayaan dalam peristiwa kematian Virendy dengan berdalih tidak cukup bukti. Sementara kesimpulan dalam surat visum RS Grestelina secara jelas menyebutkan bahwa luka-luka, lebam dan memar yang terdapat di beberapa bagian tubuh almarhum adalah akibat benturan benda tumpul," papar James.
James menegaskan tidak ada keterangan dari pengurus Mapala Fakultas Teknik Unhas, panitia dan peserta Diksar bahwa anaknya meninggal karena terjatuh ataupun terseret. Dia menilai luka di tubuh Virendy akibat penganiayaan.
"Kalaupun diseret, pasti pakaian yang dikenakan almarhum ada bekas seretan atau robek, namun kenyataannya pakaiannya mulus-mulus saja," imbuhnya.
Tubuh Korban Penuh Luka
Untuk diketahui, Virendy meninggal dunia saat mengikuti diksar Mapala di Kabupaten Maros, Sulsel pada Jumat (13/1). Belakangan, keluarga korban curiga atas kematian Virendy hingga makamnya dibongkar pada Kamis (26/1).
Saat itu makam Virendy dibongkar untuk keperluan autopsi atas permintaan keluarga. Dari hasil autopsi, korban meninggal usai mengalami pendarahan pada jantungnya. Selain itu ada penyumbatan aliran darah ke jantung korban.
"Kalau hasil autopsinya itu meninggal dunianya karena adanya pendarahan di jantung itu," ucap Kanit Pidana Umum (Pidum) Polres Maros Ipda Wawan Hartawan pada Jumat (10/3).
Wawan juga mengungkap korban menderita sejumlah luka. Namun saat itu polisi tidak menyebut penyebab timbulnya luka yang dimaksud.
"Yang kedua terdapat beberapa luka-luka. Ada lecet-lecet mungkin di ini, di bagian-bagian kakinya kemudian ada di pahanya, di punggung belakang juga ada, di kepala ada," katanya.