Kisruh Pembangunan Jalur Kereta Api dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik

Opini

Kisruh Pembangunan Jalur Kereta Api dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik

Dr. Sawedi Muhammad, S.SoS, M.Sc - detikSulsel
Senin, 08 Agu 2022 20:22 WIB
Dosen Sosiologi Unhas, Dr Sawedi Muhammad
Dosen Sosiologi Unhas, Dr Sawedi Muhammad
Makassar -

"Our life is a constant journey, from birth to death. The landscape changes, the people change, our needs change, but the train keeps moving. Life is the train, not the station". Paulo Coelho.

Menarik dicermati mengenai kisruh pembangunan jalur kereta api Makassar-Parepare (Segmen E) yang menghubungkan Kabupaten Maros dan Kota Makassar. Pembangunan jalur yang panjangnya sekitar 8.800 meter dengan lebar 50 meter itu terancam batal karena keberatan dari Wali Kota Makassar, Danny Pomanto mengenai desain kereta yang menggunakan rel darat (at grade), bukan melayang (elevated).

Wali Kota menolak desain rel darat karena menurutnya konsep ini melanggar tata ruang Kota yaitu Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 tentang rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar 2015-2030. Selain itu, Wali Kota menolak desain kereta api karena mengganggu tata kota bahkan disebutnya salah desain (detikSulsel, 17 Juli 2022). Penolakan Wali Kota tidak main-main. Konsultasi dengan DPRD Kota Makassar telah dilakukannya, atas dasar telah terjadi pelanggaran terhadap otonomi daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Wali Kota menilai bahwa desain rel darat akan memperparah banjir di Kota Makassar (detikSulsel, 7 April 2022). Wali Kota juga menegaskan bahwa desain saat ini melenceng dari komitmen awal yang didesain melayang, bukan rel darat. Danny Pomanto kemudian mempertanyakan, kenapa desain kereta di Bandung dan Palembang melayang, sementara jalur di Makassar menggunakan rel darat (detikSulsel, 16 Juli 2022).

Penolakan desain tentu saja membuat heboh publik Sulawesi Selatan yang sudah lama merindukan konektivitas antar wilayah melalui jalur kereta api. Meski bersifat sementara, penolakan Wali Kota dapat membuat pembebasan lahan, pembangunan rel dan tentu saja pengoperasian kereta yang ditargetkan selesai pada triwulan kedua tahun 2024 dapat tertunda. Mengapa Wali Kota begitu berani dan terbuka berhadap-hadapan dengan pemerintah pusat dan provinsi dengan menolak desain program yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN)?

ADVERTISEMENT

Bukankah pemerintah kabupaten/kota adalah bagian dari pemerintah pusat yang wajib mensukseskan program prioritas yang dicanangkan oleh pemerintah? Tulisan ini akan membedah penolakan Wali Kota Makassar terhadap desain kereta api dengan menggunakan pisau analisis teori interaksionisme simbolik.

Interaksionisme Simbolik

Dalam pandangan teori Interaksionisme Simbolik, manusia adalah makhluk pembuat atau produsen simbol; suatu pemikiran yang mengingatkan kita pada penegasan seorang filsuf Jerman dari kubu neo-kantian Ernst Cassirer bahwa manusia adalah "animal symbolicum". Segala sesuatu (objek) yang eksis dalam kehidupan manusia memiliki makna simbolik. Makna ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan dihadirkan untuk kemudian disepakati dan dijadikan simbol.

Oleh karenanya, prilaku manusia baik sebagai individu maupun kelompok dikonstruksi dari hasil pemaknaan simbolik dari objek yang hadir di sekelilingnya. Meski Max Weber adalah sosiolog pertama yang mengatakan bahwa individu bertindak sesuai dengan interpretasi dan pemaknaan mereka terhadap dunia sekitarnya, adalah filsuf George Herbert Mead yang kemudian memperkenalkan teori ini ke sosiologi Amerika pada tahun 1930-an dan kemudian dilengkapi oleh Herbert Blumer tahun 1969 (Shidarta, 2019).

Interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat dengan membahas makna subjektif yang dipaksakan orang pada objek, peristiwa dan perilaku. Makna subjektif diberikan keutamaan karena diyakini bahwa orang berprilaku berdasarkan apa yang mereka yakini dan bukan hanya pada apa yang benar secara objektif. Dengan demikian, masyarakat dianggap dikonstruksi secara sosial melalui interpretasi manusia. Orang-orang menafsirkan prilaku satu sama lain. Interpretasi inilah yang membentuk suatu ikatan sosial, yang kemudian disebut sebagai "definisi situasi".

Simak selanjutnya terkait makna penolakan Wali Kota..

Memaknai Penolakan Wali Kota

Dari berbagai pernyataan yang disampaikan di media, terdapat interpretasi atau pemaknaan dari penolakan desain kereta yang disampaikan Wali Kota. Pertama, Wali Kota memahami bahwa pembangunan kereta yang menghubungkan Makassar-Parepare adalah Proyek Strategis Nasional. Dengan demikian, Wali Kota tentu saja tidak bermaksud untuk menggagalkan pembangunan rel kereta. Ia sangat memahami risikonya.

Berdasarkan interpretasi dari teori interaksionisme simbolik, Wali Kota ingin menyampaikan pesan bahwa selaku pengambil kebijakan di Kota Makassar, Ia ingin dilibatkan baik dalam proses penentuan desain, sosialisasi Amdal, penetapan lokasi dan juga pengoperasian kereta api. Wali Kota ingin menegaskan bahwa seluruh proses komunikasi proyek kereta api harus melibatkan pemerintah Kota Makassar.

Meski pada faktanya konsultasi antara Balai Pengelola Kereta Api dan Wali Kota sudah sering dilakukan, Danny Pomanto - ingin diinterpretasikan bahwa meski kewenangannya hanya di Kota Makassar - Ia ingin menjadi bahan perbincangan di masyarakat Sulawesi Selatan.

Kedua, Wali Kota ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang perencana kota berkelas dunia yang sangat memahami perencanaan dan penataan kota. Melalui penegasan bahwa desain kereta darat melanggar tata ruang wilayah berdasarkan ketetapan Peraturan daerah tentang RTRW, Danny Pomanto ingin menunjukkan kesan bahwa dirinya konsisten membangun kota sesuai RTRW. Meski pada kenyataannya, pelanggaran tata ruang di kota Makassar sudah sangat parah karena belum disahkannya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kota.

Ketiga, Danny Pomanto sangat piawai memberikan perbandingan antara desain melayang untuk kereta di Kota Bandung dan Palembang dengan desain rel darat di Kota Makassar. Makna interpretatif dari pernyataan itu adalah, Danny Pomanto adalah pemimpin yang berani berjuang dan pasang badan untuk memberikan yang terbaik bagi warga Makassar.

Seperti diketahui publik, biaya untuk pembangunan kereta dengan desain melayang jauh lebih mahal ketimbang desain kereta darat. Meski faktanya adalah rel melayang hanya digunakan di wilayah padat penduduk, bukan di jalur yang masih didominasi oleh tanah kosong seperti tambak atau sawah.

Keempat, Danny Pomanto ingin diinterpretasikan bahwa sebagai seorang pemimpin, Ia tidak harus manut terhadap hirarki yang lebih tinggi. Dalam situasi tertentu, dibutuhkan penegasan akan sikap kritis-konstruktif terhadap isu yang dianggap urgen dan mendesak. Danny Pomanto ingin diinterpretasikan sebagai pemimpin yang secara filosofis sangat memahami apa yang disebut sebagai dynamic governance; bahwa konflik yang terjadi tidak mesti harus berakhir dengan perpecahan, tetapi dapat melahirkan solusi kreatif yang menguntungkan semua pihak.

Danny Pomanto ingin diinterpretasikan sebagai Wali Kota yang berani melawan pemerintah pusat, tetapi berkontribusi terhadap dialog yang konstruktif antar elemen pemerintah. Danny Pomanto tidak menyadari bahwa tidak akan pernah ada kemenangan dari pemerintah kabupaten/kota dalam melawan kebijakan pemerintah pusat.

Kelima, dengan menyampaikan bahwa desain kereta darat dapat memperparah banjir di Kota Makassar, Danny Pomanto ingin diinterpretasikan sebagai pemimpin yang peduli terhadap masalah banjir. Meski banyak yang memahami bahwa sampai saat ini, tidak ada program strategis yang dilakukan Wali Kota dalam mencegah terjadinya banjir di Kota Makassar.

Catatan Penutup

Dari bahasa tubuh dan diksi-diksi yang digunakan dalam berkomunikasi, sangat nampak bahwa Danny Pomanto sangat emosional dalam menyampaikan setiap kebijakan atau sikapnya di depan publik. Sangat disarankan, Wali Kota membentuk tim komunikasi yang bertugas untuk merumuskan atau menyampaikan pesan atau kebijakannya dengan bahasa dan diksi yang lebih santun dan menyejukkan.

Dengan membentuk tim komunikasi, Wali Kota akan diinterpretasikan sebagai pemimpin yang mampu mendelegasikan kewenangan, pemimpin yang memiliki kemampuan mendengarkan orang lain, pemimpin yang tidak egois; pemimpin yang ibarat kereta membawa rakyatnya sampai ke tujuan melintasi rel yang terpasang kokoh di darat dengan suasana hati yang riang gembira.


Dr. Sawedi Muhammad, S.SoS, M.Sc (Dosen Sosiologi Fisip Unhas)


Hide Ads