Tokoh adat Toraja Marselinus Dua Lembang menilai Rambu Solo yang pertama kali digelar warga Muslim di Kelurahan Tarongko, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai bagian menjaga etika sosial dan kebersamaan.
Ritual Rambu Solo yang dilaksanakan warga beragama Islam dikatakan sudah sejak lama dilakukan. Proses upacara pemakaman warga Toraja ini pun disesuaikan dengan ajaran agama yang dianut.
"Hal tersebut tidak salah, karena warga muslim Toraja tetap menjaga etika sosial dan kebersamaan dalam masyarakat adat Toraja. Sepanjang tidak melanggar aturan dalam agama Islam," ucap tokoh adat Toraja Marselinus kepada detikSulsel, Senin (13/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia beranggapan Rambu Solo tetap mengedepankan kepercayaan masing-masing warga yang menyelenggarakannya. Bahkan dia tidak merekomendasikan digelar jika melenceng dari agama yang dianutnya.
"Kalau melanggar aturan agama yang dianut, jangan dilakukan," tegas pria yang akrab disapa Pong Qinaya ini.
Menurutnya prosesi pelaksanaan Rambu Solo pun bersifat fleksibel. Ada bagian pelengkap tahapan upacara yang bisa disesuaikan.
"Contoh Rambu Solo untuk Muslim, pasti tidak menggunakan babi, tetapi diganti dengan sapi, kerbau atau kambing," ungkap dia.
Dirinya pun menanggapi santai adanya kontroversi pelaksanaan Rambu Solo yang digelar warga Muslim di Toraja. Situasi ini disebut seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
"Kalau ada juga agama yang melarang sama sekali untuk melaksanakan ritus-ritus Rambu Solo, itu bukan suatu masalah dalam masyarakat Toraja," urai Marselinus.
Dia beranggapan ritual adat Rambu Solo menjadi bagian untuk mengatur dan menjaga hubungan sosial masyarakat. Hal ini sesuai dengan kepercayaan warga Toraja terdahulu.
"Pada zaman dulu, adat Toraja semuanya berdasar pada Aluk Todolo sebagai satu-satunya kepercayaan masyarakat Toraja. Ada prinsip kita 'Aluk Sipori Kale, Ada' Sipori Padang', artinya agama adalah hal yang bersifat pribadi dan adat mengatur hubungan sosial kemasyarakatan dalam satu wilayah adat," urai dia.
Tahapan Ritual Rambu Solo Muslim Digelar Berbeda
Ritual Rambu Solo yang digelar warga Muslim di Kelurahan Tarongko, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja digelar dengan tahapa berbeda. Jenazah yang lazimnya disimpan sebelum dimakamkan, justru sudah dikebumikan lebih dulu.
"Jenazah telah dikuburkan lebih dulu sesuai ajaran Islam pada Februari 2021 lalu. Ini cuma acara adat untuk penghormatan saja," ungkap keluarga almarhum yang menggelar Rambu Solo, Fatimah Rantelino saat dikonfirmasi, Jumat (10/6).
Selain itu jenis hewan yang disembelih dalam ritual itu merupakan hewan yang halal disembelih, pun tidak ada proses Mappasilaga Tedong atau mengadu kerbau. Peti mayat pun dipoles dengan ukiran kaligrafi, berbeda dengan ritual umumnya yang peti mayatnya polos.
"Ini sebagai bentuk penghargaan atau penghormatan kami kepada almarhum Ahmad Dalle Salubi, yang selama ini telah mendidik dan membesarkan kami," ujar Fatimah.
MUI-NU Sorot Pelaksanaan Rambu Solo Muslim
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tana Toraja Zainal Muttaqin menilai Rambu Solo Muslim berdampak buruh bagi dakwah Islam. Pihak keluarga sebelumnya sudah diminta keterangan terkait ini, namun belakangan ngotot melaksanakannya atas dalih sudah mendapat izin tokoh adat Toraja.
"Kami sepakat waktu itu untuk menolak, tapi keluarga mereka mengada-ada kalau dia sudah diizinkan. Nanti kami akan rapat kalau memang hasil rapat untuk dilapor polisi ya kita akan lapor," sebut Zainal kepada detikSulsel, Minggu (12/6).
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Pengurus NU (PCNU) Tana Toraja Ahmad Toago. Pelaksanaan ritual Rambu Solo disebut menyimpang dari ajaran Islam karena mengarah ke syirik.
"Karena ada patung, ada batu nisan, ada peti. Itu kan sangat bertentangan sekali dengan ajaran Islam. Makanya tidak bisa ditolerir itu. Makanya saya sudah imbau semua warga NU jangan ada ikut (hadiri) acara itu," pungkas Ahmad.

Koleksi Pilihan
Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detiksulsel