Seleksi PPS Diduga Curang, DPRD Bone Panggil KPU

Seleksi PPS Diduga Curang, DPRD Bone Panggil KPU

Agung Pramono - detikSulsel
Rabu, 01 Feb 2023 18:55 WIB
Komisi l DPRD Bone menggelar RDPU dengan KPU Bone dan Bawaslu, Senin (30/1/2023).
Foto: Komisi l DPRD Bone menggelar RDPU dengan KPU Bone dan Bawaslu, Senin (30/1/2023). (Foto: Agung Pramono/detikSulsel)
Bone - DPRD Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) usai seleksi panitia pemungutan suara (PPS) diduga banyak kecurangan. Belakangan KPU justru mempertanyakan kewenangan legislator mengurusi persoalan itu.

Ketua Komisi I DPRD Bone Saifullah Latif Manyala mengatakan persoalan ini menjadi atensi setelah menerima aduan dari warga. Pihaknya pun menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan memanggil KPU Bone pada Selasa (31/1).

"Kenapa kami menggunakan RDPU karena substansinya dapat menghadirkan organisasi perorangan, atau lembaga lain di luar pemerintah daerah. Kalau RDP hearing-nya untuk OPD terkait komisi," kata Saifullah kepada detikSulsel, Rabu (1/2/2023).

Namun Saifullah beranggapan KPU Bone tidak serius menanggapi hal ini. KPU hanya menghadirkan perwakilannya yang dianggap kurang mampu menjelaskan duduk perkara persoalan.

Padahal pihaknya butuh penjelasan mendalam soal adanya peserta yang menganggap seleksi PPS tidak transparan, termasuk tahapan hingga hasil nilai seleksi peserta.

"Hanya dikatakan akan dirapatkan di internal KPU. Dia juga sampaikan akan buka aksesnya untuk melihat nilainya, setelah pembawa aspirasi datang di Kantor KPU malah personel KPU tidak ada di kantor. Ini kan tidak bertanggungjawab," jelasnya.

Saifullah juga mengungkapkan kekecewaannya lantaran KPU menilai pihaknya tidak punya kewenangan mengurusi rekrutmen PPS. Padahal pihaknya hanya ingin meminta klarifikasi atas aduan masyarakat.

"Fungsi DPRD itu apa pun keluhan masyarakat, apalagi kalau ada aspirasi pasti ditindaklanjuti. Kami menggunakan RDPU, karena KPU lembaga di luar pemda. Terlalu sempit pikirannya kalau dikatakan bahwa DPRD dapat meng-hearing ketika itu OPD," sebutnya.

Atas hal itu, RDPU yang diinisiasi DPRD Bone terpaksa ditunda. Untuk tindak lanjutnya, Saifullah mengaku akan berkoordinasi lebih dulu dengan KPU Provinsi Sulsel.

"Kami dari Komisi I akan berkonsultasi dengan KPU Provinsi. Rapat ini diskorsing, setelah ada hasil konsultasi rapat kembali dan kita memanggil komisioner KPU. Kalau mau berdebat, kita berdebat di situ," tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Bone Nasaruddin Zaelani menyampaikan, pihaknya bekerja sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dia lantas menyinggung urusan rekrutmen PPS yang mesti dibahas di meja DPRD, hingga KPU dipanggil memberi klarifikasi.

"Persoalan ini adalah persoalan rekrutmen PPS yang dituding banyak kecurangan, hingga tudingan itu sampai ke meja wakil rakyat kita yang terhormat di Komisi I. Keluarlah surat permintaan hearing KPU untuk menjelaskan keluhan dari masyarakat yang mengaduh," ucap Nasaruddin.

Nasaruddin menambahkan, pihaknya merasa tidak berkewajiban menindaklanjuti pemanggilan DPRD Bone. Hal ini pun dianggap tidak bertentangan dengan regulasi yang mengatur kerja-kerja KPU.

"Saya pertanyakan hal itu, apa kewenangan dan untuk apa penjelasan, toh semua sudah jelas proses maupun tahapannya sesuai dengan UU Nomor 7 tahun 2017. Itu diperjelas di PKPU Nomor 8 tahun 2022 tentang pembentukan penyelenggara ad hoc," urai Nasaruddin.

Nasaruddin menegaskan, ada mekanisme yang harus dipahami bersama dulu oleh DPRD Bone. Menurutnya, perlu dideteksi lebih dulu apakah kasus itu masuk sebagai pelanggaran administrasi pemilu atau pelanggaran kode etik, atau pelanggaran sengketa pemilu.

"Kalau itu dianggap sebagai pelanggaran administrasi pemilu karena meliputi pelanggaran tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu, maka ranahnya ada di Bawaslu," ujarnya.

"Kalau dikatakan bahwa masyarakat dan Bawaslu dapat mengadu apabila terjadi permasalahan sesuai dengan PKPU Nomor 8 Tahun 2022, saya tidak melihat itu di pasal per pasal. Ada 86 pasal, saya tidak menemukan kalimat itu, mungkin bisa ditunjukan berada pada bab berapa, bahkan di ketentuan umum saya belum dapat menemukannya," beber Nasaruddin.

Dia menjelaskan, PPK, PPS dan Pantarlih merupakan petugas ad hoc pemilu dan bukan penyelenggara pilkada. Mereka bekerja tanpa menggunakan APBD, namun APBN.

"Saran kami adalah mungkin dapat disuarakan kepada masih adanya kepala kecamatan dan desa yang tidak berikan fasilitas kepada PPK dan PPS sebagai penunjang jalannya tahapan pemilu. Padahal itu amanah UU Nomor 7 tahun 2017 pasal 434. Wajib dilaksanakan," ungkapnya.


(sar/ata)

Hide Ads