Bahaya bisa datang dari mana saja, termasuk dari lingkup terkecil yakni rumah. Pembangunan rumah yang tidak memperhatikan baik buruknya material yang digunakan bisa menjadi boomerang bagi penghuninya.
Contohnya penggunaan asbes pada rumah. Bahan yang dinilai murah ini justru bisa membahayakan nyawa tanpa disadari, layaknya pembunuh senyap.
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta, asbes adalah bahan beracun berbahaya (B3), sebagaimana dikategorikan dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, syarat penggunaan material asbes yang diperbolehkan maksimal hanya 5 serat/ml.
"Serat asbes yang terlepas dari atap asbes berukuran sangat kecil dengan diameter kurang dari 3 mikrometer atau lebih tipis dari 1/700 helai rambut, jika terhirup manusia akan mengendap di paru-paru," tulis unggahan Instagram @dkijakarta seperti yang dikutip pada Jumat (20/9/2024).
Peraturan ini dibuat bukan tanpa sebab, menurut data dari Global Burden of Disease (GBD) 2019, setiap tahunnya sebanyak 1.600 orang Indonesia meninggal dunia karena penyakit terkait asbes.
Beberapa penyakit yang muncul karena terlalu banyak menghirup serpihan asbes ini di antaranya kanker, asbestosis (kerusakan paru-paru permanen), kesulitan bernapas, efusi plura (cairan menumpuk di paru-paru).
Menurut WHO, gejala penyakit asbestosis bahkan baru terdeteksi 10-40 tahun setelah paparan.
Angka korban yang tidak sedikit tadi, ternyata belum cukup menyadarkan Indonesia bahwa asbes berbahaya berada di dekat manusia. Terlihat dari capaian pada 2020 lalu, Indonesia tercatat sebagai negara pemakai asbes terbesar di dunia.
Lantas, apa penyebab asbes masih digandrungi di Indonesia?
Dalam wawancaranya dengan DW, Muchamad Darisman, LSM Jaringan Indonesia Larang Asbes, mengungkapkan harga asbes yang murah adalah daya tarik terbesar material ini masih digunakan di Indonesia. Banyak masyarakat kelas menengah ke bawah menggunakan material asbes sebagai material atap rumah mereka.
"90% material asbes yang masuk ke Indonesia diproses untuk penggunaan atap semen bergelombang. Jadi, mayoritas itu digunakan oleh masyarakat bawah," ungkap Darisman.
Meskipun saat ini sudah tidak terhitung berapa rumah yang telah menggunakan asbes, bukan berarti terlambat untuk berhenti memakainya.
Dilansir detikHealth, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk terlepas dari bahaya asbes. Cara menghindari bahaya asbes yang paling ampuh adalah dengan mengganti material asbes dengan bahan lain. Sebagai contoh untuk material atap, kamu bisa menggunakan genteng metal atau genteng keramik.
Lalu, jika kamu ingin membuang asbes, usahakan ke tempat yang tepat di mana bisa langsung dihancurkan. Hindari memotong dan mengamplas bahan asbes apalagi tanpa penutup mulut dan hidung.
Terakhir, apabila belum bisa mengganti atap asbes dengan bahan yang lebih aman, setidaknya kamu perlu mengecek kondisinya apakah masih layak atau tidak. Apabila ada tanda pelapukan harus segera diganti.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(aqi/abr)