Ukraina dan Rusia saling melontarkan tuduhan terkait serangan teror nuklir. Keduanya mengklaim menerima serangan pada kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dilansir dari detikNews, pasukan Rusia telah dilaporkan melancarkan sejumlah serangan pada kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaprozihzhia, Ukraina. Serangan tersebut disebut memicu kerusakan pada tiga sensor radiasi dan membuat seorang pekerja PLTN Ukraina terluka.
Dari keterangan Presiden Rusia Volodymyr Zelensky, serangan oleh pasukan Rusia itu berlangsung pada Sabtu (6/8) malam waktu setempat. Dirinya menyebut serangan tersebut sebagai 'teror nuklir Rusia', yang memerlukan lebih banyak sanksi-sanksi internasional, khususnya di sektor nuklir Moskow.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada negara di dunia ini yang bisa merasa aman ketika negara teroris menyerang pembangkit nuklir," ucap Zelensky dalam pernyataan terbaru yang disiarkan televisi setempat pada Minggu (7/8) waktu setempat.
Serangan tersebut merupakan gempuran kedua Rusia dalam beberapa hari terakhir terhadap fasilitas nuklir terbesar di Eropa itu.
Sementara itu, secara terpisah, otoritas yang ditunjuk Rusia di wilayah tersebut justru menuding balik pihak Ukraina. Pihak Rusia mengklaim pasukan Ukraina telah lebih dulu menyerang kompleks PLTN Zaporizhzhia dengan sebuah peluncur roket multiple.
Ia menyebut gempuran Ukraina telah telah memicu kerusakan pada beberapa gedung administratif dan sebuah area di dekat sebuah fasilitas penyimpanan.
Reuters tidak bisa memverifikasi secara independen baik klaim Ukraina maupun Rusia.
Insiden-insiden yang sebelumnya terjadi di kompleks PLTN Zaporizhzhia -- di mana Kiev sebelumnya menuduh Moskow telah menyerang jaringan kabel listrik setempat -- telah memicu kekhawatiran global.
Sementara itu, Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Mariano Grossi menyebut insiden yang terjadi di kompleks PLTN Zaporizhzhia telah memicu kekhawatiran global. Dalam pernyataannya, Ia menyebut hal itu bisa menimbulkan risiko bencana nuklir.
"Ini menggarisbawahi risiko bencana nuklir yang sangat nyata," ujar Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Mariano Grossi, dalam pernyataan bernada peringatan pada Sabtu (6/8) waktu setempat.
(urw/sar)











































