Ketua Umum BKTI-PII periode 2021-2024, Ir. Faizal Safa menginginkan adanya dialog antara pemerintah dengan pengusaha dari berbagai asosiasi. Mereka berharap dari dialog ini, pemerintah dapat memahami kendala yang dihadapi oleh kalangan pengusaha.
"Pastinya Tapera adalah niat baik dari pemerintah untuk mengadakan sektor papan di luar pangan dan sandang bagi pegawai sebuah perusahaan. Namun demikian sebaiknya pemerintah harus menggelar dialog dengan pengusaha dari berbagai asosiasi dan membuat survey agar diketahui kemampuan perusahaan yang sesungguhnya dan minat dari karyawan itu sendiri," kata Faizal Safa dalam keterangan tertulis seperti yang dikutip pada Jumat (7/6/2024).
Untuk mewujudkan agenda dialog ini, pihaknya telah menyurati BP Tapera untuk merealisasikan pertemuan tersebut. Salah satu bahasan yang akan dibicarakan adalah mengenai ketentuan seluruh pekerja diwajibkan menjadi peserta Tapera dan dikenakan potongan 3%.
"Apa konsekuensi yang didapat bagi kalangan pengusaha dan pegawai jika tidak mau membayarkan 0,5% dan 2,5% kepada BP Tapera. Diskusi dengan tema seperti itulah yang kita ingin carikan jalan keluarnya," tambah Faizal Safa.
Harapannya, potongan iuran Tapera ini nantinya tidak bersifat "wajib" melainkan "sunah" atau dijalankan oleh peserta-peserta yang menginginkan saja. Sementara yang menolak tidak akan dikenakan sanksi.
Sekretaris BKTI PII Wiza juga memiliki gagasan serupa. Dia meminta agar pemerintah mengadakan dialog terlebih dahulu dengan kalangan pengusaha sebelum memberlakukan Tapera. Menurutnya saat ini sudah ada banyak potongan yang dibebankan sehingga ada potongan tambahan seperti Tapera akan memberatkan.
"Kami berharap pemerintah bisa mencari solusi lain yang tidak memberatkan masyarakat dan pengusaha. Saat ini sudah banyak potongan gaji yang telah membebani pendapatan kelas pekerja dan membebani potongan pengusaha seperti BPJS & cadangan pesangon. Dengan membebankan potongan Tapera, beban hidup masyarakat kian berat, dan pengusaha juga turut menanggung beban tersebut. Untuk itu kami meminta agar pemerintah menggelar dialog terlebih dahulu agar didapat titik temu," tutur Wiza.
Direktur eksekutif Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI) Wisnu Salman mengungkapkan masa produktif pekerja hanya berkisar 5-15 tahun sehingga potongan Tapera cukup memberatkan.
"Perizinan pertambangan lamanya variatif, ada yang 5 tahun dan 15 tahun dan izin hanya diperpanjang 2 kali. Masa kerja pegawai pendek sekali, jika mereka dipotong Tapera tentu sangat memberatkan bulanan mereka. Saya ingin ada dialog dengan pemerintah mengingat masa kerja pegawai tambang sangat singkat tergantung lamanya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan oleh pemerintah," tutup Wisnu Salman.
(aqi/aqi)