Perkara pinjaman online (pinjol) menjadi momok bagi masyarakat hingga menelan korban. Menanggapi keresahan sekelompok warga, Mahkamah Agung (MA) belum lama ini mendukung adanya perbaikan aturan terkait pinjol.
Melansir dari detikNews, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan oleh sejumlah warga terhadap pemerintah. MA memerintahkan pemerintah memperbaiki aturan terkait pinjol.
"Mengabulkan permohonan kasasi dari para pemohon kasasi," demikian putusan MA dikutip dari detikNews, Rabu (31/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpisah, Ketum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengungkapkan rasa syukur atas putusan tersebut. Ia berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat meninjau dan memperbaiki penyelenggaraan pinjol.
"Kita bersyukur MA sudah memberikan keputusan dan REI berterima kasih dan kita berharap OJK untuk bekerja lebih bijak, lebih cermat lagi menjadi agent of development. Mereview hal-hal yang memang kurang bagus, dan poinnya adalah mendorong bagaimana kita semuanya itu bisa menggunakan fasilitas keuangan itu dengan baik, dengan baik," ujar Joko kepada detikProperti.
Ia mengatakan pinjol sudah menimbulkan masalah dan korban, sehingga dibutuhkan pembenahan, penelaahan, dan kehati-hatian dalam menetapkan aturan. Hal ini supaya risiko terhadap masyarakat bisa diminimalisir.
Selain itu, pinjol yang macet memberi dampak buruk terhadap kredit skor di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Akibatnya, masyarakat mengalami kesulitan mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ketika hendak membeli rumah.
"Permasalah pinjol ini juga mengakibatkan SLIK yang tidak bagus bagi masyarakat, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk mengakses perbankan. Kalau kita lihat untuk mengakses rumah saja lebih dari 25 persen mereka mengalami kesulitan karena masalah pinjol," jelasnya.
Untuk itu, ia meminta OJK untuk meninjau permasalahan SLIK yang diakibatkan pinjol, sehingga menyulitkan mengakses perbankan khususnya untuk membeli rumah pertama. Ia menekankan permasalahan SLIK secara tidak langsung bisa memberatkan masyarakat ke depannya.
"SLIK ini itu tidak ada timeline-nya (dan) masa berlakunya. Itu akan selalu mengikuti terus. Nah, ini pun menjadi proses pemiskinan tidak langsung oleh OJK, karena mereka tidak boleh menjadi orang yang mengakses perbankan, yang notabene mengakses perbankan itu bagian dari cara mengakses permodalan," ucapnya.
Kemudian, Joko mengusulkan agar memperketat akses ke pinjol dengan menyesuaikan prosedur pengajuan pinjaman dengan cara kerja perbankan. Masyarakat harus mendapat edukasi sejak awal agar memahami konsekuensi mengambil pinjol.
"Bila perlu kita siap untuk berdiskusi (dan) berdialog dengan OJK, sehingga OJK bisa menjadi jembatan untuk pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui sektor properti," ungkapnya.
Sebelumnya, Joko bulan Maret lalu menyoroti adanya data yang menyebut sebanyak 30-40% KPR subsidi ditolak karena skor kredit calon nasabah buruk akibat terjerat pinjaman online (pinjol). REI mendesak OJK untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi maraknya pinjol dan semakin banyaknya orang yang tidak bisa membeli rumah dengan KPR karena pinjol.
"Kami mendesak OJK untuk mengatur batasan bunga pinjol, setidaknya maksimal hanya dua kali suku bunga konvensional," tegas Joko beberapa waktu lalu.
(dhw/dna)