Perwakilan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) masih terus menyuarakan keluhannya terkait tarif air yang dinilai membebani. Mereka menuntut golongan rusun kembali ke Kelompok K II dengan tarif dasar, bukan di Kelompok K III yang tarifnya setara dengan pusat bisnis dan industri.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PAM JAYA Arief Nasrudin menjelaskan alasan rumah susun (rusun) masuk ke dalam Kelompok K III adalah karena terdapat sistem pengelolaan atau fasilitas yang tidak ada di hunian biasa.
"Rumah bertingkat itu mereka ada sistem pengelolaannya. Karena mereka mempunyai beberapa fasilitas yang tidak dimiliki oleh rumah tapak. Misalkan mereka harus bikin ground water tank besar. Untuk me-supply kebutuhannya yang ada di gedung. Secara otomatis memang jadinya di atas 30 meter kubik kebutuhannya. Karena kondisi air ground water tank," kata Arief kepada detikProperti, Selasa (12/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, PAM Jaya sudah menawarkan Program Penagihan Langsung ke setiap rumah. Jadi, tagihan air bulanan akan ditagih langsung per unit rusun, bukan dari Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL). Selama penggunaan airnya di bawah 10 meter kubik (m3), menurut Arief tidak ada kenaikan tagihan.
"Balik lagi, saya sudah melakukan pelayanan langsung (Program Penagihan Langsung). Jadi walaupun ada ground water tank, saya nggak tagihnya lewat ground water tank. Tapi lewat invoice yang mereka pakai. Jadi sebenarnya masalah ini selesai. Yang sekarang ini didorong sama pengurus itu cuma pengen menurunkan kelompok dari K III menjadi K II," jelasnya.
Arief menegaskan perubahan yang diberlakukan saat ini hanya adanya tarif progresif, yakni kenaikan tagihan apabila rumah tersebut memakai lebih dari 10 meter kubik. Untuk tarif pemakaian air per meternya adalah Rp 1.000. Tarif ini tetap sama dari 2007 hingga saat ini.
Tarif Rp 1.000 per liter tersebut merupakan hasil subsidi silang dari perusahaan dan hanya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Jakarta merupakan daerah dengan harga air termurah di antara daerah lain yang sudah menyentuh Rp 2.400 per liter.
"Kami tidak ada yang diubah konstruksi pengelompokan tarifnya, kecuali memang kita melakukan tarif progresif. Dan biasa rata-rata di bawah 10 meter kubik, itu harganya tetap sama dari tahun 2007. Jadi kalau misalkan mereka pakainya cuma 6 meter kubik, berarti ya akan dikenakannya 6 meter kubik. Rasanya cukup bijak ya," terangnya.
Alasan adanya tarif progresif ini adalah agar semakin banyak rumah di Jakarta yang mendapatkan air bersih. PAM Jaya sendiri, kata Arief, bukan hanya terfokus pada penyediaan air bersih saja, melainkan layanan air minum juga. Biaya operasionalnya cukup besar. Sementara, sudah sekitar 18 tahun tarif tersebut tidak ada kenaikan. Dengan adanya kenaikan tarif, perusahaan dapat membantu lebih banyak rumah yang membutuhkan air bersih.
"Rasanya harus sama-sama untuk bisa membantu pemerintah juga. Supaya kita meratakan (penyaluran) air. Karena yang membutuhkan air itu nggak cuma apartemen. Tapi banyak warga. Di Jakarta masih kurang lagi 1 juta sambungan. Dan butuh biaya. Jadi harus ada rasa gotong royongnya," ujar Arief.
(aqi/zlf)