Pesantren Darul Istiqamah di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) disegel warga yang mengaku sebagai pemilik lahan dengan mengklaim mempunyai izin mendirikan bangunan (IMB). Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (PTSP) Luwu kemudian mengakui lalai telah mengeluarkan 2 IMB di pesantren tersebut.
Kepala Dinas PTSP Luwu Rahmat Andi Parana mengatakan hanya mengakui IMB yang dipegang pengelola yayasan pesantren. Sementara yang dipegang warga disebut sebagai kelalaian PTSP yang tidak melakukan pengawasan sebelum menerbitkan IMB.
"Terkait dengan itu sebenarnya kita juga ini kalau melihat sebetulnya itu yang awal (pesantren) IMB-nya yang benar. Saya tidak tahu yang kedua itu," ucap Rahmat saat dikonfirmasi detikSulsel, Senin (14/11/2022).
Rahmat menuturkan, warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan memang memiliki IMB. Namun dia tidak memiliki bangunan sesuai dengan IMB yang diklaim tersebut.
"Cuma ini yang bilang pemohon yang klaim anunya (tanah) ternyata itu IMB-nya tidak ada bangunan menurut informasi dari pengelola yayasan (pesantren)," tuturnya.
Terkait polemik ini, Rahmat mengaku sempat dipanggil aparat kepolisian sebagai saksi. Namun sejauh ini dia menyebut belum ada titik terang.
"Masalahnya pernahkan dipertemukan di polisi tapi belum ada penyelesaian akhir. Kalau yang kita pertanyakan sebenarnya itu lebih jelasnya di Polres karena sudah masuk persoalannya itu, kita sudah dipanggil jadi saksi itu hari," katanya.
Lebih lanjut Rahmat mengaku pihaknya lalai mengeluarkan 2 IMB di pesantren tersebut. Dia beralasan IMB itu diterbitkan karena sebelumnya tidak dilakukan pemantauan dan pengawasan lahan.
"Perlu dicocokkan itu yang mana sebenarnya benar. Apakah yang pertama IMB sesuai dengan bangunannya atau yang kedua. Tapi menurut laporan IMB yang kedua tidak ada kegiatannya cuma mengambil IMB," ucapnya.
"Di sini mi kekurangannya kita ini kurang pengawasan, kenapa diberikan tanpa ditinjau ini yang jadi masalahnya ini," pungkasnya.
Klaim Warga Punya HGB dan IMB
Koordinator Cabang Pesantren Darul Istiqamah, Muallim Arif menjelaskan pesantren itu sudah berdiri sejak 1990 atau sekitar 33 tahun silam. Saat didirakan, orang tua pengklaim lahan bernama almarhum Hatta turut menginisiasi pembangunan pesantren tersebut.
"Pesantren kami ada di situ sejak 1990. Itu memang diinisiasi oleh beberapa tokoh masyarakat yang menginginkan adanya pendidikan Islam di daerah tersebut. Dan kita mendaftarkan sekolah dan pesantren itu di Kemenag tahun 2003-2004, jadi terdaftar ya," kata Muallim kepada detikSulsel, Minggu (13/11).
Namun belakangan anak dari salah satu inisiator berdirinya pesantren tersebut tiba-tiba mengaku sebagai pemilik lahan. Warga yang tak disebutkan identitasnya itu menggunakan Hak Guna Bangunan (HGB) dan IMB yang dikeluarkan pada tahun 2020 sebagai dasar.
"Beberapa tokoh masyarakat yang menginisiasi meninggal. Termasuk orang tua yang mengklaim tersebut, almarhum Pak Hatta," katanya.
"Yang anehnya setelah 25 tahun setelah meninggal orang tuanya atau 33 tahun sejak berdirinya pesantren itu mereka merasa saya mau mengambil alih lokasi orang tua kami," tutur Muallim.
Dia pun mengaku meragukan soal keaslian IMB tersebut. Dia beralasan pesantren yang dibangun juga memiliki IMB.
"Dasarnya apa HGB? ternyata dia punya IMB, sementara kami pun itu yang membangun pesantrennya ada IMB juga. Berarti ada indikasi pemalsuan IMB karena bangunannya satu IMB-nya ada 2," katanya.
Santri belajar di kolong rumah-pos kamling di halaman selanjutnya.
(asm/hsr)