Orang Kalimantan memang punya keunikan dalam mengolah pangan, ciri khasnya banyak menggunakan metode fermentasi yang dinilai lebih lezat, lebih tahan lama, dan lebih sehat. Beragam panganan mulai dari daging durian hingga daging hewan seperti babi dan payau, biasa diolah dengan cara diasamkan atau disimpan selama beberapa hari.
Proses fermentasi tradisional ini tidak hanya menjaga keawetan makanan, tetapi juga menciptakan rasa khas yang unik dan menggugah selera. Aroma kuliner fermentasi yang dihasilkan begitu khas, menunjukkan bagaimana masyarakat Kalimantan mengolah bahan sederhana menjadi hidangan luar biasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
3 Makanan Olahan Fermentasi Khas Kalimantan, Unik dan Lezat!
Berikut daftar beberapa makanan yang diolah dengan cara fermentasi khas Kalimantan, dirangkum dari berbagai literatur. Masing-masing memiliki keunikan dan kelezatan rasa yang kaya.
1. Tempoyak
![]() |
Murdijati-Gardjito dalam bukunya yang berjudul Makanan Penyerta dan Pelengkap Hidangan Indonesia, menulis tempoyak adalah jenis makanan khas etnis Melayu di pulau Sumatra dan Kalimantan. Makanan ini terbuat dari durian yang sudah melalui proses fermentasi.
Tempoyak dibuat dengan bahan baku durian yang difermentasi. Seringnya, durian yang digunakan adalah durian tua yang difermentasi. Tempoyak biasa dijadikan sambal dan campuran masakan.
Dikutip dari buku Filosofi dan Cita Rasa Masakan Khas Dayak Kalimantan Tengah oleh Yetti Wira Citerawati dan Anisa Silvianti, latar belakang tempoyak dibuat oleh orang-orang terdahulu adalah untuk mengatasi ketika jumah durian berlimpah, terdapat buah durian dengan kualitas kurang baik, atau terlalu matang.
Tempoyak biasa dijadikan lauk pendamping nasi atau bahan campuran sambal. Menariknya makanan ini tidak hanya populer di Kalimantan, tapi juga dikenal di daerah lain seperti Palembang, Lampung, dan Jambi, terutama saat musim durian tiba.
Tempoyak adalah bumbu tradisional yang terbuat dari daging buah durian yang terfermentasi secara alami pada suhu kamar di wadah tertutup. Selain dinikmati langsung begitu saja, buah durian yang sudah masak dibuat menjadi tempoyak agar dapat bertahan lebih lama.
Buah durian masak yang mutunya baik dan rasanya manis ditambahkan garam kemudian dimasukkan dalam wadah tertutup. Proses fermentasi berlangsung selama 3-6 hari. Hasil fermentasi yang dilakukan dengan benar akan membuat tempoyak dapat bertahan lama, bahkan hingga satu tahun.
Cara membuat tempoyak yakni durian matang difermentasi dengan menambahkan garam, lalu didiamkan hingga mengalami proses pengasaman alami. Setelah fermentasi, daging durian tersebut dihaluskan dan digunakan sebagai bahan penyedap dalam sambal.
Cita rasanya asam dan khas. Proses fermentasi ini menghasilkan aroma yang cukup tajam dan rasa asam yang khas dengan tekstur lembek dari buah durian.
Tempoyak dapat dimasak dengan berbagai macam cara pengolahan. Tempoyak ada yang dijadikan sebagai bumbu masakan, misalnya ditambahkan pada sayur asam pedas, pepes ikan tempoyak, juhu tempoyak, sambal tempoyak, ada juga cara pengolahan yang sederhana yakni tempoyak goreng.
2. Tamba
![]() |
Di tengah hutan-hutan lebat Kalimantan, suku Dayak memiliki cara unik untuk mengolah ikan agar bisa disimpan berbulan-bulan. Mereka menyebutnya tamba, makanan fermentasi tradisional yang menggabungkan teknik alami dengan kekayaan rasa khas dari tanah Borneo.
Ikan fermentasi ini makin dikenal orang luar Dayak setelah seorang konten kreator bernama Norlela, kerap mengunggah kesehariannya menyantap ikan fermentasi. Diketahui Norlela merupakan orang asal Dayak Bulusu, Kalimantan Utara. Nyatanya, Norlela telah mengenalkan bahwa sajian kuliner khas Dayak ini punya cara olah dan rasa yang unik.
Dirangkum dari buku Murdijati-Gardjito dkk, akun YouTube Norlela dan Jejak Petualang Trans 7, masyarakat suku Dayak atau tepatnya Dayak Bulusu punya makanan tradisional Tamba atau dikenal dengan nama lain di beberapa wilayah. Dari yang terdekat misalnya di suku Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah menyebut fermentasi ikan namanya wadi. Sementara di Banjar, Kalimantan Selatan disebut pekasam.
Tamba ialah mengolah ikan sungai yang segar, dengan cara dibersihkan dan disayat, lalu dicampur dengan garam dan nasi atau singkong. Selain tubuh ikan disayat-sayat bagian depan dan belakang, isi perutnya dibuang.
Rupanya pengolahan ikan seperti ini merupakan strategi masyarakat Dayak untuk mengatur pola makan. Dulu, tamba dijadikan sebagai cadangan makanan saat masyarakat sibuk berladang dan bertani.
Ikan tersebut kemudian dipindahkan ke wadah tertutup rapat dan disimpan di suhu ruang selama 2 minggu. Wadah yang digunakan bisa beragam, bisa juga menggunakan wadah plastik dan aluminium foil selama hasilnya betul-betul rapat.
Cara fermentasi ini selain untuk cadangan makanan juga digunakan masyarakat setempat untuk menyimpan ikan dalam jangka waktu yang cukup lama, meski tanpa lemari pendingin. Sampai akhirnya karena keunikan cara dan rasanya yang lezat, membuat tamba jadi makanan dan budaya khas setempat yang dilestarikan.
Adapun ikan yang dipilih untuk difermentasi biasanya ikan berkumis seperti patin, salap, jelawat, papuyu, gabus, baung, puyau, atau gurami. Ikan sungai merupakan bahan makanan yang paling mudah ditemukan di pedalaman Kalimantan Utara.
Sebelum dua minggu, ikan masih dinilai belum sepenuhnya matang sehingga jika ingin disantap perlu dimasak terlebih dahulu agar lebih lezat. Cara masaknya pun tidak perlu terlalu lama, karena daging dan durinya sudah mulai rapuh sehingga bisa hancur saat dimasak.
Setelah proses fermentasi selesai sempurna, hidangan ini bisa disantap langsung. Kalau proses fermentasinya benar dan wadah tertutup rapat, bisa dipastikan tidak akan muncul belatung pada tamba.
Cita rasa tamba ikan begitu kaya dan kompleks, ada rasa asin dan gurih, serta ada sedikit asam. Jika ingin menyeimbangkan rasa, bisa ditambah gula atau disantap dengan sambal dan nasi hangat.
3. Adam Anit
![]() |
Payau, rusa sambar, rusa Kalimantan, atau dikenal memiliki nama lain sambar india (Cervus unicolor), adalah jenis rusa besar yang umum berhabitat di Asia. Payau dikenal merupakan rusa yang berukuran besar dengan ciri khas tubuh memiliki warna bulu kecokelatan, ada pula yang cenderung abu-abu dan kemerahan.
Dulu, payau sering dimanfaatkan sebagai menu santapan bagi masyarakat Suku Dayak. Seperti yang pernah diunggah oleh beberapa konten kreator asal Kalimantan pada akun TikToknya, sebut saja Dewi Panda dan Norlela.
Payau kerap diolah menjadi kuliner khas Suku Dayak dengan cara dibusukkan. Sajian tersebut disebut Adam Anit (disebut juga uma lung atau adam faso), yakni masakan berbahan dasar kulit binatang yang difermentasi secara alami hingga membusuk.
Masakan tersebut dinamai Adam Anit yang artinya adam adalah busuk dan anit itu kulit. Selain menggunakan kulit payau, bisa juga dengan kulit sapi, atau babi hutan. Masakan ini merupakan favorit orang-orang tua pada zaman dahulu dan biasa disajikan saat panen raya atau pesta adat, namun kemudian jadi santapan sehari-hari warga Dayak.
Dewi Panda dan Norlela menunjukkan pada akun TikToknya masing-masing, bagaimana kulit payau dimasukkan dalam plastik berlapis dan dibusukkan atau didiamkan dalam 3-4 hari, kemudian dibersihkan dari bulu, dicuci, dipotong-potong, lalu direbus.
Kulit kemudian bisa ditumis menggunakan sayur singkong, bersama dengan garam, bawang merah, dan bawang putih. Bisa juga dengan cara dimasukkan ke dalam bambu lalu dibakar berulang kali.
Dalam videonya, Norlela mengaku bau kulit payau yang busuk akan sangat menyengat dan biasanya pada bagian luar plastik akan banyak belatung. Namun metode ini harus dilakukan agar bulu payau mudah rontok, mudah untuk dibersihkan, dan mendapatkan aroma masakan yang khas.
Payau dulunya banyak ditemukan di hutan Kaltara, namun kini jumlahnya sudah sangat sedikit akibat perburuan bebas. Rusa Payau kini menjadi hewan yang dilindungi, sehingga warga membuat adam anit biasanya menggunakan kulit babi atau sapi.
Nah, itulah tadi tiga kuliner olahan fermentasi khas Kalimantan. Rasanya unik dan lezat, apakah kamu pernah mencobanya?