Namun, di balik tantangan tersebut, masyarakat adat setempat justru melindungi mereka sebagai bagian dari warisan budaya, bahkan menganggapnya sebagai hewan yang dikeramatkan. Alfred, perwakilan dari Gabungan Pemuda Pecinta Alam Kabupaten Nunukan (Gapetah Borneo) menjelaskan bahwa survei populasi dilakukan dengan memanfaatkan kamera jebak.
"Hasil temuan kemarin menunjukkan 8 sampai 13 individu. Kami identifikasi dari ciri-ciri fisik, seperti telinga robek, gading patah, atau jari yang kurang," ujar Alfred kepada detikKalimantan, Kamis (24/4/2025).
Jelajah Lintas Batas: Indonesia dan Malaysia
Gajah mini di Nunukan memiliki daerah jelajah (home range) yang luas, bahkan melintasi perbatasan Indonesia-Malaysia. Lebih tepatnya sampai ke Sabah.
"Mereka mondar-mandir, bisa ke Semanggaris atau Sabah. Ini seperti koridor lintas batas," kata Alfred.
Meski begitu, keberadaan mereka di hutan Indonesia lebih sering terdeteksi, terutama di areal perusahaan seperti PT Adimitra dan MTI, yang beroperasi di luar kawasan lindung.
Baca juga: Bekantan, Si Hidung Besar dari Kalimantan |
Namun, keberadaan gajah di area perusahaan menimbulkan kekhawatiran. Alfred menyebutkan perusahaan seperti MTI belum memberikan tanggapan terkait bagaimana pelestarian gajah, sementara PT Adimitra mulai menunjukkan kerja sama dalam pengamanan sebagian hutan.
"Kalau masuk ke kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), risikonya besar. Gajah bisa dianggap hama, seperti di Sumatera, dan ini bisa memicu konflik besar, bahkan sampai membunuh manusia," ungkapnya.
Konflik Musiman dan Ancaman Deforestasi
Dulu, gajah mini kerap berkonflik dengan masyarakat, terutama saat masuk ke ladang atau perkebunan sawit pada akhir tahun hingga awal tahun.
"Tapi, lima tahun terakhir, konflik hampir tidak ada. Mereka tidak turun lagi ke perkampungan," kata Alfred.
Meski begitu, ia menduga penurunan konflik itu bisa jadi indikasi berkurangnya populasi atau perubahan pola jelajah akibat tekanan lingkungan. Ancaman terbesar bagi gajah mini saat ini adalah deforestasi dan perkebunan sawit di kawasan hutan.
"Sawit di dalam kawasan hutan sangat merusak. Logging juga masih banyak," tegas Alfred.
Status kawasan tempat gajah ini hidup masih berupa hutan produksi, bukan kawasan lindung, sehingga perlindungan hukum untuk gajah yang berstatus terancam punah (endangered) masih lemah.
Indikasi Perburuan dan Perdagangan Gading
Kekhawatiran lain adalah indikasi perburuan. Alfred mengungkapkan laporan mengkhawatirkan dari Sabah, di mana delapan gajah ditemukan mati tanpa kepala dan gading.
"Ada dugaan gading ini diperdagangkan, bahkan sampai ke Nusa Tenggara Timur sebagai mahar pernikahan atau belis. Banyak TKI dari timur yang bekerja di Sabah diduga terlibat," ujarnya.
Gapetah Borneo masih mencoba melacak jaringan perdagangan ini, meski data pasti belum dikantongi. Meski ada laporan perburuan di Sabah, Alfred menegaskan masyarakat lokal di Nunukan, khususnya suku Dayak Agabag tidak pernah menyakiti gajah.
"Mereka anggap gajah ini dikeramatkan, bukan suci, tapi dihormati supaya tidak diganggu. Bahkan, masyarakat takut kalau lihat gajah atau sekadar kotorannya," katanya.
Gajah sebagai Aset Pariwisata dan Ekonomi Hayati
Alfred yang telah fokus mengawal isu gajah mini sejak 2017, melihat potensi besar gajah sebagai aset pariwisata. "Kalau dikelola baik, gajah ini bisa jadi penunjang ekonomi hayati. Masyarakat adat sudah melindungi mereka. Ini aset yang harus kita jaga bersama," ujarnya.
Ia juga menyebut adanya ritual oleh kepala desa setempat untuk menolak gajah masuk ke perkampungan, menunjukkan harmoni antara manusia dan satwa. Namun, upaya konservasi masih terhambat. Meski dokumen rencana aksi strategi untuk perlindungan gajah telah disusun dan disetujui bupati, proses menjadikan kawasan sebagai zona lindung terhambat oleh birokrasi yang panjang hingga ke kementerian.
"Kami cuma pihak ketiga. Koordinasi dengan pemerintah daerah seperti Bapeda dan DLH sudah dilakukan, tapi BKSDA belum aktif memantau," keluh Alfred.
Harapan ke Depan
Alfred berharap pemerintah segera menetapkan status konservasi untuk kawasan habitat gajah mini. Ia juga mengajak masyarakat untuk menjaga populasi gajah yang tersisa.
"Ini bukan cuma soal satwa, tapi juga warisan budaya dan potensi ekonomi. Kalau kita tidak lindungi sekarang, gajah ini bisa hilang selamanya," tutupnya.
(sun/mud)