Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunda kenaikkan tarif air bersih di rumah susun (rusun). Hal itu mengingat kenaikkannya sangat tinggi dan tanpa didahului sosialisasi kepada warga yang tinggal di rusun.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI Adjit Lauhatta mengatakan, kenaikan tarif air bersih untuk rusun mencapai 71 persen atau dari Rp 12.550 menjadi Rp 21.500 per meter kubik. Kenaikan tersebut dinilai sangat memberatkan para penghuni rusun yang sebagian besar diisi oleh kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
"Tarif Baru Layanan Air Bersih PAM Jaya sangat memberatkan. Pasalnya, dalam tabel layanan baru yang menempatkan rumah susun sebagai apartemen yang merupakan hunian sama gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan yang tarifnya sebesar Rp 21.500 per m3," kata Adjit dalam acara Press Conference Talk Show P3RSI, dikutip Jumat (7/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adjit mengatakan, salah satu masalah utama dalam pengenaan tarif air bersih ini adalah penetapan golongan apartemen/rumah susun disamakan dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan. Padahal fungsi dan peruntukannya berbeda.
"Jadi tidak adil kalau kami disamakan dengan perkantoran dan pusat perdagangan. Kami pun bayar air bersih lebih mahal dibandingkan rumah tipe besar yang ada di Pondok Indah," tutur Adjit.
Maka dari itu, pihaknya mengusulkan agar kata apartemen dalam rincian jenis pelanggan gedung bertingkat tinggi komersial/apartemen/kondominium/pusat perbelanjaan, dihilangkan. Pihaknya juga meminta agar gedung bertingkat yang fungsi dan peruntukkannya sebagai hunian lebih tepat digolongkan sebagai rumah susun menengah dan mewah.
"Sangat ironis, kalau pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta mendorong agar kalangan dan MBR tinggal di rumah susun, tapi setelah tinggal kok kami malah dikenakan tarif air bersih paling tinggi. Harusnya Pemprov DKI dan PAM Jaya peka dengan situasi ekonomi kalangan menengah dan MBR saat ini," ungkap Adjit.
Di sisi lain, P3RSI telah melakukan berbagai upaya untuk menunda penerapan kebijakan tersebut. Beberapa di antaranya adalah melakukan audiensi dengan pihak PAM Jaya, membuat Laporan Masyarakat ke Balai Kota DKI Jakarta, hingga bersurat ke Pj. Gubernur DKI Jakarta.
"Kebijakan ini kami minta dapat ditunda untuk didiskusikan dahulu dengan para pemangku kepentingan, agar tidak ada kegaduhan di tengah masyarakat. Kalau ini tak didengarkan juga, warga rumah susun akan yang anggota puluhan ribu siap melakukan unjuk rasa, hingga tuntutan kami didengar," tutup Adjit.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Francine Widjojo turut meminta agar PAM Jaya menunda pemberlakuan tarif baru layanan air terutama di rusun. Menurutnya, saat ini belum ada urgensi kenaikan tarif air PAM Jaya di 2025 karena sejak tahun 2017 PAM Jaya selalu untung, tertinggi di tahun 2023 untung Rp 1,2 triliun, dan tahun 2024 membagikan dividen Rp 62 miliar ke Pemprov DKI Jakarta selaku 100 persen pemegang saham PAM Jaya tapi tingkat kebocoran air atau Non Revenue Water sejak tahun 2017 sangat tinggi, selalu berkisar 42-46%.
Ia juga berpendapat, dasar hukum keputusan kenaikan tarif air bersih ini masih bisa diperdebatkan. Francine mengingatkan bahwa peraturan telah mendefinisikan air minum sebagai air yang siap diminum dan memenuhi syarat kesehatan, yaitu pada Pasal 1 angka (5) UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air dan Pasal 1 angka (2) PP 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
"Dengan banyaknya pro dan kontra yang saat ini, ditambah lagi juga dengan dasar hukumnya terutama terkait dengan tarif air minum dibandingkan dengan air bersih, seharusnya sih PAM Jaya belum bisa menerapkan kenaikan tarif tersebut dan sebaiknya ditunda dulu lah di 2025 ini," kata Francine beberapa waktu lalu di DPRD DKI Jakarta.
Secara aturan, sebenarnya yang bisa diterapkan PAM Jaya itu adalah kenaikan tarif air minum, bukan air bersih. Sebab PAM Jaya itu adalah perusahaan air minum bukan air bersih. Hanya saja, selama ini banyak warga Jakarta masih menikmati taraf air bersih saja.
Menurut Francine, terkait tarif tersebut harusnya dibedakan antara air minum dengan air bersih. Francine melanjutkan, kenaikan tarif yang diatur di dalam Keputusan Gubernur 730 tahun 2024 itu terkait dengan tarif air minum, sehingga PAM Jaya seharusnya menaikkan tarif air minum terhadap pelanggan-pelanggan yang sudah menerima layanan tersebut.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(abr/zlf)