Karst Sangkulirang-Mangkalihat merupakan salah satu bentang alam karst terbesar dan terunik yang ada di tanah Borneo. Terletak di Kalimantan Timur, kawasan ini tidak hanya menampilkan keindahan gua dan tebing kapur yang menjulang.
Gua-gua di kawasan ini menjadi rumah bagi lukisan tangan manusia purba yang diperkirakan berusia lebih dari 40.000 tahun, salah satu yang tertua di dunia. Kawasan ini menyimpan cerita alam dan sejarah yang begitu kaya, sehingga bisa disebut sebagai salah satu situs paling berharga yang dimiliki Pulau Borneo.
Mengenal Karst Sangkulirang-Mangkalihat
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dirangkum dari buku-buku terbitan Direktorat Jenderal Kebudayaan, BPCB Kalimantan Timur, berbagai literatur dan arsip liputan detikcom, Karst Sangkulirang-Mangkalihat merupakan kawasan perbukitan kapur dengan luas yang membentang sekitar 1,8 juta hektare. Letaknya ada di Kabupaten Kutai Timur hingga Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Dari total luas tersebut, sekitar 430 ribu hektare telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Kawasan karst ini terdiri atas sembilan gunung kapur raksasa yang menjulang megah, sekaligus menjadi habitat penting bagi keanekaragaman hayati.
Sedikitnya ada 30 gua bernilai sejarah di kawasan yang membentang dari Kabupaten Berau hingga Kutai Timur ini. Itu pun baru area seluas 80 Km x 100 Km yang telah disurvei, sementara bentang alam Karst Sangkulirang Mangkalihat mencapai 1,8 juta hektar.
Tak hanya bernilai ekologis, wilayah ini juga menyimpan gua-gua bersejarah yang pernah dihuni manusia ribuan tahun lalu. Berdasarkan penemuan artefak dan ekofak, diperkirakan populasi manusia telah menempati gua-gua tersebut sejak 40.000 tahun silam, dan temuan ini telah diteliti secara intensif sejak tahun 1994 oleh tim gabungan Prancis-Indonesia.
Bentang karst Sangkulirang-Mangkalihat dikenal dengan lanskapnya yang unik, dikelilingi tebing terjal, bukit hijau, serta gua bawah tanah yang menyimpan kekayaan arkeologi. Di dalam gua, ditemukan jejak peninggalan manusia purba berupa lukisan telapak tangan, gambar perahu, hingga figur hewan.
Peninggalan pra sejarah yang paling banyak ditemukan di kawasan ini adalah lukisan gua atau rock art yang jumlahnya mencapai 2.300 gambar dan didominasi gambar telapak tangan dengan susunan tertentu.
Tempat Peradaban Tertua di Nusantara Ditemukan
![]() |
Menjelajah gua-gua di perbukitan karst Sangkulirang Mangkalihat di Kalimantan Timur (Kaltim) tak ubahnya menelusuri lorong waktu. Lukisan purba di dinding dan langit-langit gua merekam jejak peradaban manusia sejak ribuan tahun silam.
Sebuah temuan arkeologi di Sangkulirang, Kutai Timur, Kalimantan Timur mengungkap adanya peradaban tertua di nusantara. Temuan ini berupa gambar arca yang diperkirakan berusia puluhan ribu tahun.
Temuan ini merupakan hasil penelitian kerjasama bidang arkeologi antara Indonesia dan Australia, yang dilaporkan pada tahun 2018. Tim terdiri dari Peneliti Arkeologi Nasional, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Griffith Australia.
"Peradaban tertua Indonesia yang ditemukan di Kutai Timur ini adalah menjadi berita penting untuk dunia arkeologi, dan kita sebagai bangsa patut berbangga karena diwarisi peradaban tertua di dunia," kata I Made Geria, Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, dikutip dari laman Arkenas Kemdikbud.
Diketahui, temuan gambar tertua di Sangkulirang ini merupakan yang kedua setelah temuan gambar cadas di gua-gua Maros, Sulawesi yang yang dirilis pada tahun 2016 dengan hasil pertanggalan sekitar 39.000 tahun SM.
I Made Geria, menjelaskan bahwa penemuan karya budaya manusia di Sangkulirang bisa menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Sebab, diketahui bahwa gambar kuno ini berusia 40.000 tahun.
Gambar Banteng dari Zaman Es
![]() |
Peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Adhi Agus, mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan di Situs Sangkulirang telah menganalisa sampel kalsium karbonat yang dicuplik dari gambar banteng kuno.
Hasilnya, gambar tersebut memiliki penanggalan minimum sekitar 40.000 tahun, yang kemudian bisa diidentifikasi sebagai karya manusia atau seni figuratif tertua di muka bumi, yaitu dari Zaman es (ice age context) atau kala pleistosen akhir.
Sementara itu, peneliti dari Griffith University dari Australia, Maxime Aubert, mengatakan bahwa sampel yang dianalisis dari situs Jeriji Saleh di Sangkulirang meliputi sejumlah sampel.
Sampel pertama adalah beberapa gambar tangan yang menghasilkan penanggalan 37.200 tahun. Kemudian sampel gambar banteng yang diperoleh dengan penanggalan sangat tua pada kisaran 40.000 tahun lalu.
"Jadi sejumlah penanggalan sudah dapat diketahui sebagai bukti penghunian manusia prasejarah di Kalimantan," ucap Aubert.
Temuan Gambar-gambar Lainnya
Peneliti Karst dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Pindi Setiawan menyebutkan gugusan Karst di kawasan ini paling lengkap di Asia Pasifik.
Mirip ensiklopedi, lukisan-lukisan tersebut merekam peradaban sejak masa yang paling tua yakni sebelum ada hutan tropis di Kalimantan, yang digambarkan dengan imaji tentang alat-alat berburu dan mamalia besar seperti banteng dan rusa betina. Pada masa itu, Ras Austronesia menurut teori bahkan belum masuk ke Kalimantan.
Alat-alat untuk berburu yang tergambar dalam lukisan tersebut diantaranya adalah panah, yang menurut Pindi tidak lazim digunakan di hutan tropis dengan vegetasi yang rapat. Gambar inilah yang memunculkan asumsi bahwa peradaban di gua-gua ini berusia lebih tua dari hutan tropis.
"Minimal 8.000 tahun yang lalu ketika Kalimantan masih berupa savana. Sebab kalau sudah menjadi hutan tropis, tidak mungkin ada gambar panah. Di hutan, orang berburu dengan tombak atau sumpit," tutur Pindi.
Aktivitas pemujaan juga terekam dalam lukisan-lukisan gua yang ditemukan di kawasan ini. Gambar tokek misalnya, menunjukkan adanya tradisi pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Gambar rusa jantan (bertanduk), yang selalu digambarkan dalam posisi terbang, menunjukkan bahwa binatang tersebut disakralkan. Gambar saman atau dukun dengan topi besar dan rumbai-rumbai juga banyak ditemukan, dan menunjukkan adanya kepercayaan mistis.
Dari peradaban yang lebih muda, Pindi menemukan beberapa gua dengan lukisan dayak yang dibuat dari arang (charcoal). Bahkan di salah satu gua, ditemukan juga lukisan berbagai jenis perahu, dari yang masih sangat sederhana hingga yang paling terbaru yakni kapal uap.
Temuan Kerangka Amputasi Pertama
![]() |
Kerangka berusia 31.000 tahun ditemukan di Kalimantan menjadi bukti amputasi paling awal di dunia. Dikutip detikEdu dari laman Nature, arkeolog dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Griffith University Australia menyebut penemuan kerangka di Gua Liang Tebo, Semenanjung Sangkulirang-Mangkalihat, Kalimantan Timur (Kaltim) itu mengubah sejarah awal prosedur medis.
Gua itu berada di kawasan gua kapur yang membentang seluas 4.200 kilometer persegi. Di kawasan ini ditemukan bukti peradaban berupa lukisan gua, ceruk gua tempat permukiman, dan pemakaman. Situs Liang Tebo adalah situs lukisan gua sekaligus kubur. Situs berjarak 2,5 km dari Sungai Marang, di ketinggian 165 meter.
Manusia Liang Tebo terkubur di kedalaman sekitar 150 cm. Posisi kerangka meringkuk, dengan kaki ditekuk ke dada dan kepala menghadap ke sisi utara. Selain kerangka, arkeolog juga menemukan artefak, antara lain alat batu kecil dan oker merah di dekat kepala.
Manusia Liang Tebo secara anatomi sudah masuk klasifikasi Homo sapiens. Diduga kuat dari ciri-ciri tulang, kerangka itu milik remaja berusia 19-20 tahun, saat dikubur. Belum diketahui jenis kelaminnya, tetapi diduga laki-laki.
Dari uji laboratorium pertanggalan karbon, usia kerangka antara 31.133 tahun yang lalu sampai 30.437 tahun yang lalu. Kerangka itu diduga dikubur antara enam sampai sembilan tahun setelah diamputasi.
Dari kerangka itu, peneliti mendapati kerangka itu kaki kirinya mulai dari lutut tidak ada lagi. Dari pengamatan lebih rinci di bagian tulang kaki, ada bekas-bekas yang diduga kuat merupakan potongan benda tajam. Bekas potongan itu dinilai sangat berbeda dengan trauma dari kecelakaan atau diserang binatang.
Arkeolog juga mencermati tulang kaki dan tidak menemukan adanya bekas infeksi. Artinya, tidak ada komplikasi luka luar yang bisa memicu infeksi terutama luka akibat gigitan serangan binatang. Amputasi diduga akibat cedera masa kecil, karena tulang bekas amputasi tidak tumbuh.
"Pelaku amputasi ini diduga memiliki pengetahuan medis anatomi tulang, otot, dan pembuluh darah, yang sangat baik, karena bisa merawat pasien tanpa kehilangan darah dan infeksi. Pelaku juga pastinya mengerti keharusan mengamputasi agar pasien bisa bertahan hidup," begitulah penjelasan peneliti.
Luka amputasi, lanjut peneliti, dibersihkan dengan baik dan dibungkus, serta dilakukan desinfektan untuk mencegah infeksi. Kemungkinan menggunakan tumbuh-tumbuhan yang memiliki khasiat medis dan anestesi sebagai langkah meredakan nyeri.
Karst dan Keragaman Hayatinya
![]() |
Pembentukan karst yang sempurna telah menjadikan kawasan ini sebagai tampungan air raksasa. Sedikitnya 5 sungai utama di Kalimantan Timur berhulu di kawasan ini. Pesisir timur Kalimantan yang memiliki curah hujan di bawah 2.000 mm/tahun sangat tergantung pada sistem tata air karst.
Karst juga berfungsi sebagai penangkap emisi karbon, sehingga rusaknya karst bisa berkontribusi terhadap pemanasan global. Untuk bisa melarutkan kapur dan membentuk karst, air yang tertampung di celah bebatuan harus bersifat asam dan untuk itu harus menangkap emisi CO2 dari lingkungan.
Keragaman hayati juga terancam oleh kerusakan karst. Hutan alam yang masih rapat di sekitar Karst Sangkulirang-Mangkalihat merupakan habitat bagi 120 jenis burung, termasuk walet sarang hitam (Collocalia maxima) dan walet sarang putih (Collocalia fuciphaga).
Ditunjang ekosistem yang masih sangat perawan, kedua spesies burung ini mampu menghasilkan sarang dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi.
Kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat membentang dari Kabupaten Berau hingga Kutai Timur, Kaltim. Pada tahun 2014, wilayah ini disebut-sebut paling produktif menghasilkan sarang burung walet, bahkan mencapai 80% dari produksi di seluruh dunia. Gua Kulat dan Gua Ranggasan di Kabupaten Berau misalnya.
Faktor berikutnya adalah kelestarian habitat, dalam hal ini gua karst dan ekosistem di sekelilingnya. Jika masih ada puluhan juta walet yang menghuni kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat, maka dibutuhkan berton-ton serangga perhari untuk bisa memproduksi sarang yang berkualitas. Kebutuhan tersebut hanya bisa dipenuhi dari ekosistem hutan hujan tropis yang heterogen.
Sejak terjadinya kebakaran hutan yang sangat besar di tahun 1997, pada tahun 2014 tinggal kawasan karst di Kabupaten Berau saja yang mampu menghasilkan sarang walet dalam hitungan ton. Sisanya mengalami kerusakan ekosistem yang berdampak pada menurunnya produksi sarang walet.
Ada masyarakat adat yang secara turun temurun menjaga sistem niaga tradisional sarang burung walet. Salah satunya bisa ditemui di Desa Sepaso, Kecamatan Bengalon, Kutai Timur.
Tata niaga sarang walet tradisional di wilayah ini mengenal istilah peremes, yakni orang-orang terpilih yang dipercaya sebagai pemetik sarang walet di tebing-tebing cadas. Menurut mitos, orang-orang ini punya nyawa cadangan dan dilindungi roh gaib.
Para peremes hanya menjelajahi gua-gua di wilayah yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan adat, dan di setiap gua ada penjaganya. Dikutip dari buku Sangkulirang nan Eksotis yang disusun Pindi Setiawan dari ITB, sanksi bagi yang memasuki gua yakni ditembak.
Bakal Jadi Taman Bumi Nasional
![]() |
Terbaru, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) resmi mendeklarasikan taman bumi (geopark) pertama. Kawasan bukit karst yang mencakup dua wilayah administratif, yaitu Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menuju pengakuan sebagai Taman Bumi Nasional.
Diketahui pada tahun 2024, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan sebanyak 26 area di Kaltim sebagai situs warisan geologi (geosite). Sebanyak 15 geosite berada di Kabupaten Berau dan 11 di Kutai Timur dengan luas 1,8 juta hektare yang dikenal dengan kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat.
Pengusulan geopark ini sudah dilakukan oleh Pemerintah bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) sejak 2019. Manajer Senior YKAN, Niel Makinuddin mengatakan, penetapan status Taman Bumi memberikan dampak positif yang cukup besar, salah satunya pengakuan atas budaya.
Selain itu, jika sudah berstatus Taman Bumi Nasional, Karst Sangkulirang-Mangkalihat berpeluang diajukan sebagai UNESCO Global Geopark, menyusul 12 kawasan lain di Indonesia. Maka itu dukungan dan kolabarasi dari berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
"Nanti setelah menjadi Taman Bumi Nasional dan memenuhi standar internasional, kita dapat mengusulkan kawasan ini menjadi UNESCO Global Geopark," tutupnya.
Wilayah Berau dan Kutim terkenal dengan banyak warisan alam dan budaya. Warisan itu semua dijaga oleh masyarakat adat Dayak setempat, salah satunya Dayak Lebo di Perkampungan Merabu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau.
Kepala Kampung Merabu, Asrani, menuturkan bahwa di kampung ini bahkan terdapat dua situs warisan geologi yaitu Gua Beloyot dan Kerucut Karst Merabu. Ia menambahkan, dengan adanya kerjasama bersama pemerintah, diharapkan bisa lebih mengangkat hal-hal positif dari Kampung Merabu dan situs warisan geologi yang ada.
"Karena dari hutan desa yang dimiliki Kampung seluas 8.245 hektare masih banyak ratusan gua yang perlu diekspos, demikian kebudayaan Dayak Lebo, hingga destinasi wisata Danau Nyadeng dan Puncak Ketepu. Dari Puncak Ketepu ini bisa dilihat lanskap gugusan kerucut karst Merabu," pungkasnya.