Pengembang Minta Pemerintah Bantu Warga Penghasilan Tanggung Punya Rumah

Danica Adhitiawarman - detikProperti
Minggu, 02 Nov 2025 15:01 WIB
Ilustrasi hunian. Foto: Shutterstock
Jakarta -

Pemerintah membuat kebijakan untuk memudahkan masyarakat mempunyai rumah, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pengembang pun menyoroti bahwa pemerintah perlu memberikan perhatian bagi masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) juga.

Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Realestat Indonesia (BPO-REI) Paulus Totok Lusida menyebutkan kebijakan pemerintah yang telah diterbitkan antara lain, Program 3 Juta Rumah, pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) hingga 2027. Lalu, ada tambahan kuota rumah bersubsidi menjadi 350 ribu unit untuk tahun ini, gratis bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) untuk MBR.

"Selain untuk MBR, kami juga terus memperjuangkan berbagai kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) dengan harga rumah hingga Rp 500 juta. Ini kami sudah usulkan sejak lama, jadi bunganya komersial tetapi bebas PPN. Semoga disetujui dan ditetapkan lewat peraturan presiden," ujar Totok saat pertemuan BPO-REI dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (2/11/2025).

Soal kondisi pasar apartemen yang sedang lesu, berdasarkan hasil survei, salah satu penyebabnya ialah akibat biaya service charge atau iuran pemeliharaan lingkungan (IPL) yang mahal. Totok Lusida mengusulkan agar biaya service charge di apartemen yang harganya di bawah Rp 1 miliar dapat dikurangi menjadi sekitar Rp 12 ribu hingga Rp 14 ribu per meter persegi agar semakin terjangkau.

"Tujuannya supaya MBT mau membeli dan tinggal di apartemen. Kami harapkan ada solusi soal tarif service charge apartemen menengah bawah ini," ucap Totok.

Selain itu, ia menyebutkan satu opsi yang dapat dijalankan pengembang untuk sektor perumahan, yakni konsep hunian berimbang. Konsep ini sudah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan diubah melalui UU Cipta Kerja.

Amanat tersebut mewajibkan pengembang membangun perumahan dengan komposisi seimbang antara rumah sederhana, menengah, dan mewah. Namun, undang-undang menetapkan pembangunan hunian berimbang harus di satu hamparan untuk proyek skala besar, dan satu hamparan di kabupaten/kota yang sama bagi proyek skala non-besar.

Beberapa opsi yang diusulkan antara lain dengan membayar dana konversi yang wajar, lokasi hunian berimbang dapat dilakukan di seluruh Indonesia, atau lokasi hunian di satu provinsi yang sama. Opsi-opsi ini menjadi alternatif, meski kata Totok, tidak mudah untuk mengubah ketentuan undang-undang.

Sementara itu, Ketua Kehormatan REI, Soelaeman Soemawinata, mengatakan masalah biaya hidup di apartemen yang mahal cukup mengganggu pemulihan pasar apartemen. Mengingat, tarif listrik dan air bersih di unit apartemen dikenakan tarif komersial yang berbeda dengan rumah tapak.

"Selain service charge yang mahal, di apartemen biaya kebutuhan sehari-hari seperti air bersih dan listrik juga ditetapkan sama dengan bangunan komersial. Ini tidak fair, karenanya harus dikonversi jadi tarif hunian," ujarnya.

Dia mendorong pemerintah memberikan perhatian besar pada pasar apartemen yang sedang terpuruk. Jika minat orang tinggal di apartemen meningkat, banyak hal dapat terselesaikan seperti kemacetan lalu lintas dan pemborosan bahan bakar minyak.

Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.

Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini



Simak Video "Pengumuman! Syarat Gaji MBR Penerima Rumah Subsidi Jadi Rp 13 Juta"

(dhw/abr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork