Undang-undang tabungan perumahan rakyat (Tapera) sedang dalam proses judicial review di Mahkamah Konstitusi. Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat pun menyiapkan skema baru yang lebih menarik untuk masyarakat.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan proses sidang lanjutan baru dimulai pada April setelah sempat tertunda. Kelanjutan Tapera masih menunggu hasil dari persidangan agar ada kedudukan hukum yang kuat.
"Kalau isu Tapera-nya kita kan masih dalam proses judicial review nih di Mahkamah Konstitusi. Tanggal 21 nanti baru proses untuk mendengarkan keterangan ahli dari penggugat 21 Mei ini," ujar Heru di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pihaknya sudah mengembangkan berbagai macam skema yang akan ditawarkan ke masyarakat, seperti tabungan sukarela dan bukan iuran. Hal ini sesuai arahan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) agar masyarakat tertarik menjadi peserta.
"Nanti bisa kita tawarkan dengan limit tertentu yang tidak memberatkan lah tentunya. Ya kita harapkan itu juga nanti bisa berjalan, sehingga akan menjadi sumber likuiditas baru bagi pemilikan perumahan, khususnya bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) yang di desil mungkin 6 ke atas," ucapnya.
Dengan begitu, ia menyebut fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bisa lebih fokus untuk masyarakat yang tergolong dalam desil 1 sampai 6.
Soal besaran tabungan masih harus melalui proses perhitungan. Menurutnya, BP Tapera harus berhati-hati dalam menentukan target segmen masyarakat yang dapat diajak dalam program tersebut.
"Kalau sifatnya nanti ada opsi untuk tabungan sukarela ya seperti koperasi lah, kan ada simpanan sukarela itu. Ya tentunya kita harus menghitung juga potensi tabungan yang bisa kita raising gitu ya, bisa kita kumpulkan. Dan dari situ kemudian proyeksi kemampuan pembiayaan untuk mengafirmasi segmen tertentu," jelasnya.
Kemudian, pihaknya juga sedang memikirkan produk-produk pembiayaan rumah yang berbeda dengan MBR. Menurutnya, dana peserta harus dioptimalkan pemupukannya karena berupa simpanan.
"Tentunya nanti produk KPR-nya (kredit pemilikan rumah) bisa jadi agak lebih berbeda dengan suku bunga tiring misalkan dibandingkan dengan FLPP. Ini kan upaya-upaya kita lakukan dengan produk rumah yang mungkin bisa sampai di atas yang FLPP," tuturnya.
Heru menyebut rumah yang dapat dibeli peserta kemungkinan Rp 250 juta atau sampai Rp 400 juta. Opsi-opsi tersebut sedang diupayakan dengan skema pembiayaan yang jauh di bawah bunga komersial.
Sebelumnya diberitakan, pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya menjadi nasabah Tapera paling lama pada 2027. Nantinya, para pekerja tersebut akan dipotong gajinya setiap bulan untuk simpanan Tapera.
Berdasarkan PP 21/2024 sebagai perubahan atas PP Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya paling lambat 7 tahun sejak PP 25 tahun 2020 berlaku yaitu pada 20 Mei 2020. Artinya, pemberi kerja paling lambat mendaftarkan pekerjanya pada 2027 mendatang.
Namun, Heru mengatakan aturan aturan soal Tapera belum tentu diterapkan pada 2027 mendatang. Hal itu karena BP Tapera masih menunggu hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi (MK).
"Belum, belum, belum. Kita masih melihat juga hasil judicial review-nya nanti," kata Heru kepada wartawan di Pendopo Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2025).
Ia menjelaskan, saat ini masih dalam proses konstruksi hukum yang terkait dengan gugatan judicial review tentang Tapera. Heru juga mengatakan, terkait pelaksanaan wajib Tapera masih sangat dinamis, belum tentu 2027 langsung berjalan. Pihaknya akan mempertimbangkan dari sisi sensitivitas, kemampuan, dan daya beli masyarakat.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/das)