Mountainhead: Permainan Gila Orang Kaya

Candra Aditya
|
detikPop

EDITORIAL RATING

3/5

AUDIENCE RATING

-
Mountainhead

Synopis:

Empat pria dewasa. Satu mansion megah di puncak gunung. Banyak ego yang keburu meledak.

Mountainhead membawa kita ke sebuah mansion super mewah yang berdiri di atas gunung-tempat yang seharusnya cocok buat retreat dan cari pencerahan. Tapi bukan ketenangan yang didapat, justru kekacauan batin dari empat pria yang... yah, secara teknis sih dewasa, tapi secara emosional masih nyangkut di fase bocah.

Ada Randall (Steve Carell), venture capitalist yang congkak dan sinis, yang bahkan bisa nyolot ke dokter karena gak terima kenyataan. Lalu ada Hugo Van Alk (Jason Schwartzman), pencipta aplikasi meditasi yang pengin jadi miliarder tapi masih main di liga 'dapur umum', makanya dipanggil 'Soups' sama temen-temennya.

Venis (Cory Michael Smith) hadir sebagai raja medsos fiktif bernama Traam, tapi jauh dari karismatik-dia justru awkward dan sering ketawa sendiri tanpa punchline.

Terakhir, ada Jeff (Ramy Youssef), satu-satunya yang masih punya logika dan empati. Tapi justru karena itu, dia dianggap ancaman oleh geng toxic ini.

Kumpulnya mereka ternyata bukan buat kerja bareng atau healing, tapi jadi semacam eksperimen sosial penuh ego, konflik, dan sindiran pedas buat dunia pria-pria elite yang sok tahu.

Review:

Dari kreator Succession, Jesse Armstrong, HBO merilis film original tentang para tech milyuner yang menganggap kita semua-manusia-manusia malang-adalah algoritma. Kalau kamu menonton Succession, kamu sudah bisa membayangkan seperti apa Mountainhead ini: dialog-dialog cerdas yang luar biasa kocak, karakter-karakter yang egois dan narsistik, dan tone yang sarkas. Pertanyaannya adalah apakah Mountainhead seadiktif Succession?

Film ini rasanya seperti drama panggung-kisahnya hanya terjadi dalam semalam dalam sebuah rumah mewah di pegunungan. Jason Schwartzman berperan sebagai Hugo yang dipanggil sebagai Soup oleh teman-temannya karena ia yang paling miskin. Miskin dalam artian mereka adalah kekayaannya "hanya" setengah milyar dollar. Soup menjadi tuan rumah untuk acara poker mereka. Tamunya adalah Randall (Steve Carrell), si paling tua dan paling terobsesi dengan afterlife-yang menurutnya adalah mengunggah memori kita sehingga manusia bisa hidup selamanya dalam mesin.

Yang kedua adalah Venis (Cory Michael Smith) yang didesain seperti Elon Musk: luar biasa narsis, tidak bisa menerima opini orang lain dan memandang semua orang ada di kakinya. Saat ini Venis sedang berada dalam sorotan karena sosial medianya baru saja merilis fitur baru dimana penggunanya bisa mengakses AI yang sangat meyakinkan. Saking meyakinkannya separuh dunia kebakaran dan saling bunuh. Venis merespons ini hanya dengan, "Ini bagian serunya."

Tamu terakhir adalah Jeff (Ramy Youssef). Dibandingkan dengan ketiga teman lainnya, Jeff adalah orang yang paling liberal dan sepertinya paling punya kompas moral. Ia adalah voice of reason-perwakilan penonton untuk mempertanyakan semua keputusan yang dilakukan oleh orang-orang kaya ini. Jeff adalah orang yang mengangkat alisnya ketika teman-temannya melempar ide untuk mengkudeta presiden. Acara nongkrong yang tadinya kasual ini berubah menjadi sebuah tempat untuk melakukan konspirasi dan tidak ada satu pun punggung yang bersih dari tikaman.

Konon Mountainhead dibuat dengan sangat cepat. Dirilis di akhir Mei, film ini konon hanya membutuhkan waktu setengah tahun untuk diproduksi. Hal ini sangat terasa di produk akhirnya. Jangan salah sangka, Mountainhead adalah sebuah tontonan yang cukup menghibur. Kalau selera humormu sakit dan kamu menggemari Succession, semua hal yang ada di film ini akan membuatmu tertawa. Tapi sebagai tontonan yang memberikan efek emosional yang serius, film ini cukup garing. Terasa sekali bahwa Mountainhead ditulis oleh Armstrong sebagai respons atas peran Elon Musk atas pemilihan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (kalau saja Armstrong mau menunggu dan melihat apa yang terjadi dengan persahabatan antara Musk dan Trump minggu lalu).

Meskipun Mountainhead dan Succession berbagi DNA yang sama tapi ada perbedaan yang jelas antara mereka berdua-dan akhirnya mempengaruhi kenapa yang satu lebih superior daripada yang satunya. Succession meskipun dipenuhi dengan karakter yang sama rakus dan egosentris tapi Armstrong mengisi mereka dengan kemanusiaan. Penonton melihat bagaimana orang-orang ini menghadapi rasa insecurity, kecemburuan, rasa haus validasi sampai cinta. Dibalik semua keserakahan yang ada dalam Succession, semua orang yang ada di dalamnya terasa tiga dimensional. Bahkan kalau karakternya melakukan hal yang paling buruk sekali pun, kita sebagai penonton tetap bisa melihat alasan mereka. Hal tersebut tidak ditemukan dalam film ini.

Mountainhead terasa seperti karikatur. Karakter-karakternya terasa seperti kanvas bagi Armstrong untuk mengkritisi-sekaligus menertawakan-kelakuan para techbros yang bermain menjadi Tuhan. Tidak ada adegan yang membuat penonton relate dengan mereka. Tapi mungkin ini tujuan Arsmtrong sesungguhnya bahwa mungkin menurutnya orang-orang yang menganggap kita hanyalah algoritma memang sudah kehilangan kemanusiaan mereka.

Meskipun Mountainhead tidak semenggelegar episode paling biasa dalam Succession, film ini tetaplah tontonan yang menyenangkan. Kalau kamu kangen dengan dialog-dialog yang cerdas, komedi yang level sarkasnya pol banget dan permainan akting yang level suhu-empat aktornya benar-benar mencuri perhatian-maka kamu tidak bisa melewatkan Mountainhead. Dan seperti Succession, tawamu akan mengering begitu tahu bahwa semua hal yang ada dalam film ini bisa saja terjadi.

Mountainhead dapat disaksikan di HBO Max

Candra Aditya adalah seorang penulis dan pengamat film lulusan Binus International.


TAGS


MOVIE LAINNYA

SHOW MORE