Baru-baru ini ada pembahasan antara Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) dengan Menteri Keuangan soal rencana memperluas ukuran rumah subsidi vertikal menjadi 45 meter persegi.
Menurut Purbaya rumah tipe 36 dengan 2 kamar kurang luas. Dengan adanya perluasan ke 45 meter persegi hunian tersebut terlihat manusiawi dan nyaman. Lalu bagaimana pandangan pengembang?
Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan perluasan rumah susun (rusun) atau rumah vertikal subsidi tidak ada masalah dan bisa dilakukan. Menurutnya minimal rumah tersebut diperluas menjadi 42 meter persegi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memungkinkan, tapi kalau kita menggunakannya kalau dari itu adalah masyarakat berpenghasilan menengah. Kalau kita mengacu kepada Standard Development Goals, itu kan memang minimalnya 36 (meter persegi), kemudian kalau WHO (World Health Organization) itu kan 42 (meter persegi), kemudian SNI juga 36 (meter persegi). Undang-undang perumahan kan 21-36 (meter persegi)," kata Joko kepada detikcom, pada Kamis (16/10/2025).
Namun, rencana perluasan rumah tersebut harus diikuti dengan kejelasan pengadaan rumah susun subsidi di perkotaan atau yang disebut juga dengan Program 1 Juta Apartemen di Perkotaan. Menurutnya, hingga saat ini program tersebut belum berjalan dengan maksimal, bahkan stoknya tidak ada.
Di perkotaan lebih banyak apartemen komersial dan rumah susun bantuan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dari Pemerintah Provinsi Jakarta.
"Kalau dikaitkan itu (perluasan ukuran), kita mendorong bagaimana yang program 1 juta rumah di perkotaan yang berupa high rise itu bisa segera berjalan," ujarnya.
Sebab menurutnya perluasan rumah menjadi 45 meter persegi pasti akan meningkatkan biaya produksi rumah dan harga jualnya. Solusi untuk menekan harga jual rumah, salah satunya dengan pemberian subsidi dari pemerintah.
Program 1 Juta Apartemen di Perkotaan, kata Joko, rencananya akan ada skema subsidi tanah. Hal ini akan membantu karena harga tanah bisa menyita 50 persen dari total biaya produksi rumah. Dengan adanya subsidi tanah, harga jual rumah susun tersebut akan bisa jadi lebih murah.
"(Jika) Pemerintah memberikan subsidi, maka nilainya (tanah) atau nilai tertentu akan nol yang membuat harga rumahnya, harga apartemennya itu nanti akan terjangkau. Kenapa? Karena komponen tanah itu bisa di atas 50 persen, misalkan dengan biaya pembangunan taruhlah Rp 10-12 juta, kalau misalkan (ukuran) 45 (meter persegi) kan berarti Rp 450 juta. Nah, apakah itu nanti juga marketnya bisa terjangkau dari titik itu?" ujarnya.
Oleh karena itu, saat ini yang diperlukan adalah kejelasan kebijakan mengenai rumah susun vertikal terutama yang subsidi. Baru setelah itu, bisa dilakukan penghitungan mengenai biaya produksi, harga jual, hingga penentuan luas ukuran unit.
Joko mengatakan saat ini harga rumah susun subsidi berkisar Rp 250-300 jutaan per unit dengan batasan ukurannya 21-36 meter persegi.
"Tetapi kalau mengacu apa yang disampaikan oleh pemerintah, (bentuk subsidi dari kebijakan lama) yang dilakukan adalah subsidi terhadap bunganya. Tetapi kan pemerintah akan mentransformasi, akan melakukan switching (mengganti), subsidi-nya berupa (subsidi) lahan. Namun sampai sekarang kan belum diputuskan, belum pernah didiskusikan, aturannya seperti apa. Jadi ini memang harus segera ada kebijakan, harus ada perumusan, karena kalau nggak ada perumusan, tidak akan muncul kebijakan, maka program itu juga belum bisa jalan, mandek," terangnya.
Apabila nanti sudah ada kejelasan mengenai pembangunan 1 juta apartemen di perkotaan, Joko memprediksi harga jualnya sekitar Rp 400-500 jutaan apabila ada kebijakan subsidi tanah dari pemerintah. Unit tipe 45 ini pun diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah, yakni yang gajinya sekitar Rp 10-20 juta per bulan.
"Jadi kalau menengah itu kan minimalnya di atas 3 kali dari harga subsidi FLPP-nya kan begitu. Jadi kalau angka Rp 400-500 (jutaan) kan sudah mendekati itu sehingga masyarakat yang berpenghasilan menengah ini merasa nyaman dengan sebutan itu. Kadang-kadang mereka sudah punya pendapatan tetapi memang nggak bisa ke atas, nggak bisa ke bawah, otomatis kan butuh intervensi pemerintah," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah berencana memperluas ukuran rumah subsidi vertikal menjadi 45 meter persegi. Bahasan ini bermula dari batas maksimal rumah subsidi 36 meter persegi yang dinilai kurang luas. Bahasan ini terjadi saat Purbaya berkunjung ke kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di Wisma Mandiri, Jakarta.
"Ya rumahnya tadi (tipe) 36, apartemen kan kecil kalau (tipe) 36, saya pikir buat aja lebih besar, yang lebih manusiawi (tipe) 45. Jadi orang tinggal di situ cukup comfortable," usul Purbaya kepada Ara, pada Selasa (14/10/2025).
Menanggapi hal ini, Ara menyetujui usulan tersebut. Ia menyebut rumah susun tipe 45 jauh lebih manusiawi. Namun, rencana ini perlu dibahas lebih lanjut.
"Beliau tadi bagus sekali memikirkan (perluasan ukuran rumah) untuk manusiawi. Jadi terutama tanah-tanah yang dimiliki oleh negara, dalam kekuasaan Dirjen Kekayaan Negara, di bawah Departemen Keuangan, kita akan segera memanfaatkan," timpal Ara.
Purbaya berharap dapat mempercepat pengadaan program tersebut. Nantinya, rumah tersebut rencananya bukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), melainkan masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT).
"Kalau agak besar kan harganya juga tinggi. Jadi bukan yang MBR saja, agak tengah sedikit, di atasnya MBR sedikit mungkin. Agak (ekonomi) menengah ya. Menengah tanggung. Karena kan ada segmen yang kosong tuh yang nggak terlayani dengan baik," jelas Purbaya.
(aqi/das)










































