Properti telah lama dikenal sebagai salah satu produk investasi yang menguntungkan. Hal ini dikarenakan nilai properti dari tahun ke tahun di daerah tertentu bisa bertumbuh sehingga cukup menguntungkan jika dijual setelah beberapa tahun dimiliki.
Namun, CEO PT Leads Property Service Indonesia Hendra Hartono mengatakan, tren tersebut telah bergeser. Menurutnya, Generasi Milenial dan Generasi Z saat ini susah mendapat pertambahan nilai (capital gain) dari properti sehingga tidak menguntungkan sebagai aset.
Ia melihat, saat ini Generasi Milenial dan Generasi Z membeli properti seperti rumah karena memang membutuhkan. Mereka lebih tertarik pada saham, bitcoin, dan produk investasi lain daripada properti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Properti bukan lagi menarik dari segi investasi. Jadi sekarang orang membeli properti karena orang butuh properti. Dan memang dianggapnya belum sukses, kalau bukan properti gitu lho. Jadi well maintenance, harus punya aset. Jadi tidak semua ditaro di stock," kata Hendra dalam acara Media Briefing Jakarta Property Market Insight Q1 2025 di Jakarta Mori Tower, Kamis (19/6/2025).
Ia juga melihat sektor properti tidak lagi menguntungkan sebagai aset investasi sejak 2016 lalu. Sebab, sejak saat itu, harga properti mengalami penurunan terutama untuk biaya sewa. Sementara, salah satu cara untuk mendapat nilai dari properti tersebut adalah dengan menyewakannya.
"Yang jadi isu lagi setelah 2016 itu, harga rental juga turun. Jadi investasi dari segi giro juga tidak menarik bagi high rise," ujarnya.
"Jadi kalau selama ini kita bilang, menarik lho beli properti, bisa lebih dari inflasi, bisa lebih dari bunga bank, segala macam, nggak nendang bagi mereka. Mereka bisa bicara tentang bitcoin, atau investasi yang stok yang memang bikin pasar modal, daripada punya rumah di Tenjo, punya kos 100 kamar," lanjutnya.
Selain itu, ia melihat banyak Gen Z memiliki prinsip bahwa jika belum mampu membeli rumah, lebih baik menyewa dahulu. Beberapa Gen Z yang berasal dari ekonomi kelas atas juga telah mendapat kenyamanan dari orang tua mereka dengan aset rumah yang bisa digunakan ketika sudah dewasa.
"Terus mereka juga ada gengsinya, jadi kalau belum punya uang beli rumah di Cipete, lebih baik sewa aja dulu. Kan masih ada orang tua ini, nanti juga diwarisi rumahnya. Jadi banyak sekali rumah kelas atas itu yang dibeli kelas atas oleh orangtua untuk anaknya," tuturnya.
Alasan lain properti tidak lagi menarik sebagai aset investasi adalah nilai tanah yang semakin mahal. Dengan nilai tanah saat ini, biaya sewa rata-rata yang ditawarkan ke pasar dan daya beli masyarakat bertolak belakang.
Sebagai contoh jika ada orang ingin membeli rumah di BSD untuk dijadikan investasi. Kemudian, mereka menyewakan rumah tersebut agar mendapat pemasukan tambahan dari sana. Dengan rata-rata biaya sewa sekarang sekitar Rp 2-6 jutaan per bulan, tentu tidak setara dengan harga tanah rumah di BSD yakni Rp 20 juta per meternya. Artinya, untuk mendapat keuntungan dalam waktu singkat tidak memungkinkan.
"Jadi tuh properti yang terjadi sekarang itu, orang sudah punya tanah lama, baru bangun. Kalau baru beli sekarang di CBD atau BSD itu rentalnya nggak dapat. Investasi properti tidak bisa turun," ungkapnya.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(aqi/abr)