LMKN Soroti Pengelolaan Royalti Lagu: Usulkan Sistem Satu Pintu

Rendahnya kepatuhan pengguna komersial dalam membayar royalti ini berdampak pada nominal royalti yang berhasil dikumpulkan.
"Jumlah Royalti yang diterima relatif kecil," kata Dharma Oratmangun di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025).
Dharma Oratmangun juga menyinggung soal sistem direct licensing yang mulai marak digunakan, namun dinilai masih belum memiliki dasar hukum yang kuat.
"Berpotensi menimbulkan upaya pelarangan atas sebuah karya cipta lagu dan atau musik secara diskriminatif," tutur Dharma Oratmangun.
Sebagai solusi, LMKN mengusulkan adanya langkah-langkah konkret, termasuk sistem hukum yang lebih efisien dan sistem pengumpulan royalti yang lebih terintegrasi dengan sistem terpadu Satu Pintu.
"LMKN mengusulkan diberlakukannya sistem terpadu Satu Pintu dalam pertunjukan musik dalam penerbitan izin keramaian dan lisensi lagu dan atau musik sehingga akan terkumpul royalti secara maksimal dari setiap pertunjukan musik," ujar Dharma Oratmangun.
Terkait pengelolaan royalti digital, LMKN juga telah mengambil langkah dengan mengajukan permintaan resmi kepada sejumlah pihak.
"Saat ini LMKN sudah mengajukan permintaan kepada LMK WAMI dan YouTube agar pengelolaan royalti digital diserahkan kepada LMKN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," terang Dharma Oratmangun.
Langkah LMKN ini turut mendapat perhatian dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM.
"Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum Republik Indonesia telah menjadwalkan pertemuan untuk membahas kewenangan pengelolaan royalti digital ini dalam pekan ini," jelasnya.
Ia menegaskan akar dari berbagai permasalahan pengelolaan royalti di Indonesia terletak pada rendahnya kepatuhan pengguna terhadap kewajiban hukum yang berlaku.
"Untuk itu diperlukan kepatuhan dari Pengguna Komersial untuk patuh dan taat untuk membayarkan royalti hak cipta penggunaan lagu dan atau musik," pungkasnya.
(ahs/mau)