Sebagian besar bangunan di sebuah desa di Provinsi Guizhou, China telah rata dengan tanah pada tahun 2018. Hal tersebut dikarenakan pemerintah hendak mengubah desa tersebut sebagai daerah resor mewah dengan pemandangan hamparan sawah.
Namun, proyek penggusuran tersebut tidak diterima oleh seluruh warga, salah satunya adalah Chen Tianming yang memilih tetap bertahan. Ia bukan hanya bertahan dengan rumah mungilnya, tetapi dari tahun ke tahun ia membangun rumah tersebut menjadi 10 lantai bak menara.
Dilansir France 24, Tianming membangun rumah 10 lantai tersebut dari material sisa. Selain itu, bentuknya pun tidak rapi, lebih mirip dengan rumah reyot yang dibangun tanpa memperhatikan keamanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut laporan media, lantai teratas tempat di mana Tianmiang tidur pasti bergoyang ketika tertiup angin. Ia pun telah mengikat puluhan tali dan menancapkan beberapa kabel rumah tersebut ke tanah untuk menjaga struktur bangunan tetap kokoh.
"Saya mulai membangun karena alasan kepraktisan, mencoba merenovasi dan memperluas rumah kami," kata Tianming kepada AFP, seperti yang dikutip detikcom, Selasa (24/6/2025).
Rumah tersebut pada awalnya milik kakeknya dan sudah berdiri sejak 1980-an. Pada saat itu, rumah tersebut hanya terdiri dari rumah satu lantai dari tumpukan batu. Ia mulai mengubahnya menjadi rumah 10 lantai sejak ada tawaran penggusuran.
"Orang sering mengatakan tempat ini tidak aman dan harus dihancurkan. Tapi saya tidak akan pernah mempertahankan dari siapa pun yang mau merobohkannya," tuturnya.
Proses pembangunannya pun tidak dilakukan sekaligus, melainkan bertahap. Pada 2018, ia telah membangun hingga 4 lantai. Kemudian, lantai kelima rampung pada 2019, lantai keenam pada 2022, dan lantai ketujuh pada tahun 2023, dan saat ini sudah rampung 10 lantai.
Bangunan tersebut terdiri dari papan lapis yang sudah pudar dan balok yang melengkung. Bentuk rumah tersebut disebut-sebut mirip dengan ilustrasi rumah karya animator legendaris Jepang Hayao Miyazaki, sosok yang mendirikan Studio Ghibli.
Nasib Proyek Penggusuran Desa di Provinsi Guizhou
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa luas wilayah yang digusur sekitar 800 hektar, termasuk teater dan danau buatan. Penggusuran tersebut mirip dengan pembebasan lahan, setiap rumah yang bersedia untuk pergi akan menerima uang kompensasi.
Namun, pada saat itu orang tua Tianming menolak dan dirinya berjanji akan mempertahankan properti tersebut. Tianming bercerita pada saat satu per satu tetangganya mulai pindah, ia bertahan tidur di sana selama 2 bulan untuk mencegah ada pengembang yang menghancurkan rumahnya.
Nasib baik berpihak kepada Tianming, enam bulan kemudian proyek pembangunan tersebut dikabarkan terganggu dan tidak lama kemudian diumumkan jika proyek tersebut telah dibatalkan.
Saat ini, Tianming bisa disebut sebagai satu-satunya penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu rumahnya mulai dikenal masyarakat dan menjadi viral. Banyak masyarakat dari luar datang hanya untuk berfoto di depan rumahnya. Bahkan rumahnya mendapatkan julukan 'rumah paku' oleh masyarakat di China.
Rumah paku merupakan sebutan bagi properti yang masih bertahan meskipun sudah ditawarkan biaya kompensasi. Pemerintah memang tidak bisa memaksa rumah tersebut digusur karena properti tersebut merupakan aset milik warga.
Pada Agustus 2024 lalu, Tianming mendapat surat permintaan untuk membongkar lantai atas rumah tersebut. Rumahnya juga dilabeli rumah ilegal, kecuali rumah asli di bagian bawah. Ia diminta telah membongkar rumah tersebut dalam 5 hari.
Ia mengatakan telah menghabiskan puluhan ribu yuan untuk melawan perintah dalam surat tersebut. Meskipun kalah dalam beberapa sidang pendahuluan, ia terus mengajukan banding, dan sidang berikutnya ditunda.
"Saya tidak khawatir. Sekarang tidak ada yang membangun di lahan itu, jadi tidak perlu lagi mereka merobohkannya," ujarnya.
(aqi/das)