Jakarta tentu perlu berbenah usai Ibu Kota pindah ke IKN. Selain masalah tahunan yang tidak kunjung selesai, Kurator IKN, Ridwan Kamil menyebut ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan Jakarta dalam 5 sampai 10 tahun ke depan.
"Menurut saya visi Jakarta harus naik kelas. Bukan sekadar business as usual, yang sampe sekarang belum beres, banjir, kemacetan, tetapi harus naik kelas, merespon iklim, menaikkan livability, city for all, humanity, sehingga menyenangkan," kata Ridwan Kamil saat hadir di acara Urban Dialogue di Jakarta pada Senin (3/6/2024).
Salah satu caranya adalah Jakarta perlu peka terhadap isu climate change. Menurutnya, polusi udara yang kerap terjadi di Jakarta meningkatkan jumlah korban penyakit pernapasan (ISPA) hampir 60%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain polusi, udara panas juga terjadi karena kondisi perkotaannya yang tidak memerhatikan keberlanjutan. Mulai dari gedung tinggi tanpa pepohonan, banyaknya kendaraan pribadi hingga menimbulkan kemacetan, hingga menurunnya minat masyarakat untuk berjalan kaki.
"Menurut saya orang Jakarta itu jalan kakinya kepaksa, bukan sukarela. Padahal ciri kota itu jalan kaki. Kalau ada orang jalan kaki merasa aman di kota. Maka orang di sini kepaksa bukan sukarela," ujarnya.
"Nah Mobilitas itu sering disalahartikan sekedar transportasi aja. Padahal jalan kaki itu mobilitas, itu manusia bergerak. Ada mobil pribadi, ada MRT, seolah-olah hanya itu. Padahal jalan kaki itu mobilitas. Bersepedah mobilitas. Kalau dua tadi tidak dikasih tempat di Jakarta, yah orang berdebat hanya kamu naik mobil dan kamu naik transportasi umum," lanjutnya.
Dia menyebut setidaknya kota yang baik bisa mencontoh tata kota Hong Kong. Di sana setiap gedung memiliki 2 akses pejalan kaki yakni di atas dan di aspal. Pengunjung gedung tidak perlu keluar gedung untuk berpindah, cukup melewati jembatan di atas yang sudah terhubung antar gedung.
Dengan konsep ini, pengeluaran masyarakat Hong Kong tidak habis untuk transportasi melainkan bisa dialokasikan ke hal lain, seperti Sepertiga untuk properti, sepertiga untuk keperluan sehari-hari, dan sepertiga lainnya untuk investasi.
Maka dari itu, Ridwan Kamil mengatakan desain gedung di IKN tidak seperti di Jakarta yang terdiri dari kaca dan kinclong. Di sana semua gedung akan ditutupi tanaman karena Ibu Kota baru ini mengedepankan konsep forest city dan smart city.
"Saya bilang Pak jangan nanggung, proses politiknya mahal. Kita harus berani sebagai bangsa mempunyai kota yang didesain dari 0 to be world class. Ciri pertama adalah komitmen untuk green atau forest city. Jadi jangan bawa arsitek Sudirman Thamrin ke IKN. Di IKN itu hutan dulu baru ada gedung. Gedung bisa hilang di balik pohon itu keren.
Jadi jangan mendubaikan IKN. Hijaunya itu lingkungan dan atapnya harus jadi taman. Berapa oksigen yang dihasilkan dari konsep ini. Kedua harus smart dan intelejen," jelasnya.
Meskipun konsep IKN dibuat lebih mempertimbangkan keberlanjutan, Ridwan Kamil menilai Jakarta tetap memiliki kesempatan untuk menyelesaikan tantangan yang ada saat ini dan mengubah visinya menjadi lebih baik lagi.
"Tantangan Jakarta 5 sampai 10 tahun ke depan setelah ada IKN, dengan tantangan global, tantangan lokal. Kalau tantangan-tantangan itu bisa dijawab, menurut saya kota ini punya peran baru fungsi baru, bersaing lebih juara," pungkasnya.
(aqi/aqi)