Industri properti China tampaknya tengah berada dalam tekanan krisis properti China yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Para pengembang yang sudah terlanjur melakukan pembangunan besar-besaran sampai harus jungkir balik memikirkan strategi agar stok hunian yang sudah mereka bangun bisa laku terjual.
Laporan CNBC yang dikutip detikProperti, Kamis (14/3/2024), mengungkap bagaimana para pengembang properti yang putus asa di China terpaksa memberikan hadiah seperti mobil baru, tempat parkir gratis, telepon, dan barang konsumsi lainnya untuk menarik pembeli rumah dan meningkatkan penjualan yang lesu.
Insentif-insentif ini hanyalah puncak gunung es dari krisis yang melibatkan ratusan miliar dolar utang pembangunan rumah, triliunan utang pemerintah daerah, dan setidaknya satu miliar apartemen kosong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, krisis properti China kali ini bukan hanya soal krisis hunian. Ada sejarah panjang yang melatarbelakangi kondisi yang terjadi pada saat ini.
Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa sejak liberalisasi ekonomi China pada tahun 1970-an dan reformasi perumahan pada akhir tahun 1980-an, penduduk setempat berbondong-bondong memilih properti sebagai sarana investasi pilihan dibandingkan alternatif lain seperti pasar saham.
Lonjakan properti dan konstruksi turut mendorong pertumbuhan ekonomi China setidaknya selama 30 tahun terakhir.
Berdasarkan beberapa perkiraan, properti di China pada puncaknya bernilai US$ 60 triliun atau setara Rp 934 ribu triliun (kurs Rp 15.580/US$), menjadikannya aset terbesar di dunia.
Pengembang seperti Evergrande dan Country Garden menjadi sangat kaya imbas dari pertumbuhan sektor properti China dalam periode tersebut.
Petaka pun datang. Ketika nilai properti melonjak membuat rumah tangga China menumpuk lebih banyak utang. Pemerintah China pun berupaya untuk mendinginkan pasar perumahannya dan mengendalikan perilaku bisnis berisiko.
Karena ketakutan, konsumen China kecewa dengan pembelian properti yang rupanya tidak memberikan imbal hasil investasi yang seperti mereka harapkan.
Tapi nyatanya, krisis properti China ini mempunyai akar yang lebih dalam dibandingkan spekulasi dan utang yang tidak terkendali.
(dna/zlf)