Pembangunan rumah yang ramah lingkungan mulai diminati oleh para pengembang. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika ingin membangunnya.
Menurut Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga, setidaknya ada 8 indikator yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rumah ramah lingkungan. Pertama, menerapkan green planning and design yaitu ketika merancang sebuah perumahan sudah menerapkan prinsip ramah lingkungan. Kedua, menyediakan green open space. Ia mencontohkan Singapura dan New York yang huniannya dekat dengan ruang terbuka hijau.
"Sebab, yang dijual tidak hanya bangunan saja, tetapi lingkungannya juga," ujarnya dalam Rakerda DPD REI DKI Jakarta di Hotel JS. Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (29/11/2023).
Ketiga, terdapat transportasi umum. Menurutnya, akan lebih baik jika sudah ada masterplan pembangunan jaringan transportasi publik, sehingga rumah-rumah yang dibangun bisa dekat dengan transportasi publik, misalnya LRT, MRT, KRL, atau BRT.
Keempat, menerapkan energi terbarukan atau green energy, misalnya menggunakan panel surya. Kelima, terkait dengan ketersediaan air, misalnya tidak menggunakan air tanah. Hal itu karena apabila menggunakan air tanah terus menerus dikhawatirkan akan terjadi penurunan permukaan tanah.
"Yang kelima, green water terkait Jakarta yang bisa terjadi krisis air. Misalnya di daerah 'segitiga emas' yang masuk ke wilayah yang tidak boleh memakai air tanah. Artinya apa? Artinya sudah beralih menggunakan air PAM," tuturnya.
Keenam, green waste Jakarta. Ia memaparkan, Jakarta memiliki memiliki sampah yang sangat banyak. Apabila tidak diolah, maka bisa saja sampah-sampah itu tidak terurus.
"Sampah di Jakarta 7.500 ton per hari, sementara kemampuan membuang sampah ke TPA Bantargebang itu sekitar 5.000-an, berarti yang 1.000-2.500 tadi tercecer, tersisa di Jakarta," katanya.
Lalu yang ketujuh adalah penerapan green infrastructure. Misalnya seperti membuat infrastruktur yang mendukung gaya hidup hijau seperti banyaknya akses bagi pejalan kaki dan pesepeda, adanya sarana peresapan air dan sistem pengelolaan air bersih kotor, pengelolaan air yang efisien dengan konsep reduce-reuse-recycle dan tersedianya sistem pengelolaan sampah sejak dari rumah.
Lalu yang kedelapan adalah penerapan green community yaitu perilaku masyarakat untuk hidup yang ramah lingkungan.
"Mau sebagus apapun fasilitas kita, kalau masyarakat penghuninya nggak punya gaya hidup 'hijau' ya percuma. Misalnya sudah ada jalur sepeda tapi nggak pernah naik sepeda, sudah disediakan trotoar tapi nggak pernah jalan di trotoar," pungkasnya.
Sementara itu,
Ketua DPD REI DKI Jakarta Arvin Iskandar mengatakan, isu polusi udara di Jakarta terus menyita perhatian seluruh elemen masyarakat. Guna menurunkan tingkat polusi udara di Jakarta dan sekitarnya, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah provinsi: mulai dari uji emisi, menyiram jalan, sampai menyemprotkan air dari atas gedung pencakar langit.
"Namun upaya untuk mengatasinya harus dilakukan melalui kebijakan sistemik dan menyeluruh dari seluruh stakeholder. Tidak cukup dilakukan oleh pemerintah saja atau dengan solusi skala warga. Diperlukan sinergi yang erat antara pemerintah, swasta dan masyarakat (Public-Private-Community Partnership)," terang Arvin F. Iskandar,
Lanjut Arvin, mengatasi polusi hanyalah salah satu bagian dalam upaya mewujudkan Jakarta Hijau Ramah Lingkungan. Salah satu kontribusi yang dilakukan Para pengembang yang tergabung dalam asosiasi REI DKI Jakarta diantaranya adalah dengan penyediaan realestat lewat pendekatan properti hijau (green properti) dan penyiapan prasarana melalui pendekatan infrastruktur hijau (green infrastructure).
"Pendekatan properti hijau dilakukan melalui penataan ruang kawasan yang berorientasi hijau, konsep desain bangunan yang berupaya mereduksi konsumsi energi dan air, tersedianya ruang terbuka hijau yang memadai, serta konektifitas atau pengintegrasian proyek dengan akses transportasi umum," ujarnya
Sedangkan pendekatan infrastruktur hijau (green infrastructure) dilakukan dengan membuat infrastruktur yang mendukung gaya hidup hijau seperti banyaknya akses bagi pejalan kaki dan pesepeda, adanya sarana peresapan air dan sistem pengelolaan air bersih kotor, pengelolaan air yang efisien dengan konsep reduce-reuse-recycle dan tersedianya sistem pengelolaan sampah sejak dari rumah.
(abr/zlf)