Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) berpendapat bahwa Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak bisa bersifat wajib. Sebab, menurutnya karena skemanya tabungan, seharusnya bersifat sukarela.
Menanggapi hal itu, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho mengatakan ketentuan wajib nabung tertuang di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Namun, karena menimbulkan polemik di masyarakat Ara meminta pihaknya untuk me-review kembali terkait hal tersebut dan juga mendorong BP Tapera agar memiliki program yang didukung masyarakat bukan sebaliknya.
Ia menuturkan, pihaknya akan melakukan review terhadap aturan tersebut agar bisa lebih diterima oleh masyarakat ke depannya. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak merasa 'dipaksa' untuk menabung Tapera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk itu, nanti kita coba kita review kembali aturan-aturan yang bisa lebih fit yang bisa diterima oleh masyarakat agar konsep gotong royong dengan skema tabungan ini bisa lebih diterima oleh masyarakat ke depannya sehingga masyarakat tanpa perlu dipaksa akan sukarela berpartisipasi dalam penyediaan perumahan rakyat khususnya MBR dengan konsep tabungan melalui BP tapera," kata Heru ketika dihubungi detikcom, Rabu (27/11/2024).
Ketika ditanya apakah aturan yang mewajibkan masyarakat menabung di Tapera akan diubah, Heru mengatakan pihaknya hanya akan me-review saja. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan peraturan tersebut bisa diubah jika ada pihak yang mengajukan revisi aturan.
"Nanti akan kita sampaikan struktur ketentuan perundangannya seperti apa, dan beliau (Ara) sangat support kalau ada yang perlu disesuaikan ya kita upayakan untuk kita sesuaikan," ujarnya.
"Dan kita sudah sampaikan kalau BP Tapera perannya operator pelaksana dari perangkat Undang-undang. Ya mungkin nanti inisiatornya akan di-lead dari Kementerian PKP untuk review kembali aturan-aturan yang masih menjadi pertentangan di masyarakat," sambungnya.
Heru menuturkan, pada dasarnya Tapera menggunakan asas gotong royong dalam kemudahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah. Hal itu seharusnya sesuai dengan program 3 juta rumah yang juga menggunakan asas gotong royong.
"Prinsipnya dengan program 3 juta rumah ini kan semua support, gotong royong, nggak ada yang dipaksa-paksa untuk bergotong royong apalagi konsepnya tabungan. Beliau (Ara) memberikan arahan seperti itu," ungkapnya.
Ia memastikan pihaknya akan me-review kembali aturan-aturan yang masih berpolemik di masyarakat dan menyampaikan ke Kementerian PKP apabila ada yang harus diubah.
"(Ada kemungkinan aturan diubah?) Iya untuk di-review kembali. Kita saat ini juga sedang proses judicial review, ya kita tunggu proses di Mahkamah Konstitusi seperti apa," bebernya.
"Saya kira ketentuan yang bagus juga untuk kita me-review terhadap keputusan perundangan yang itu mungkin masih menjadi kontroversi di masyarakat supaya lebih fit aja. Supaya BP Tapera ke depan bisa lebih melangkah dengan lebih baik, menjadi salah satu favorit masyarakat untuk gotong royong dengan konsep tabungan, ada keuntungan bagi yang ikut program Tapera, bagi itu yang menabung karena ada ekspektasi return yang lebih tinggi dibanding bunga bank atau deposito, misalnya seperti itu," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Ara meminta iuran tapera hanya bersifat sukarela. Ara menegaskan jika menggunakan kata 'tabungan' maka tidak seharusnya Tapera bersifat wajib.
"Posisi saya kalau tabungan, ya tabungan. Nama harus menyesuaikan fungsinya. Kalau mau wajib jangan pakai nama tabungan," kata Ara itu dalam rapat pembahasan program 3 juta rumah dengan BP Tapera di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (26/11/2024).
(abr/zlf)