Review

Teater Koma 'Matahari Papua': Saatnya Merdeka dari Naga!

Tia Agnes Astuti
|
detikPop
Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM.
Foto: Courtesy of Bakti Budaya Djarum Foundation/ Image Dynamics
Jakarta -

Tak pernah ada titik, selalu ada Koma. Metafora yang tepat buat gambarin usia ke-47 tahun bagi kelompok teater tertua di Indonesia, Teater Koma.

Merayakan produksi yang ke-230, Teater Koma menggelar pementasan berjudul Matahari Papua. Pertunjukannya berlangsung di Graha Bhakti Budaya, kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat hingga 9 Juni 2024.

Lakon Matahari Papua berlatarkan wilayah Kamoro di dataran Papua. Alkisah hiduplah seorang pemuda bernama Biwar yang sudah tumbuh dewasa. Ia diasuh oleh Mama Yakomina dan Dukun Koreri.

Adegan Matahari Papua dibuka oleh nyanyian dan tarian energik dari para pemain Teater Koma. "Kemerdekaan dan Kebebasan bagi Papua. Sejahtera bagi bangsa, seluruh rakyat Papua. Sejahtera bagi bangsa di manapun mereka, masa depan..."

Scene berganti dengan momen belasan tahun lalu, saat Mama Yakomina bersama suami dan kakak-kakaknya pergi mencari pohon sagu buat dipanen. Di tengah perjalanan pulang di atas sungai, seekor Naga menghadang mereka dan membunuh semuanya kecuali Yakomina yang lagi hamil.

Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM.Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM. Foto: Courtesy of Bakti Budaya Djarum Foundation/ Image Dynamics

Yakomina hidup bersembunyi di pelosok hutan bersama Dukun Koreri yang disegani. Dukun Koreri adalah sosok yang dihormati, doa-doanya bak obat nan mujarab. Ia pula yang meramal akan masa depan Biwar.

"O.. Papua.. O.. Papua.. Inilah Papua, inilah tanah kami. Di sini kami tinggal, sejahtera dan kelak akan mati di sini. Di sini..."

Mama Yakomina merasa sudah waktunya bagi Biwar buat tahu masa lalu keluarganya. Soal penindasan akan tanah Papua dan sosok yang merenggutnya. Tentang seekor Naga yang dikenal sebagai penguasa Papua. Naga-lah yang hancurkan pepohonan dan binatang demi kebon sawit, habiskan kekayaan tanah Papua dari minyak, gas, nikel, emas, dan tembaga. Sang Naga juga tunduk pada Barat.

"Kami hanya kebagian ampas...", ucap para pemain Teater Koma.

Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM.Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM. Foto: Courtesy of Bakti Budaya Djarum Foundation/ Image Dynamics

"Naga itu jadi anjingnya orang-orang Barat. Gimana cara mematikan Naga itu? Dengan senjata apa..."

"Tapi kalau Naga mati dikalahkan Biwar, apakah mendorong Papua jadi tanah yang lebih baik? Yang bikin kami saling berkelahi, orang Barat menjajah kami. Nanti saat kemerdekaan tiba, apakah kami ikut merdeka?"

Suatu hari, Biwar nyelamatin Nadifa dan Niagara dari kejaran tiga ekor biawak yang jahat. Monster biawak itu adalah suruhan Naga yang memecah belah suku-suku di Papua. Mereka berjanji kembali bertemu setelah 7 malam di tempat yang sama, tapi ketika Biwar balik ke rumah dengan bawa banyak ikan, Mama-nya ceritain momen terpahit di keluarganya.

"Dia (Dukun Koreri) pernah meramalmu Biwar. Hanya Biwar yang bisa mengalahkan Naga. Pasti kamu mampu, pasti," ucap Mama Yakomina.

Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM.Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM. Foto: Courtesy of Bakti Budaya Djarum Foundation/ Image Dynamics

Biwar berjanji pada Mama-nya, harus membunuh Naga, gimanapun caranya. Dukun Koreri melatih Biwar dengan sekuat tenaga di dalam gua, lalu kasih sebilah panah buat senjata yang telah dimantrai. Pertarungan Biwar melawan Naga menjadi klimaks yang intens.

Selama 2 jam 15 menit, penonton Teater Koma bakal disajikan dengan totalitas akting, nyanyian, dan tarian dari para pemain yang diacungi empat jempol. Gak ada satu pun kesalahan dialog maupun cerita yang terkesan 'berhenti'. Lakon yang disutradarai Rangga Riantiarno sukses ngebuat alur maju-mundur tanpa bikin bingung.

Artistik dan multimedia dalam Matahari Papua jadi visual yang cantik. Penampakan seekor Naga yang digerakkin dengan 6 pemain layaknya Naga dalam Game of Thrones. Gak terkalahkan sepanjang 6 meter!

Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM.Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM. Foto: Courtesy of Bakti Budaya Djarum Foundation/ Image Dynamics

Gagasan si penguasa Papua jadi hal yang kontekstual di masa kini. Relasi penguasa yang superior menindas rakyat kecil tak berdosa. Naga harus dikalahkan oleh manusia demi kehidupan lebih baik. Keinginan rakyat Papua cukup sederhana, sejahtera di tanah yang dimiliki dan mati dengan bermartabat, tanpa ada 'tekanan' dari Naga dan cukong Barat yang mengintai.

Berkali-kali pun, dialog yang dinyanyikan oleh Teater Koma soal 'kemerdekaan' dan 'kebebasan' bagi rakyat Papua seakan jadi pesan bagi publik. Apakah sudah saatnya rakyat Papua merdeka dari Naga?

Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM.Pertunjukan Teater Koma Matahari Papua saat dipentaskan di Graha Bhakti Budaya (GBB), kompleks TIM. Foto: Courtesy of Bakti Budaya Djarum Foundation/ Image Dynamics



(tia/pus)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO