Pariwisata di Zermatt, Pegunungan Alpen, Swiss mengalami lonjakan besar, membuat kebutuhan hunian yang terjangkau semakin mendesak. Di musim liburan dan musim dingin,populasi yang hanya sekitar 6.000 jiwa bisa membludak hingga 40.000 jiwa. Kondisi ini menimbulkan krisis akomodasi, baik untuk wisatawan maupun pekerja musiman yang menopang sektor perhotelan setempat.
Pengusaha hotel sekaligus arsitek, Heinz Julen mengajukan rencana pembangunan gedung pencakar langit setinggi 260 meter di dekat Matterhorn untuk mengatasi keterbatasan akomodasi. Namun, proyek yang direncanakan dengan ambisius itu langsung memicu kontroversi karena dinilai dapat merusak daya tarik utama Zermatt dan membuat panorama gunung menjadi terhalang.
Rencana tersebut dipresentasikan Julen di hadapan sekelompok anak muda, yang menurut laporan tampak lebih terbuka dengan ide pembangunan, dibandingkan warga senior Zermatt. Namun, sebagian besar penduduk lokal tetap menolak gagasan tersebut dan menganggapnya melampaui batas wajar. Salah seorang warga bahkan melontarkan kritik tajam.
"Kenapa tidak mengukir Matterhorn (bentuk piramida pada gunung), membangun apartemen di dalamnya, dan memasang lift ke puncak? Kalau bangunannya cukup tinggi untuk menghalangi pemandangan gunung, turis mungkin akan berhenti datang, dan harga rumah bisa turun," ujar salah satu warga, dikutip melalui Oddity Central, Jumat (5/12/2025).
Gedung pencakar langit yang direncanakan, diberi nama Lina Peak, dan dirancang memiliki pembagian fungsi bangunan yang jelas. Bangunan di lantai dua hingga tiga puluh dua, akan difokuskan untuk hunian terjangkau khusus penduduk lokal dan pekerja musiman. Sementara, sekitar 30 lantai teratas diperuntukkan bagi apartemen mewah untuk wisatawan dan investor asing. Konsep ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan kebutuhan perumahan rakyat dan peluang investasi properti premium di wilayah wisata berkelas dunia.
Julen menegaskan bahwa krisis perumahan telah berlangsung terlalu lama dan tidak bisa lagi dibiarkan berjalan tanpa solusi. Ia menilai situasi ini membutuhkan solusi besar yang benar-benar mampu menjawab permasalahan, bukan sekadar langkah sementara.
"Saya sudah lama memikirkannya, dan saya sudah menghabiskan banyak waktu, bahkan mungkin banyak uang. Kelangkaan perumahan adalah masalah serius. Banyak warga terpaksa pindah karena kurangnya tempat tinggal yang terjangkau," ujarnya kepada stasiun penyiaran publik Swiss, SRF, dikutip melalui Oddity Central.
Harga properti di Zermatt terus melambung sejak pandemi dan tak menunjukkan tanda-tanda menurun. Karena itu, keberhasilan Julen membeli sebidang tanah strategis dekat Matterhorn dianggap langkah penting untuk mewujudkan mega proyek tersebut. Jika ia berhasil menarik investasi sebesar €500 juta atau sekitar Rp 9,7 triliun, pembangunan Lina Peak ditargetkan dapat dimulai dan rampung sekitar tahun 2034.
Membangun pencakar langit di salah satu lanskap pegunungan paling terkenal di dunia tentu menjadi langkah besar yang berani, bahkan oleh sebagian pihak dianggap nyeleneh dengan gagasan masyarakat. Namun, Julen memang dikenal sebagai sosok non konformis dalam dunia arsitektur. Ia juga telah memulai pengumpulan tanda tangan untuk menggalang dukungan dari warga setempat, sementara para ahli menilai perencanaan tersebut secara teknis sudah cukup realistis.
Meski menuai kontroversi, proyek ini membuka perdebatan besar di Zermatt. Apakah menyesuaikan lanskap demi kebutuhan perumahan masa depan dapat diterima, atau justru merusak identitas alam visual yang selama ini menjadi ketertarikan pariwisata Pegunungan Alpen Swiss.
(das/das)