Banjir abadi yang tidak kunjung surut sejak November 2023 melanda Kampung Bulak Barat, RT 04 RW 08, Kelurahan Cipayung, Depok yang kini terlihat seperti 'kota mati'. Jalanan di sekitar bantaran kali Pesanggrahan sudah tidak dapat dilewati karena luapan air.
Kali Pesanggrahan membatasi 2 kelurahan yakni Cipayung dan Pasir Putih. Jika datang dari Jakarta, lokasi banjir yang mudah diakses adalah Kampung Bulak Barat yang berada di Kelurahan Cipayung. Untuk ke Kelurahan Pasir Putih dengan kendaraan pribadi harus memutar dengan waktu tempuh hampir satu jam menurut warga sekitar.
Maka dari itu, jalanan dan jembatan di Kali Pesanggrahan ini adalah akses tercepat bagi warga kedua kelurahan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kampung Bulak Barat ini terletak jauh dari jalan raya besar. Untuk sampai ke lokasi harus menggunakan kendaraan pribadi, melewati pemukiman warga dan jalan kecil seluas satu mobil dengan jalan menurun. Beberapa meter dari lokasi banjir, terdapat tulisan peringatan banjir di sebuah papan yang disenderkan ke traffic cone. Papan ini sebagai penanda lokasi banjir.
Saat tim detikProperti sampai di lokasi pada Selasa (14/5/2024), terdapat 2 bangunan yang persis berada di bantaran Kali Pesanggrahan masih terendam hingga kini. Sementara itu, rumah yang berada agak tinggi dari kali sudah tidak terendam. Namun, ketika hujan deras, maka air bisa masuk ke dalam yang berada di ujung turunan tersebut.
![]() |
Salah satu warga Kampung Bulak Barat bernama Selamet mengatakan bangunan yang masih terendam hingga saat ini salah satunya pabrik tahu. Pabrik ini berada di bantaran kali di sisi kanan kali dan masuk wilayah Kelurahan Cipayung. Semenjak banjir 5 bulan lalu, produksi pabrik tahu terhenti dan tidak bisa dipindahkan.
"Sudah ditingkat dua, awalnya di bawah. Sekarang nggak bisa pindah. Kan pabriknya nggak sembarangan. Air limbah kan beberapa hari kan (bakal) bau. Harus di air mengalir. Jadi kita mengendapkan dahulu (limbah), nanti bisa jadi makanan ternak. Nggak bisa di dekat pemukiman nanti jadi bau semua. Alat-alatnya udah kebawa arus. Yah masa setiap banjir ganti baru (alat) yah rugi," jelas salah satu warga yang telah tinggal di Kampung Bulak Barat selama 35 tahun bernama Ginting.
Bangunan lainnya yang masih terendam banjir berada di seberang dengan kali dan pabrik tahu. Bangunan ini adalah rumah warga. Pada saat banjir melanda, keluarga tersebut yang paling sulit dievakuasi.
![]() |
"Kalau orang itu kejebak di dalam. Sampai datang perahu karet baru bisa keluar. Tadinya pake yang alat (excavator), dia takut karena posisinya begini (pengeruknya terbalik bukan menengadah)," ungkap Ginting kepada detikProperti.
Excavator tersebut diletakkan tepat di samping jembatan Kali Pesanggrahan untuk mengeruk sampah yang tertahan di bawahnya dan bantaran kali sejak 2 tahun lalu.
Sementara itu, Ginting sendiri juga salah satu korban banjir Kampung Bulak Barat yang masih bertahan. Rumahnya memang agak tinggi dari Kali Pesanggrahan tetapi terletak di ujung turunan sehingga tetap terkena banjir saat air meninggi.
Di depan rumahnya, terdapat halaman dan sebuah gudang kecil. Kini kondisi halamannya penuh dengan sampah dan genangan air sampai ke bagian pagarnya.
Ginting menunjukkan bangunan di dekat pagar pada dindingnya terdapat garis kecoklatan di atas pintu adalah bekas rendaman banjir. Pada saat itu air berhasil masuk ke dalam rumahnya sampai sejengkal, padahal rumahnya lebih tinggi dari halaman dan gudang tersebut. Pada saat itu dia berhasil mengungsi, meskipun tidak membawa sehelai pakaian.
![]() |
"Pakaian pun bisa nggak kebawa karena saya kira nggak kelelep, ternyata kelelep," ujarnya.
Saat itu banjir melanda dari sore hingga malam hari. Waktu surutnya tidak menentu. Jika sudah tidak hujan biasanya pada pagi hari air sudah surut dan dia dapat kembali ke rumah. Setelah banjir beberapa kali merendam rumahnya, dia memutuskan untuk mengontrak di daerah lain sebagai tempat mengungsi. Jika tidak banjir, dia akan kembali ke rumah untuk bersih-bersih.
Berbeda dengan rumah tetangga di depannya. Penghuninya sudah pindah sejak Maret 2024 karena ketinggian air mencapai atas pagarnya.
Ginting menambahkan, dahulu saat belum ada banjir dia mengatakan di pinggir kali adalah hutan bambu lebat. Rumahnya juga kerap dijadikan tempat penitipan motor dan pencucian motor. Namun, kini usahanya terhenti.
"Saya menyesal juga kalau ditebangin pohon bambu itu mungkin nggak akan begini," tuturnya.
(aqi/dna)