Chris Longdong menceritakan bagaimana ide mengolah sampah plastik dan minyak goreng bekas menjadi bahan bakar minyak (BBM). Warga Manado, Sulawesi Utara (Sulut) itu terinspirasi melalui lampu botol atau sejenis lentera.
"Sebenarnya saya terinspirasi dari lampu botol (sejenis lampu lentera yang biasa digunakan tetua Minahasa saat di kebun). Biasanya minyak goreng bekas diisi dalam botol, dan menggunakan sumbu untuk dijadikan lampu," kata Chris saat ditemui detikcom, Minggu (3/4/2022).
Atas dasar itu Chris mulai berpikir bagaimana cara membuat ukuran api dari lampu itu sebesar kompor. Sejak itulah ia terus bereksperimen dan melakukan sejumlah metode uji coba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chris kemudian bercerita soal alasan ia melakukan penelitian tersebut. Menurutnya penelitian soal pengolahan sampah plastik dan minyak goreng bekas karena sejauh ini keberadaanya menjadi ancaman terhadap lingkungan. Dengan risetnya, ia berharap dapat mengurangi potensi pencemaran lingkungan.
Sebelum melakukan riset itu, Chris awalnya memiliki bisnis atau usaha gorengan yang setiap hari menggunakan minyak goreng bekas cukup besar. Dalam sebulan usahanya dapat menghasilkan sebanyak 50 hingga 60 liter minyak goreng bekas.
"Kalau satu hari itu bisa menggunakan satu hingga dua liter. Kalau lagi ramai lima liter. Jadi kalau misalnya dalam satu bulan itu bisa 50 sampai 60 liter. Saya pikir bagaimana supaya minyak goreng bekas ini hilang," jelasnya.
Selain punya bisnis gorengan sendiri Chris juga memiliki usaha produksi pakaian. Menurutnya, kedua usahanya itu setiap hari bakal memproduksi sampah dengan jumlah banyak. Inilah yang membuatnya terlecut mencari solusi pemanfaatannya.
"Saya juga kan penghasil sampah plastik, karena saya punya tempat produksi kaos. Jadi baik kuliner maupun produksi kaos itu setiap hari menghasilkan sampah," tuturnya.
Chris lantas mencoba memulai sebuah penelitian yang berkaitan dengan energi terbarukan. Keinginan untuk meriset sampah plastik dan minyak goreng bekas terus dikembangkan. Namun diakui bahwa pengetahuan terkait itu didapat secara otodidak.
Awalnya dia mencoba menggoreng plastik dengan memakai minyak goreng bekas. Hasil dari itu, Chris menemukan jika sampah plastik yang didoreng akan menambah volume minyak dan makin mudah terbakar.
Pada 2020 lalu, karena pandemi usahanya ditutup. Saat itu dia mencoba mengikuti lomba start up melalui daring.
"Ketika saya mengikuti lomba tersebut baru mengetahui bahwa bahan bakar merupakan hasil inovasi dari energi terbarukan. Akhirnya saya bertemu dengan Medco Fondation dan saya diberi kesempatan untuk menyempurnakan hasil penelitian. Nah saya diberi pendanaan untuk memurnikan itu, menyempurnakan," jelasnya.
Chris lantas terus berupaya mengembangkan diri dengan belajar di berbagai tempat. Sebelumnya, Chris pernah membuat mesin pirolisis dari kompor presto. Namun pengembangan soal itu lebih dimatangkan melalui beberapa seminar dan pelatihan.
"Jadi banyak sekali referensi. Jadi kalau ini bisa dibuat bensin dan solar. Coba dibuat saya hitung bagaimana kalau kita proses langsung didestilasi. Ternyata berhasil, jadi bahan bakar ini terpisah dari suhu. Jadi meskipun punya bahan baku yang sama, namun ia terpisah sendiri oleh suhu," katanya.
Menurut dia, pengelolaannya sangat mudah. Pada prinsipnya hanya memasukkan minyak goreng bekas dan sampah plastik ke dalam reaktor. Kemudian dipanaskan dengan suhu tertinggi.
"Ketika diisi dalam tungku api itu, ada di titik tertentu bahan bakar jenis bensin keluar. Jadi kalau api atau suhunya di situ maka akan keluar lebih banyak bensin. Jadi ketika sudah dinaikkan pada angka suhu tertentu keluar minyak tanah. Jadi diatur oleh temperatur suhu, tapi harus diatur kondensornya atau pendinginan," pungkasnya.
(asm/asm)