3 Tempat Bersejarah Lahirnya Sumpah Pemuda, Semua Berawal Dari Sini

3 Tempat Bersejarah Lahirnya Sumpah Pemuda, Semua Berawal Dari Sini

Nadhifa Aurellia Wirawan - detikKalimantan
Minggu, 26 Okt 2025 19:01 WIB
Pengunjung berfoto bersama saat mengunjungi Museum Sumpah Pemuda di Jakarta, Senin (28/10/2024). Museum tersebut menyelenggarakan Sumpah Pemuda Youth Fest dalam rangka peringatan 96 tahun Sumpah Pemuda yang diisi dengan berbagai kegiatan edukatif dan hiburan, termasuk pertunjukan seni, serta atraksi budaya yang melibatkan sekitar 700 peserta dari berbagai kalangan. ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/aww.
Miniatur di Museum Sumpah Pemuda. Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD RAMDAN
Balikpapan -

Setiap tanggal 28 Oktober bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, sebuah momen penting yang menandai bersatunya semangat generasi muda dari berbagai daerah di Nusantara. Di balik ikrar yang menggema, tersimpan kisah perjalanan panjang yang terjadi di tiga gedung berbeda di Jakarta.

Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Gedung Oost Java Bioscoop, dan Gedung Indonesische Clubgebouw yang kini dikenal sebagai Museum Sumpah Pemuda, menjadi saksi lahirnya sejarah besar itu.

3 Tempat Bersejarah Lahirnya Sumpah Pemuda

Pengunjung berfoto bersama saat mengunjungi Museum Sumpah Pemuda di Jakarta, Senin (28/10/2024). Museum tersebut menyelenggarakan Sumpah Pemuda Youth Fest dalam rangka peringatan 96 tahun Sumpah Pemuda yang diisi dengan berbagai kegiatan edukatif dan hiburan, termasuk pertunjukan seni, serta atraksi budaya yang melibatkan sekitar 700 peserta dari berbagai kalangan. ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/aww.Miniatur di Museum Sumpah Pemuda. Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD RAMDAN

Kongres Pemuda II pada tahun 1928 tidak berlangsung dalam satu hari, melainkan melalui tiga kali pertemuan yang digelar pada 27 dan 28 Oktober 1928. Masing-masing pertemuan memiliki suasana, peran, dan nilai sejarah yang unik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari laman resmi Museum Sumpah Pemuda, mari kita telusuri kembali jejak langkah para pemuda perintis bangsa di tiga lokasi bersejarah ini:

1. Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB): Rapat Pertama

Malam hari tanggal 27 Oktober 1928, gedung Katholieke Jongenlingen Bond yang terletak di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, menjadi saksi dimulainya sidang pertama Kongres Pemuda II.

Sekarang, gedung ini digunakan sebagai Sekolah Santa Ursula, namun di masa itu, ruangan berarsitektur kolonial tersebut dipenuhi semangat juang anak muda dari berbagai daerah.

Ketua Kongres, Sugondo Djojopuspito, membuka pertemuan dengan pidato yang membakar semangat peserta. Ia menegaskan pentingnya melawan perpecahan antarsuku dan organisasi.

"Perceraiberaian itu wajiblah diperangi, agar kita bisa bersatu," ucapnya kala itu.

Setelahnya, Mohammad Yamin menyampaikan pandangannya tentang makna persatuan. Ia menjelaskan bahwa kekuatan bangsa Indonesia dapat dipupuk melalui lima hal penting, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Lima faktor itu, kata Yamin, adalah akar yang menumbuhkan kesadaran kebangsaan di kalangan pemuda.

Dari sinilah, semangat persatuan mulai tumbuh kuat di ruang-ruang diskusi, menandai awal perjalanan menuju satu tekad: Indonesia yang bersatu.

2. Gedung Oost Java Bioscoop: Rapat Kedua

Keesokan paginya, 28 Oktober 1928, Kongres berlanjut di Gedung Oost Java Bioscoop di kawasan Koningsplein Noord yang kini diperkirakan berada di sekitar area Mahkamah Agung dan Istana Negara. Sayangnya, gedung bersejarah ini kini sudah tidak ada lagi, tetapi kisah perjuangan yang lahir di sana tetap abadi dalam sejarah bangsa.

Sidang kedua membahas soal pendidikan, di mana ini menjadi tema penting yang menjadi fondasi kemerdekaan. Dua pembicara kala itu, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, menyoroti pentingnya sistem pendidikan nasional yang menanamkan semangat kebangsaan.

Poernomowoelan menyerukan agar cara mendidik anak Indonesia berubah total. "Di Indonesia ini, mesti lebih banyak perubahan-perubahannya dalam segala apapun juga. Kita harus membuang jauh-jauh itu tabiat mempermanja anak-anak kita," katanya.

Mereka berdua menegaskan bahwa anak-anak harus dididik secara demokratis, dengan keseimbangan antara pendidikan di rumah dan di sekolah. Pendidikan, bagi mereka, bukan hanya soal ilmu, tapi cara menanamkan nilai-nilai kemerdekaan dan tanggung jawab sebagai warga bangsa.

Dari ruangan sederhana itu, lahirlah gagasan bahwa kemerdekaan hanya mungkin dicapai bila rakyat Indonesia, terutama generasi muda, cerdas dan berpendidikan.

3. Gedung Indonesische Clubgebouw: Rapat Ketiga

Masih di hari yang sama, sore 28 Oktober 1928, para peserta kongres berpindah ke Gedung Indonesische Clubgebouwdi Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat. Di sinilah sejarah besar tercipta. Gedung ini dulunya merupakan rumah kos bagi para pelajar dari berbagai daerah Hindia Belanda.

Pada sesi terakhir ini, Soenario memaparkan pentingnya nasionalisme dan demokrasi. Sementara itu, Ramelan menegaskan bahwa gerakan kepanduan tak bisa dipisahkan dari perjuangan nasional. Ia menjelaskan bahwa sejak kecil, anak-anak dilatih disiplin dan mandiri, di mana keduanya adalah hal yang menjadi modal utama dalam perjuangan melawan penjajahan.

Seorang tokoh lain, Theo Pangemanan, menambahkan pesan: "Pramuka tanpa semangat kebangsaan bukanlah Pramuka." Ucapan itu menggema kuat di dalam ruangan dan menjadi simbol bahwa cinta tanah air harus tumbuh sejak dini.

Menjelang akhir kongres, suasana hening ketika Wage Rudolf Supratman menggesekkan biolanya dan menderukan lagu "Indonesia Raya" untuk pertama kalinya. Para pemuda yang hadir berdiri khidmat, beberapa bahkan menitikkan air mata. Setelah lagu usai, Sugondo Djojopuspito membacakan hasil keputusan kongres yang dirumuskan oleh Mohammad Yamin. Dari sinilah lahir tiga kalimat abadi yang kini dikenal sebagai Ikrar Sumpah Pemuda.

"Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia."

Dari Gedung Bersejarah Menjadi Museum Nasional

Museum Sumpah Pemuda. (Dokumentasi Museum Sumpah Pemuda)Museum Sumpah Pemuda. (Dokumentasi Museum Sumpah Pemuda)

Seiring waktu, kesadaran akan pentingnya menjaga peninggalan sejarah ini semakin kuat. Pada tahun 1968, Prof. Soenario, salah satu tokoh Kongres Pemuda II, mengusulkan agar Gedung Kramat 106 dilindungi sebagai monumen nasional.

Usulan itu diwujudkan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang pada 10 Januari 1972 menetapkan gedung tersebut sebagai benda cagar budaya. Setahun kemudian, setelah dilakukan pemugaran oleh Pemprov DKI, gedung ini diresmikan dengan nama Gedung Sumpah Pemuda pada 20 Mei 1973, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.

Lalu pada 7 Februari 1983, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan gedung ini secara resmi sebagai Museum Sumpah Pemuda, di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Kini, museum ini menjadi destinasi edukatif bagi masyarakat dan pelajar. Di dalamnya terdapat berbagai koleksi bersejarah seperti biola milik W.R. Soepratman, catatan hasil kongres, foto-foto tokoh pergerakan, hingga Monumen Persatuan Pemuda.

Museum Sumpah Pemuda bisa dikunjungi oleh siapa saja. Museum buka dari Selasa hingga Minggu pukul 08.00-16.00 WIB, dengan tiket masuk Rp5.000 untuk dewasa dan Rp3.000 untuk anak-anak.

Itulah tiga gedung bersejarah dalam lahirnya Sumpah Pemuda. Ketiga gedung ini menjadi saksi bisu lahirnya satu tekad besar yang menyatukan Indonesia. Semoga bermanfaat!

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: 'Selamat Hari Sumpah Pemuda' Menggema di X"
[Gambas:Video 20detik]
(aau/aau)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads