Sebab, rumah adat Betawi memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan dunia dan spiritual para penghuni rumah. Mereka melakukan serangkaian hal supaya memastikan rumah dapat dibangun dengan sebaik mungkin.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika membangun rumah adat Betawi.
Waktu Pembangunan
Sebelum membangun rumah, masyarakat Betawi menghitung atau disebut juga petangan untuk mengetahui bulan yang baik untuk membangun rumah. Seorang ahli yang akan menghitung baik atau buruknya bulan rencana pembangunan sebuah rumah.
"Lungguh itu artinya tetap itu boleh mendirikan rumah. Kalau hasilnya pati, jangan kamu dirikan pada bulan itu karena hasilnya akan mengecewakan," ujar Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra kepada detikcom, beberapa waktu lalu.
Hal ini berangkat dari keyakinan masyarakat Betawi terkait waktu pembangunan yang dapat menentukan kehidupan penghuni ke depannya. Bahkan, pembangunan pada bulan yang paling sempurna dapat mewujudkan harapan penghuni rumah.
Namun, jika hasil perhitungan kurang baik tetapi tetap ingin membangun rumah pada bulan yang riskan, maka bisa disiasati dengan menghadapkan rumah ke arah penjuru mata angin tertentu.
Upacara
Dalam membangun rumah adat Betawi, masyarakat melakukan serangkaian upacara pada sejumlah proses pembangunan hingga menempati rumah untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Upacara tersebut berupa kegiatan seperti makan bubur merah putih dan upacara tunggu lobang.
"Upacara tunggu lobang itu tujuannya supaya rumah itu selamat dari bahaya ancaman alam. Misalnya ada hujan besar, angin puyuh, dan segala macamnya dia (rumahnya) selamat gitu. Ada maling dia juga bisa selamat," jelasnya.
Desain Rumah
Rumah adat Betawi pada dasarnya hanya ada tiga, yakni rumah joglo, rumah kebaya atau bapang, dan rumah gudang. Pemilik rumah bisa memilih dari tiga model rumah tersebut yang perbedaan paling utamanya terletak pada bentuk atap.
Atap rumah dengan model gudang berbentuk pelana yang memanjang dari depan ke belakang, sementara kebaya atau bapang memanjang dari kiri ke kanan. Sedangkan atap rumah joglo berbentuk persegi.
Selain itu, rumah adat Betawi identik dengan elemen yang senantiasa menghiasi rumah sekaligus menyimpan makna mendalam, antara lain ukiran bunga yang melambangkan keharuman dan keseimbangan. Lalu, ada pembatas yang disebut langkan sebagai bentuk perlindungan dari ancaman luar.
Kemudian, ada sederet hiasan berbentuk segitiga yang menghiasi atap bernama gigi balang untuk menggambarkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Arah Kamar Mandi
Dulu rumah adat Betawi membangun kamar mandi yang terpisah dari rumah. Adapun hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah arah kamar mandi yang tidak boleh menghadap arah yang diyakini suci oleh orang Betawi.
"Dulu kan WC cubluk di luar. Jadi menghadap ke Utara, menghadap ke Timur, menghadap ke Selatan. Jadi memang nggak menghadap letak tempat suci yang diyakinin oleh orang Betawi itu ada di sebelah Barat, nggak terlalu Barat banget jadi agak mencong ke Utara dikit," ucap Yahya.
Setelah masyarakat Betawi mengadopsi Agama Islam, mereka memastikan arah kamar mandi tidak menghadap kiblat. Secara kebetulan, arah kiblat memang tidak jauh berbeda dengan arah suci yang sudah diyakini sebelumnya.
Luas Dapur
Ruang dapur sebenarnya dibangun sangat luas, bahkan melebihi luas teras. Sebab, ruangan ini biasa diisi dengan banyak hal seperti peralatan dapur, makanan, dan bale.
Tak hanya untuk memasak, ruang dapur diisi dengan banyak kegiatan lain seperti tempat makan, bercengkerama, hingga tempat para perempuan belajar ngaji. Oleh karena itu, dapur menjadi ruangan untuk menciptakan kehidupan keluarga yang sesuai dengan harapan.
"Ada bale panjang untuk kita makan bersama, untuk belajar mengaji juga di situ. Dulu itu ruang dapur justru ruang yang paling ramai di rumah-rumah orang Betawi karena memang meskipun di ruang makan ada meja makan, tetapi kita lebih sering makan di dapur," pungkasnya.
(abr/zlf)