Diskusi mengenai kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) hingga saat ini masih belum berakhir. Tapera sendiri adalah sebuah penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah Kepesertaan berakhir.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan Tapera ini akan memotong upah/gaji seluruh pekerja Indonesia yang termasuk ke dalam golongan peserta Tapera sebanyak 2,5% dan untuk pekerja mandiri sebanyak 3%.
Keputusan penetapan kebijakan ini tentunya menuai berbagai pendapat dan kritikan dari berbagai pihak. Ditambah lagi, belum lama ini sudah ada beberapa menteri angkat bicara bahwa kebijakan Tapera ini tidak akan diundur dan akan mulai diberlakukan pada tahun 2027 mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini tentunya membuat diskusi antara kedua belah pihak semakin memanas. Berbagai respon penolakan sudah diungkapkan oleh banyak pihak, salah satunya yaitu datang dari Co-founder dan CEO Leads Property, Hendra Hartono.
Menurut Hendra, penetapan kebijakan Tapera ini sangat tidak tepat waktunya. Dengan ditetapkannya kebijakan ini justru malah akan membebani kedua belah pihak, baik itu dari pihak perusahaan, dan pihak pekerjanya.
"Tapera itu kami melihatnya tidak pas waktunya. Itu akan menambah beban perusahaan lagi, dan juga tidak membuat si staff itu merasa itu akan berguna kalau disimpan sampai dia pensiun baru beli rumah. Sudah terlambat pak," tutur Hendra dalam acara Diskusi Update Property Market 2024 & Corporate Office Layout Trend, Kamis (13/6/2024).
"Mungkin dalam perjalanan juga ia sudah sakit, sudah nggak ada (meninggal dunia), tapi Taperanya masih ada," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Hendra juga mengakui bahwa sebenarnya investasi rumah bagi masyarakat Indonesia itu sangat diperlukan dan harus dipaksakan. Namun menurutnya, kebijakan tapera ini seharusnya dibuat sebagai sukarela saja.
"Harusnya sukarela, tapi yang pasti investasi rumah atau investasi personal mau nggak mau harus dipaksakan. Baik dengan cara KPR atau mungkin bantuan orang tua untuk DPnya, mungkin juga bisa kerjasama untuk beli rumah bareng-bareng, suami istri harus bekerja jadi untuk patungan agar bisa beli propertinya," pungkas Hendra.
"Karena menurut kita ini menjadi beban kedua belah pihak, baik itu dari sisi perusahaannya, dan sisi karyawannya juga," sambungnya.
Hendra mengaku khawatir bila dengan adanya Tapera ini, kasus korupsi akan kembali terjadi lagi.
"Yang kita khawatirkan itu tata kelolanya, tata kelola keuangannya yang jadi pertanyaan. Yang penting tata kelolanya transparan dan profesional, jelas siapa yang jadi penanggung jawabnya, dan orangnya bisa dipegang. Jangan sampai nanti masuk KPK lagi," tegasnya.
(dna/dna)