- 1. Siti Soendari: Penanaman Cinta Tanah Air Sejak Dini
- 2. Emma Poeradiredja: Ajakan untuk Aksi Nyata
- 3. Poernomowoelan: Pendidikan Karakter Bangsa
- 4. Theodora Athia Salim (Dolly Salim): Vokalis Pertama \
- 5. Saridjah Niung (Ibu Soed): Pengiring Musik Kebangsaan
- 6. Johanna Masdani: Pembaca Ikrar Sumpah Pemuda
Di balik ikrar bersejarah Sumpah Pemuda yang lahir dari Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928, terdapat cerita dari para pemudi yang jarang mendapat sorotan utama. Kehadiran mereka membuktikan bahwa semangat kebangsaan dan visi masa depan Indonesia tidak terbatas pada gender.
Peran enam tokoh perempuan ini beragam, mulai dari tokoh intelektual, menyerukan aksi nyata, musisi, hingga sosok pembaca ikrar Sumpah Pemuda. Berikut 6 sosok perempuan penting yang tercatat menghadiri kongres:
1. Siti Soendari: Penanaman Cinta Tanah Air Sejak Dini
Siti Soendari adalah adik dari dr Soetomo. Dia merupakan seorang intelektual dari kalangan elite Jawa yang berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) dari Universitas Leiden, Belanda (tahun 1934).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Kongres Pemuda II, Siti Soendari berpendapat bahwa rasa cinta tanah air harus ditanamkan sejak usia dini, khususnya kepada kaum wanita. Menurutnya, pendidikan tidak boleh hanya terpusat pada pria.
Ia menekankan pentingnya mendidik wanita karena mereka memiliki kemauan dan kemampuan untuk secara aktif mendukung pergerakan nasional demi kepentingan negara. Pidatonya yang disampaikan dalam bahasa Belanda kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Yamin, Sekretaris Kongres.
2. Emma Poeradiredja: Ajakan untuk Aksi Nyata
Berasal dari keluarga ningrat, Emma Poeradiredja mengenyam pendidikan di HIS dan MULO. Ia aktif dalam organisasi Jong Java dan sempat menjadi Ketua Cabang Bandung Jong Islamieten Bond (JIB) pada tahun 1925.
Mewakili JIB, Emma hadir dalam Kongres Pemuda I dan II. Ia menyerukan kepada kaum wanita untuk tidak hanya beretorika, tetapi harus terlibat aktif dalam pergerakan dengan perbuatan nyata.
3. Poernomowoelan: Pendidikan Karakter Bangsa
Dikenal sebagai seorang guru yang mengajar baca tulis, Poernomowoelan aktif dalam Jong Java Bond dan menjadi perwakilan organisasi ini di Kongres Pemuda II. Dalam pidatonya yang menggunakan bahasa Belanda, ia menekankan perlunya mendidik anak-anak agar menjadi individu yang baik dan setia pada tanah air.
Ia menyebutkan dua faktor kunci: tucht en orde (tata tertib dan keteraturan). Ia juga berpendapat bahwa anak-anak harus dididik untuk merdeka, yaitu diberi pengertian, bukan dipaksa atau diperintah.
4. Theodora Athia Salim (Dolly Salim): Vokalis Pertama "Indonesia Raya"
Dolly Salim adalah putri dari tokoh besar Agus Salim. Kontribusinya sangat berharga, yaitu melantunkan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya dalam Kongres Pemuda II, setelah WR Soepratman hanya membawakannya secara instrumental dengan biola.
Karena Kongres dijaga oleh polisi Belanda yang melarang penggunaan kata "merdeka", Dolly menyanyikan lagu tersebut dengan sedikit perubahan lirik, yaitu mengganti kata "merdeka" menjadi "mulia". Saat Kongres berlangsung (28 Oktober 1928), Dolly yang lahir pada 26 Juli 1913, baru berusia 15 tahun.
5. Saridjah Niung (Ibu Soed): Pengiring Musik Kebangsaan
Saridjah Niung, yang lebih dikenal sebagai Ibu Soed, adalah seorang pemusik dan guru musik yang terkenal sebagai pencipta banyak lagu anak-anak dan lagu nasional (seperti Berkibarlah Benderaku dan Bendera Merah Putih).
Meski jarang terungkap, Ibu Soed turut hadir dalam Kongres Pemuda II. Ia berperan penting dengan mengiringi lagu Indonesia Raya bersama WR Soepratman, menunjukkan kemahirannya sebagai pemain biola.
6. Johanna Masdani: Pembaca Ikrar Sumpah Pemuda
Johanna Masdani Tumbuan, perempuan asal Minahasa, merupakan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan yang hadir dalam Kongres Pemuda II (27-28 Oktober 1928) sebagai perwakilan dari Jong Minahasa. Saat itu, usianya baru 18 tahun.
Peran Johanna Masdani di Kongres tersebut adalah membacakan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dia juga merupakan pelopor penting dengan mengusulkan pembentukan Kongres Perempuan yang digelar Desember 1928.
Kontribusi keenam wanita ini membuktikan bahwa perjuangan dan kesadaran kebangsaan dalam Sumpah Pemuda adalah upaya kolektif yang melibatkan peran aktif kaum perempuan.
(bai/aau)
