140 Santri di Luwu Belajar di Pos Kamling gegara Pesantren Disegel

140 Santri di Luwu Belajar di Pos Kamling gegara Pesantren Disegel

Hermawan Mappiwali - detikSulsel
Minggu, 13 Nov 2022 11:32 WIB
Santri belajar di kolong rumah warga dan pos kamling karena pesantren disegel.
Santri di Luwu belajar di kolong rumah warga dan pos kamling karena pesantren disegel. Foto: Dokumen Istimewa
Luwu -

Sekitar 140 santri Pesantren Darul Istiqamah di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) terpaksa belajar di kolong rumah warga dan pos kamling. Hal ini terjadi karena pesantren disegel oleh warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan.

"Seminggu terakhir ini tidak boleh lagi anak-anak masuk belajar (karena pesantren disegel)," ujar Kordinator Cabang Pesantren Darul Istiqamah, Muallim Arif saat dimintai konfirmasi detikSulsel, Minggu (13/11/2022).

Pesantren Darul Istiqamah berada di Desa Wara, Belopa, Luwu. Menurut Muallim, warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan itu sudah menutup portal pesantren sejak satu bulan lalu, sedangkan empat hari terakhir sudah mulai melakukan fondasi untuk menutup akses ke lokasi pesantren.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini membuat sekitar 140 santri tingkatan TK hingga SMP serta 10 orang tenaga pengajar terpaksa menumpang di kolong rumah dan pos kamling untuk melakukan aktivitas belajar mengajar.

"Tidak boleh lagi ada kegiatan belajar mengajar di lokasi tersebut (dalam pesantren). Jadi anak-anak kami itu belajar di kolong rumah warga dan pos kamling," katanya.

ADVERTISEMENT

Warga Klaim Punya HGB dan IMB

Muallim menjelaskan pesantren itu sudah berdiri sejak 1990 atau sekitar 33 tahun silam. Salah satu yang menginisiasi berdirinya pesantren itu adalah almarhum Hatta, selaku orang tua dari warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan.

"Pesantren kami ada di situ sejak 1990. Itu memang diinisiasi oleh beberapa tokoh masyarakat yang menginginkan adanya pendidikan Islam di daerah tersebut. Dan kita mendaftarkan sekolah dan pesantren itu di Kemenag tahun 2003-2004, jadi terdaftar ya," kata Muallim.

Belakangan, anak dari salah satu inisiator berdirinya pesantren tersebut mengaku sebagai pemilik lahan. Warga yang tak disebutkan identitasnya itu menggunakan Hak Guna Bangunan (HGB) dan IMB yang dikeluarkan pada tahun 2020.

"Beberapa tokoh masyarakat yang menginisiasi meninggal. termasuk orang tua yang mengklaim tersebut, almarhum Pak Hatta," katanya.

"Yang anehnya setelah 25 tahun setelah meninggal orang tuanya atau 33 tahun sejak berdirinya pesantren itu mereka merasa saya mau mengambil alih lokasi orang tua kami," tuturnya.

Muallim mengaku meragukan soal keaslian IMB tersebut. Dia beralasan pesantren yang dibangun juga memiliki IMB.

"Dasarnya apa HGB? ternyata dia punya IMB, sementara kami pun itu yang membangun pesantrennya ada IMB juga. Berarti ada indikasi pemalsuan IMB karena bangunannya satu IMB-nya ada 2," katanya.




(hmw/asm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads