Menggunakan perabotan dari bahan kulit asli ternyata memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan bahan sintetis atau buatan. Perabotan dari bahan kulit umumnya lebih tahan lama, coraknya menarik, dan tidak mudah terbakar.
Namun, apakah dalam Islam menggunakan perabotan berbahan kulit hewan diperbolehkan?
Allah SWT menganjurkan manusia untuk memanfaatkan segala hal dari hewan selain dari yang Dia haramkan seperti yang disebut dalam Al-Qur'an surat al-An'am ayat 145.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-An'am [6]: 145)
Dalam ajaran Islam terdapat 2 hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi dan dimanfaatkan secara keseluruhan yakni babi dan anjing. Terlepas dari itu, masih ada beberapa binatang yang haram untuk dikonsumsi seperti tikus dan ular.
Namun untuk penggunaan sebagai perabotan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam keterangan tertulis seperti yang dikutip pada Jumat (15/3/2024), kulit hewan yang dagingnya boleh dimakan dan telah disembelih secara syar'i seperti sapi dan kambing diperbolehkan dalam Islam.
Bahkan hewan yang sudah menjadi bangkai pun asalkan disamak terlebih dahulu hukumnya adalah mubah atau boleh menurut MUI.
"Memanfaatkan kulit bangkai hewan yang telah disamak sebagaimana dimaksud dalam angka 3 untuk barang gunaan hukumnya mubah (boleh)," tulis MUI.
Ketentuan ini didukung dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas RA dalam Hadits Bukhari.
"Nabi SAW menemukan kambing yang merupakan sedekah kepada Maimunah dalam keadaan mati. Nabi saw bersabda: mengapa kalian tidak mengambil manfaat dengan kulitnya? Para sahabat menjawab: Kambing itu telah jadi bangkai. Kemudian Rasul saw pun menjawab: Hanya haram memakannya." (HR. Al Bukhari).
Imam al-Mawardi dalam Kitab al-Hawi al-Kabiir, juz 1 halaman 87 berpendapat kulit bangkai yang najis bisa menjadi suci setelah proses penyamakan.
Maksud dari proses penyamakan menurut NU Online adalah kegiatan membersihkan kulit bangkai binatang selain babi dan anjing dari sesuatu yang dapat membuatnya busuk, seperti darah atau daging yang masih menempel padanya, dengan menggunakan benda-benda yang rasanya sepet atau kelat (hirrif) semisal daun bidara dan semisalnya.
MUI juga memutuskan kulit hewan dari anjing dan babi baik bangkai dan daging segar haram untuk dimanfaatkan dan digunakan dalam Islam.
"Kulit hewan dari anjing, babi, dan yang terlahir dari kedua atau salah satunya hukumnya tetap najis dan haram dimanfaatkan, baik untuk pangan maupun barang gunaan," tambahnya.
(aqi/abr)