Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulawesi Selatan (Sulsel) memberi penjelasan soal surat keputusan (SK) pencopotan Sekretaris Daerah (Sekda) Sulsel Abdul Hayat Gani terlambat diserahkan. BKD beralasan baru menerima pemberitahuan SK tersebut 12 hari setelah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pencopotan Abdul Hayat dari Sekda Sulsel tertuang dalam SK Presiden Nomor 142/TPA Tahun 2022 tentang Pemberhentian Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Keputusan ini ditetapkan di Jakarta tertanggal 30 November 2022.
"Pemprov (Sulsel) itu baru dapat pemberitahuan untuk mengambil SK tanggal 12 (Desember). Nah, diambil lah itu SK tanggal 12 (Desember) dengan surat tanda SK sudah diambil. Baru tanggal 13 (Desember) diserahkan (ke Abdul Hayat)," kata Plt Kepala BKD Sulsel Imran Jausi saat dikonfirmasi, Kamis (15/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penyerahan SK mesti melalui beberapa tahapan. Imran mengatakan SK pencopotan Abdul hayat Gani tidak bisa langsung diserahkan begitu saja.
"Itu SK tidak langsung diserahkan, kalau Keppres itu ada pengantarnya. Tidak pernah itu ada SK langsung ditandatangani langsung diserahkan. Karena itu SK Presiden," jelas Imran.
"Itu dibuatkan pengantar untuk disampaikan ke Pemprov untuk pengantarnya. Terus itu SK dibuat tanggal 6 (Desember)," tambahnya.
Imran mengatakan semestinya Abdul Hayat tidak boleh lagi bertugas setelah terbitnya SK itu sejak 30 November 2022. Namun dia mengaku tidak mengetahui bahwa SK-nya telah ditandatangani presiden.
"Iya betul, cuma persoalannya, (kita) tidak tahu kalau ada SK pemberhentian. Kami Pemprov saja tidak tahu kalau tanggal 30 ditandatangani. Mana kita tahu Presiden Pak Jokowi tandatangani tanggal 30, kita tidak tahu kan," ujar Imran.
"Kami teruskan itu setelah ada penyampaian dari staf sekretaris negara. Dari staf sekretaris negara menyampaikan kami dengan ada surat pengantarnya," jelasnya.
Pengacara Abdul Hayat Tuding Pencopotan Cacat Administrasi
Kuasa hukum Abdul Hayat, Yusuf Gunco turut bereaksi terkait proses pencopotan kliennya sebagai Sekda Sulsel. Dia menyebut proses pencopotan itu cacat administrasi karena tidak dilengkapi dasar dan alasan Abdul Hayat diberhentikan.
"Presiden mengeluarkan surat ini dasarnya apa? Masa langsung memberhentikan tanpa ada alasan konsideran yang ada di surat pemberhentian Sekda. Sudah pasti ini cacat administrasi tentang prosedur seorang penggantian Sekda," ujar Yusuf saat konferensi pers di Makassar, Rabu (14/12).
Selain itu, dia juga mempertanyakan SK Presiden terkait pemberhentian Sekda yang ditetapkan 30 November 2022. Sementara Abdul Hayat baru menerima surat itu pada Selasa (13/12).
"Kemarin sore diserahkan langsung oleh Pak Gubernur ke Pak Sekda. Yang sebenarnya menurut aturan, surat ini harus ada di tangan Pak Sekda tertanggal 30 November 2022 karena sesuai dengan penetapan," ungkap Yusuf.
Dia lantas mempertanyakan perihal SK Presiden tersebut lantaran Abdul Hayat masih bertugas setelah 30 November. Menurutnya sejak itu status Abdul Hayat seharusnya bukan lagi sebagai Sekda Sulsel.
"Ada hal apa pemerintah provinsi tidak menyampaikan ke Sekda surat ini," pungkasnya.
Keterbukaan Gubernur ASS Disoroti di halaman selanjutnya.
Pengamat Soroti Keterbukan Gubernur ASS
Pengamat Pemerintahan Andi Luhur Prianto menyoroti keterbukaan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman (ASS) dalam proses pencopotan Sekda Abdul Hayat Gani. Luhur menyebut secara regulasi gubernur berhak mengusulkan pergantian, namun mesti dengan dasar yang jelas.
"Secara regulasi, Gubernur bisa mengusulkan pergantian pejabat di lingkup Pemprov," kata Luhur saat dihubungi detikSulsel, Rabu malam (13/12).
Luhur mengatakan pemberhentian atau pergantian pejabat mesti memiliki dasar yang kuat. Selain itu, dia juga menekankan prosesnya semestinya dilakukan secara terbuka.
"Pemberhentian atau pergantian Sekda sebaiknya bersifat terbuka serta memiliki basis evaluasi kinerja yang objektif. Bukan soal like and dislike," ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unismuh Makassar ini.
Pemprov Sulsel, kata dia, harus bisa memperhatikan azas-azas umum dalam pemerintahan. Di antaranya ialah ketidakberpihakan, kemanfaatan, keterbukaan, serta pelayanan yang baik.
"Penggantian Sekda Provinsi bisa menjadi kontraproduktif, dalam upaya akselerasi program-program strategis Gubernur di akhir masa jabatan," tegasnya.
Sementara, lanjut Luhur, masa jabatan ASS sebagai Gubernur hanya efektif sampai Maret 2023. Di sisi lain dia menilai pergantian Sekda akan membutuhkan masa transisi untuk rekonsolidasi birokrasi.
"Masa jabatan Gub ASS hanya efektif hingga Maret 2023, 6 bulan sebelum berakhir masa jabatan digunakan untuk mempersiapkan LKPJ Akhir Masa Jabatan," imbuhnya.
Simak Video "Video Pengakuan Pembakar Pos Polisi di Makassar: Nggak Tahu, Bodoh Saya"
[Gambas:Video 20detik]
(asm/ata)